Langit Tidak Akan Kehilangan Indahnya.
"Jae, Rae, kenalin ini saudara baru kalian, keluarga baru kita, Auzora."
Keempat mata itu hanya memandang sinis dengan bibir terlipat rapat ke dalam.
"Zora, kenalin, mereka kakak baru kamu. Si Kembar Jaeha dan Raeha."
Mata malu namun dengan senyum ramahnya, Auzora menyapa gugup kedua lelaki yang berdiri di hadapannya.
Auzora Misora, gadis remaja yang hidup sebatang kara. Bertemu dan mengenal Chardika Wijaya, ayah dari saudara kembar Jaeha Wijaya dan Raeha Wijaya, merupakan sebuah takdir terhebat dalam perjalanan hidupnya.
"Salam kenal, Kak. Auzora Misora, biasa dipanggil Auzora."
Tanpa membalas sapaan hangatnya, wajah mereka juga tak menampakkan sedikit senyuman.
"Zora, kamu masuk ke kamar, istirahat, ya. Besok kamu juga harus sekolah. Ayo, Ayah antar," ucap lelaki paruh baya itu sambil mengelus lembut kepala Auzora.
Gadis berambut panjang dengan poni belah tengah itu, tampak begitu canggung dan kaku berdiri di tengah-tengah keluarga barunya.
"Om ...."
"Apa? Coba ulangi sekali lagi?"
"Maaf, Yah."
Panggilan yang mendadak berubah setelah Auzora dia angkat sebagai putrinya.
"Kenapa mereka kelihatan gak suka sama aku, Yah?"
Jiwa yang penuh kelembutan itu memeluk hangat putri gadisnya, hanya diam dan mengelus kepalanya untuk beberapa saat. Mungkin dia sedang memikirkan jawaban yang tepat.
"Kamu istirahat, besok harus sekolah, ya. Jangan mikir macem-macem, Ayah ada di sini. Jangan takut."
"Tidur, ya. Selamat malam, sampai jumpa besok, Sayang," lanjutnya sebelum melangkah pergi meninggalkan kamar Auzora.
Sementara di depan TV, kedua putranya masih sibuk dengan tontonan favorit mereka. Chardika meraih remote TV di depan mereka dan dengan tegas mematikannya.
"Kalian bisa jaga sikap, gak? Bukannya Ayah udah bilang dari awal, perlakukan Zora seperti saudara kandung kalian sendiri," ucapnya mulai dengan wajah memerah.
"Kenapa Ayah maksa kita buat nerima dia, Yah? Siapa yang mau nerima anak haram yang ngancurin keluarga dia sendiri? SIAPA!"
Suara Jaeha yang meninggi memejamkan mata Chardika. Kamar Auzora yang berada tak jauh dari ruang tengah, tentu turut mendengar teriakan kasar kakak tirinya itu.
"Ayah bisa berlemah lembut, Ayah bisa berbelas kasih. Tapi kami enggak, Yah. Dan gak akan pernah," dengan tegas Rae mengatakannya.
Chardika hanya terdiam dalam pejaman matanya, menarik napas perlahan dan menahan air matanya.
"Nak, Ayah tau kalian terluka, tapi di sini, Ayah juga terluka hebat. Dan Auzora, dia sama sekali tidak mengerti apapun."
Kedua putranya hanya terduduk diam, Auzora mendekat, menghampiri suara keributan yang dia rasa sedang membicarakan dirinya tersebut.
“Apa yang Zora gak ngerti, Yah?"
Ucapan itu menyadarkan ketiga lelaki tersebut, wajah yang awalnya tertunduk mulai terangkat. Wajah yang awalnya begitu serius mendadak datar. Mereka seolah lupa, orang yang mereka bicarakan sedang ada di antara mereka.
"Siapa yang Kak Jae maksud anak haram? Luka apa yang bicarakan? Dan apa yang Zora belum mengerti sampai sekarang?" wajah polos Auzora yang sama sekali tidak mengerti.
Jae menukar posisinya dengan Rae yang berada lebih dekat dekat dengan Auzora. Lelaki bertubuh tinggi itu berdiri tegak menghadap Auzora dengan tatapan mengerikan.
"Anak haram itu, lo. Lo belum ngerti? Mau gue jelasin mulai akar sampai pucuk?"
"Jae, Ayah mohon, cukup," pinta Chardika dengan wajah yang mulai pasrah.
"Gak usah kamu jelasin, perlahan aku yakin, waktu akan menjelaskan dengan sendirinya," tambah Rae tenang.
...
Malam pertama di rumah keluarga baru, yang cukup memutar keras otaknya telah berlalu. Pagi ini, Auzora harus segera bersiap untuk ke sekolah barunya juga.
"Yah, hari ini aku naik motor sendiri aja, ya? Boncengan sama Rae," pinta Jae mendadak di meja makan pagi ini.
"Tumben, biasanya bareng Ayah?"
"Alergi sama keturunan perusak keharmonisan keluarga orang." Lirikan tajam Rae tepat tertangkap oleh Auzora.
"Gak! Sama kayak biasanya, kalian Ayah antar, kalian semua!"
"Gak, Yah! Kita berangkat berdua."
Jae dan Rae yang mulai melangkah pergi meninggalkan meja makan. Yang bahkan, makanan di piring mereka belum mereka sentuh sama sekali.
"ATM kalian Ayah sita kalau kalian tetap berangkat sendiri!" ucap Chardika mulai tegas pada putra kembarnya.
Tak punya pilihan lain, mereka memutar balik langkah mereka dan melanjutkan sarapan.
...
Sesampainya di sekolah, tentu mereka yang keluar dari satu mobil yang sama, menjadi pusat perhatian para siswa. Terlebih lagi, si Kembar merupakan siswa populer di sekolahnya.
"Oh, itu adik tirinya? Cantik banget."
"Beruntung banget dia diangkat anak sama ayah mereka."
"Lucu banget, iri banget sama adik perempuannya."
Beragam pujian dan sapaan hangat mulai mengiringi langkah Auzora yang berjalan di belakang Jae dan Rae.
"Kelas 11 IPA 3, itu kelas, lo!" ucap sinis Rae sambil mendorong tubuh Auzora.
"Kak, kenapa semua ngeliatin aku kayak gini? Aku takut banget," ucap gugup Auzora.
"Gak usah ke-PDan, lo! Mau manja? Minta diantar ke kelas?"
"Nggak, Kak Rae," jawab Auzora tertunduk.
Seisi kelas menerima kedatangan gadis lembut itu dengan baik. Tak sedikit juga, para lelaki yang mulai mendekati bangkunya dengan alasan sekedar berkenalan.
"Jangan macam-macam kalian! Adiknya kak Jae, kak Rae itu. Habis kalian sama mereka," sahut Ketua Kelas yang baru saja masuk kelas.
"Karena dia adiknya kak Kembar, makannya kita punya kesempatan bagus ini."
Memiliki kakak yang begitu disegani dan populer di kalangan banyak siswa, juga bukan keberuntungan bagi Auzora. Pada jam istirahat pertama ini, seorang wanita dengan kedua temannya datang ke kelasnya dengan maksud dan tujuan yang Auzora sendiri tidak mengerti.
"Oh, ini adik angkat Jae? Ini anak haram itu?"
Auzora hanya menatap diam, seisi ruang kelas juga hanya tampak diam mendengarnya.
"Cantik, tapi sayang, perusak." Segelas es yang ada di genggaman tangannya tertumpah di meja Auzora, hingga membasahi seragamnya.
Tanpa rasa bersalah, tanpa sepatah kata maaf, dia pergi setelah merasa puas. Tak ada yang berani mendekat setelah kelas menjadi kaku selain Ketua Kelas.
"Dia kakak kelas kita, satu angkatan sama kakak kamu. Sahabat dekat juga mereka."
"Rok kamu basah, ganti pakai celana olah raga aku dulu. Tenang, ini bersih, belum aku pakai. Jam olahraga kosong kemarin."
"Kamar mandi cewek tinggal lurus, belok kiri."
Sifatnya yang dingin, anti basa-basi, anti ribet, dan realistis. Tanpa sedikit bertanya, Auzora segera pergi ke kamar mandi dan mengganti roknya.
Wajah salah satu teman perempuannya yang tampak kesal, entah karena apa.
Keluar dari kamar mandi. Di seberang, tampak kedua kakaknya yang sedang bertanding basket melawan antar kelas. Si Kembar yang tampak tampan dengan rambut yang terkibas bersama langkah larinya.
"Keren banget, Kak."
Auzora mendekat ke lapangan, sejak dia mulai ditangkap oleh mata para siswa yang duduk di pinggir lapangan, hingga dia duduk bersama mereka. Auzora tak lepas dari pandangan para siswa.
Gadis dengan rambut terikat itu, dengan santai duduk dan menyaksikan Kakaknya.
"Oi, adiknya Kembar mau join, nih."
Seseorang menarik paksa tangan Zora ke tengah lapangan, mungkin karena Zora memakai celana olahraga sekarang.
"Oke, satu team."
Seluruh pemain yang menerima dia bergabung dan sorakan para penonton, hanya membuat Auzora kaku, walau hanya untuk sekedar menolaknya.
…
Mata Ketua Kelas yang mulai khawatir, berulang kali memandangi pintu kelas, mungkin dia menanti Auzora kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments