Menaklukkan Suamiku

Menaklukkan Suamiku

Bab 1 Khawatir membawa petaka

Hana dengan terburu-buru mengemasi beberapa pakaiannya masuk ke dalam tas. Kabar yang barusan ia dengar berhasil membuatnya panik dan bergegas untuk berangkat pulang ke kampung halamannya.

"Kamu ada masalah apa, Hana? Kok terlihat panik banget." Alia merupakan teman sekos Hana. Ia memperhatikan temannya yang sedang terburu-buru itu dari bibir pintu kamar.

"Aku mau pulang, Lia. Bokap gue lagi sakit tenat," jawab Hana tanpa menoleh.

"Gue khawatir lihat Lo panik gitu. Tenangkan pikiran Lo dulu, Ok," saran Alia penuh perhatian.

"Lo tenang aja, Lia. Gue baik-baik aja kok. Gue cuma khawatir dengan bokap gue." Dari wajah nya masih terlihat jelas kepanikannya. Semua persediaannya sudah lengkap masuk ke dalam tas. Hana mengambil ponselnya dan kunci motor miliknya di atas meja dan bergegas pergi.

"Lo hati-hati tapi." Alia masih setia memperhatikan kepergian temannya.

"Gue pergi dulu," pamit Hana sambil menutup pintu kamar miliknya.

Melajukan motor butut satu-satunya harta yang ia miliki dengan kecepatan tinggi. Meskipun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya tapi ia tetap fokus agar selamat sampai tujuan.

Sepanjang jalan Hana terus memikirkan bagaimana keadaan ayahnya sekarang. Tidak dapat dipungkiri perasaan Hana saat ini bercampur aduk, sama ada ingin percaya atau tidak apa yang telah di sampaikan oleh ibunya tadi sebab dari beberapa hari yang lalu ia di minta pulang tapi ia selalu memberi alasan agar tidak memenuhi keinginan ibunya itu. Tapi apabila bersangkutan dengan ayahnya, ia langsung panik sebab ayahnya itu lah satu-satunya orang yang tidak pernah kasar padanya.

"Semoga ayah baik-baik saja."

Sekitar empat jam perjalanan mengendarai motor, juga beberapa kali berhenti beristirahat sejenak sambil makan siang, sekarang akhirnya Hana tiba di gapura kampung halamannya. Sudah dua tahun ia tidak pulang menginjakkan kaki di tanah masa kecilnya ini karena tuntutan keluarga untuk bekerja.

Pemandangan di kampung tidak jauh berbeda dari beberapa tahun lalu tapi bukan itu yang menjadi pusat pikiran Hana saat ini. Yang ia inginkan segera sampai di rumahnya dan memeriksa keadaan ayahnya.

"Kok halaman rumah ada tenda biru? Siapa yang akan melangsungkan pernikahan?" bingung Hana. Dalam panggilan tadi ibunya sama sekali tidak mengatakan apapun jika akan mengadakan majlis pernikahan. Lagipula mustahil milik tetangga karena tenda yang sudah dihias itu tepat berada di depan rumah kedua orang tuanya.

saat memasuki halaman rumah, Hana memarkir motornya dengan perasaan yang berubah was-was. Tapi ia tetap berpikiran positif dan mencoba fokus pada memastikan kondisi ayahnya. saat ia berjalan memasuki rumah, semua mata tetangga yang datang menatap aneh ke arahnya.

"Kok penampilannya begitu yah? Nggak ada ayu-ayunya sama sekali," bisik Bu Susi salah satu tetangga julit di kampungnya.

"Iya toh besti, padahal besok udah mau nikah." Teman di sampingnya turut menjeling tajam.

"Aku yakin nih bakal di cerain di malam pertama," tebak Bu Susi dengan yakin.

"Kenapa pula Bu Susi?" bingung Bu Juna.

"Ya iya lah, aku yakin dengan penampilannya yang seperti itu hanya untuk menutupi kalau dia di kota itu nakal. Makanya si Yanti aku nggak bolehin ke kota takut jadi gadis nakal kayak si Hana itu." Dengan memanyunkan bibirnya tidak suka pada Hana.

Hana tidak memperdulikan semua bisik-bisik tetangga yang dari dulu tidak menyukainya. Lagi pula ia juga tidak terlalu jelas mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

"Kamu sudah sampai, Hana?" Aisyah terkejut melihat Hana sudah berada di depan matanya, dengan cepat menarik tangan Hana masuk ke dalam kamar. Hana yang masih tampak bingung hanya pasrah di tarik oleh sang ibu.

Dalam kamar sudah berkumpul semua ahli keluarga ada Ardi ayahnya Hana, Alisya adiknya Hana dan Wati neneknya Hana.

Melihat anaknya sudah ada di depan mata Ardi langsung memeluk anaknya dengan hangat. "Ayah rindu sama kamu nak, kenapa tidak pernah pulang?" tanya Ardi sambil membelai rambut Hana lembut.

"Maafkan, Hana. Ayah baik-baik saja kan? Kata ibu, ayah sedang sakit parah," lirih Hana sambil meneteskan air mata sedih bercampur haru.

Ardi menatap istrinya dengan tatapan marah. "Apa maksud kamu menipu Hana, Aisyah? Kamu menginginkan aku sakit parah!" bentak Ardi.

"Jika aku tidak mengatakan kamu sedang sakit, dia mana mungkin akan pulang ke sini," jawab Aisyah jengah. "Lihat di luar! Semua persiapan sudah selesai tapi dia tetap ngotot nggak mau pulang. Kalau aku mengatakan yang sejujurnya mana mungkin dia akan muncul di hadapan kamu sekarang. Makanya sebelum ngomong itu di pikir!"

Bukannya takut pada bentakan suaminya, Aisyah malah balik membentak suaminya kembali.

"Sudah-sudah. Jangan bertengkar lagi, jangan teriak-teriak nanti tetangga pada dengar masalah keluarga kita. Mau diletak di mana muka mama ini." Wati mencoba meleraikan anak dan menantunya.

"Hana, mari nak kita duduk dulu, kamu pasti capek dari perjalanan jauh," tawar Wati pada Hana yang hanya berdiri mematung melihat pertengkaran kedua orang tuanya tadi.

Meskipun merasa aneh pada sikap neneknya yang tiba-tiba berubah baik padanya, Hana tetap memberanikan diri bertanya tentang apa yang sebenarnya terjuadi. "Siapa yang akan menikah, nek? Alisya kan belum tamat kuliah."

"Ya emang bukan aku yang akan menikah," ketus Alisya sambil memainkan ponselnya malas.

"Terus siapa? Di rumah ini hanya kita berdua anak ayah. Takkan nenek yang akan menikah?" tanya Hana benar-benar kebingungan.

"Kok nenek, sih. Gawur kamu. Yang akan menikah besok itu kamu," jawab Wati keceplosan.

Hana langsung tercengang tapi beberapa saat kemudian dia langsung berusaha menyadarkan dirinya agar tetap tenang. "Nenek sudah pintar ngelawak sekarang yah." Hana berusaha mencairkan suasana.

"Nenek nggak ngelawak ... Ini kenyataannya. tanya saja pada ayah kamu." Wati tidak ingin menutup-nutupinya lagi.

Hana semakin gelisah dalam duduk nya. Ia menatap sang ayah untuk mencari penjelasan tapi yang ada hanya kekecewaan yang ia rasakan. Walaupun ia masih belum mendengar penjelasan apapun tapi hati nya sudah tahu kebenarannya.

Ardi hanya bisa tertunduk lesu, bingung harus mengatakan apa pada Hana agar anaknya itu tidak sedih tapi tetap pasrah dengan keinginannya.

"Kalau kamu nggak bisa mengatakan yang sejujurnya pada Hana. Biar aku saja." Aisyah sama sekali tidak memikirkan perasaan Hana berbeda dengan suaminya yang sedikit takut membuat anak gadisnya bersedih.

"Dengar sini ya, Hana. Besok kamu harus menikah dengan pria kaya raya untuk menebus hutang keluarga ini. Kalau tidak maka ayah kamu yang tercinta ini akan mati di tangan mereka." Aisyah paling tahu kelemahan Hana.

Hana tercengang. Hatinya bagaikan dihantam ribuan batu kerikil yang berhasil menghancurkan perasaannya sampai tidak berbentuk. Dari kecil ia selalu di tuntut untuk pasrah dan harus mengutamakan keluarga dari dirinya sendiri.

"Tapi kenapa harus aku, ibu? Kenapa tidak Alisya aja? Selama ini aku selalu mengalah tapi aku mohon jangan paksa aku menikah dengan pria yang tidak aku cintai." Hana sudah larut dalam tangisnya.

"Hei! Kok aku sih? Aku kan masih banyak impian yang harus aku gapai, sedangkan kamu hanya beban orang tua yang tidak ada harganya." Alisyah menghampiri Hana lalu menunjuk-tunjuk jidatnya. "Harusnya kamu bersyukur dong karena selepas ini kamu pasti akan hidup enak nggak perlu susah payah kerja lagi."

"Betul apa yang di katakan Alisya. Lagian kamu tidak akan mendapatkan pria yang lebih baik dari orang kaya itu di luar sana, lihat penampilan kamu seperti ini siapa yang akan suka." Lalu merangkul Alisya. "Lain lah, Alisya. dia cantik, putih dan berpendidikan tinggi pasti banyak pria tampan kaya di luar sana yang akan antri," dukung Aisyah sambil memeluk anak kesayangannya itu.

Hana beralih pada Ardi yang setia tertunduk lesu tak berdaya. "Ayah, Hana belum ingin menikah," lirih Hana sambil menggenggam tangan ayahnya itu dengan harapan ia tidak akan dijadikan penebus hutang keluarga.

"Maafkan ayah, nak. Kamu tetap harus menikah dengan pria itu besok." Ardi sudah tidak lagi memperdulikan perasaan Hana demi kelangsungan hidup keluarganya.

Gadis dengan penampilan tertutup itu seketika lemas tak percaya dengan apa yang ia dengar. Pria yang menjadi harapan satu-satunya malah turut memintanya menikah.

Terpopuler

Comments

hìķàwäþî

hìķàwäþî

tenat? apa tenat itu bhs Indonesia? kl ya.. nambah 1 kosa kata baru

2024-01-28

1

Meliya Inisial E

Meliya Inisial E

jgn terlalu di paksa jika gk mau/Shy/

2024-01-13

1

Meliya Inisial E

Meliya Inisial E

sangat seru dan menajubkan/Smile/bisa menambah motivasi baru kita

2024-01-13

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Khawatir membawa petaka
2 Bab 2 Ardi ketar-ketir
3 Bab 3 Mempermainkan Bram
4 Bab 4 Ancaman Uwais
5 Bab 5 Dak dik Duk pertama
6 Bab 6 Malam pertama
7 Bab 7 Mimpi buruk
8 Bab 8 Saling berpelukan
9 Bab 9 Bertemu Aiman
10 Bab 10 Qarny dan Rentara
11 Bab 11 Sikap Alisya yang menjengkelkan
12 Bab 12 Gara-gara ponsel jadul
13 Bab 13 Bakso Mercun
14 Bab 14 Masa lalu Uwais
15 Bab 15 Kegeeran
16 Bab 16 Kelvin
17 Bab 17 Pertengkaran
18 Bab 18 Khawatir
19 Bab 19 Fitnah untuk Kelvin
20 Bab 20 Semakin dekat
21 Bab 21 Memakaikan baju untuk Uwais
22 Bab 22 Masuk kerja
23 Bab 23 Hari pertama kerja
24 Bab 24 Aiman bersikap aneh
25 Bab 25 Bau acem
26 Bab 26 Alia datang
27 Bab 27 Ingin tinggal berdua
28 Bab 28 Fitnah di Hotel
29 Bab 29 Perundungan di Pantry
30 Bab 30 Fitnah
31 Bab 31 Rumah baru
32 Bab 32 Dukun sakti bertindak
33 Bab 33 Markas Aiman
34 Bab 34 Sepiring berdua
35 Bab 35 Make Over
36 Bab 36 Sandiwara
37 Bab 37 Tinggal di kota
38 Bab 38 Kejutan
39 Bab 39 Pembalasan pertama
40 Bab 40 Membuat Alisya Panas
41 Bab 41 Kebencian Alisya
42 Bab 42 Fitnah dari Alia
43 Bab 43 Hasutan Alia
44 Bab 44 Perdebatan antara anak dan ayah
45 Bab 45 masakan sederhana
46 Bab 46 Robot kecil milik Uwais
47 Bab 47 Malam Pertama
48 Bab 48 Hana dan Aiman marahan
49 Bab 49 Fakta Baru
50 Bab 50 29 tahun lalu
51 Bab 51 Masa lalu
52 Bab 52 Kembali
53 Bab 53 Mulai terbiasa bersama
54 Bab 54 Sandiwara
55 Bab 55 Kecewa atau canggung
56 Bab 56 Mulai curiga
57 Bab 57 Izati dan Bram mulai renggang
58 Bab 58 Tamparan dari Karin
59 Bab 59 Pertengkaran
60 Bab 60 Alisya dan David
61 Bab 61 Aiman Panik
62 Bab 62 Pertanyaan Uwais
63 Bab 63 Alia menemui Aiman
64 Bab 64 Berpisah
65 Bab 65 Masa Lalu Bram
66 Bab 66 Harus Tega
67 Bab 67 Nggak menyangka
68 Bab 68 Bingung
69 Bab 69 Samsak Mayat
70 Bab 70 Uwais ngambek
71 Bab 71 Qairunnisa
72 Bab 72 Tenang
73 Bab 73 Dasar Mesum
74 Bab 74
75 Bab 75 Alisya menemui kedua orang tuanya
76 Bab 76 Membawa pergi
77 Bab 77 Kejujuran Gala
78 Bab 78 Tegang
79 Bab 79 Terkuak
80 Bab 80 Semakin tegang
81 Bab 81 Kucing comel
82 Bab 82 Kemarahan Hana
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Bab 1 Khawatir membawa petaka
2
Bab 2 Ardi ketar-ketir
3
Bab 3 Mempermainkan Bram
4
Bab 4 Ancaman Uwais
5
Bab 5 Dak dik Duk pertama
6
Bab 6 Malam pertama
7
Bab 7 Mimpi buruk
8
Bab 8 Saling berpelukan
9
Bab 9 Bertemu Aiman
10
Bab 10 Qarny dan Rentara
11
Bab 11 Sikap Alisya yang menjengkelkan
12
Bab 12 Gara-gara ponsel jadul
13
Bab 13 Bakso Mercun
14
Bab 14 Masa lalu Uwais
15
Bab 15 Kegeeran
16
Bab 16 Kelvin
17
Bab 17 Pertengkaran
18
Bab 18 Khawatir
19
Bab 19 Fitnah untuk Kelvin
20
Bab 20 Semakin dekat
21
Bab 21 Memakaikan baju untuk Uwais
22
Bab 22 Masuk kerja
23
Bab 23 Hari pertama kerja
24
Bab 24 Aiman bersikap aneh
25
Bab 25 Bau acem
26
Bab 26 Alia datang
27
Bab 27 Ingin tinggal berdua
28
Bab 28 Fitnah di Hotel
29
Bab 29 Perundungan di Pantry
30
Bab 30 Fitnah
31
Bab 31 Rumah baru
32
Bab 32 Dukun sakti bertindak
33
Bab 33 Markas Aiman
34
Bab 34 Sepiring berdua
35
Bab 35 Make Over
36
Bab 36 Sandiwara
37
Bab 37 Tinggal di kota
38
Bab 38 Kejutan
39
Bab 39 Pembalasan pertama
40
Bab 40 Membuat Alisya Panas
41
Bab 41 Kebencian Alisya
42
Bab 42 Fitnah dari Alia
43
Bab 43 Hasutan Alia
44
Bab 44 Perdebatan antara anak dan ayah
45
Bab 45 masakan sederhana
46
Bab 46 Robot kecil milik Uwais
47
Bab 47 Malam Pertama
48
Bab 48 Hana dan Aiman marahan
49
Bab 49 Fakta Baru
50
Bab 50 29 tahun lalu
51
Bab 51 Masa lalu
52
Bab 52 Kembali
53
Bab 53 Mulai terbiasa bersama
54
Bab 54 Sandiwara
55
Bab 55 Kecewa atau canggung
56
Bab 56 Mulai curiga
57
Bab 57 Izati dan Bram mulai renggang
58
Bab 58 Tamparan dari Karin
59
Bab 59 Pertengkaran
60
Bab 60 Alisya dan David
61
Bab 61 Aiman Panik
62
Bab 62 Pertanyaan Uwais
63
Bab 63 Alia menemui Aiman
64
Bab 64 Berpisah
65
Bab 65 Masa Lalu Bram
66
Bab 66 Harus Tega
67
Bab 67 Nggak menyangka
68
Bab 68 Bingung
69
Bab 69 Samsak Mayat
70
Bab 70 Uwais ngambek
71
Bab 71 Qairunnisa
72
Bab 72 Tenang
73
Bab 73 Dasar Mesum
74
Bab 74
75
Bab 75 Alisya menemui kedua orang tuanya
76
Bab 76 Membawa pergi
77
Bab 77 Kejujuran Gala
78
Bab 78 Tegang
79
Bab 79 Terkuak
80
Bab 80 Semakin tegang
81
Bab 81 Kucing comel
82
Bab 82 Kemarahan Hana

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!