Menaklukkan Suamiku
Hana dengan terburu-buru mengemasi beberapa pakaiannya masuk ke dalam tas. Kabar yang barusan ia dengar berhasil membuatnya panik dan bergegas untuk berangkat pulang ke kampung halamannya.
"Kamu ada masalah apa, Hana? Kok terlihat panik banget." Alia merupakan teman sekos Hana. Ia memperhatikan temannya yang sedang terburu-buru itu dari bibir pintu kamar.
"Aku mau pulang, Lia. Bokap gue lagi sakit tenat," jawab Hana tanpa menoleh.
"Gue khawatir lihat Lo panik gitu. Tenangkan pikiran Lo dulu, Ok," saran Alia penuh perhatian.
"Lo tenang aja, Lia. Gue baik-baik aja kok. Gue cuma khawatir dengan bokap gue." Dari wajah nya masih terlihat jelas kepanikannya. Semua persediaannya sudah lengkap masuk ke dalam tas. Hana mengambil ponselnya dan kunci motor miliknya di atas meja dan bergegas pergi.
"Lo hati-hati tapi." Alia masih setia memperhatikan kepergian temannya.
"Gue pergi dulu," pamit Hana sambil menutup pintu kamar miliknya.
Melajukan motor butut satu-satunya harta yang ia miliki dengan kecepatan tinggi. Meskipun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya tapi ia tetap fokus agar selamat sampai tujuan.
Sepanjang jalan Hana terus memikirkan bagaimana keadaan ayahnya sekarang. Tidak dapat dipungkiri perasaan Hana saat ini bercampur aduk, sama ada ingin percaya atau tidak apa yang telah di sampaikan oleh ibunya tadi sebab dari beberapa hari yang lalu ia di minta pulang tapi ia selalu memberi alasan agar tidak memenuhi keinginan ibunya itu. Tapi apabila bersangkutan dengan ayahnya, ia langsung panik sebab ayahnya itu lah satu-satunya orang yang tidak pernah kasar padanya.
"Semoga ayah baik-baik saja."
Sekitar empat jam perjalanan mengendarai motor, juga beberapa kali berhenti beristirahat sejenak sambil makan siang, sekarang akhirnya Hana tiba di gapura kampung halamannya. Sudah dua tahun ia tidak pulang menginjakkan kaki di tanah masa kecilnya ini karena tuntutan keluarga untuk bekerja.
Pemandangan di kampung tidak jauh berbeda dari beberapa tahun lalu tapi bukan itu yang menjadi pusat pikiran Hana saat ini. Yang ia inginkan segera sampai di rumahnya dan memeriksa keadaan ayahnya.
"Kok halaman rumah ada tenda biru? Siapa yang akan melangsungkan pernikahan?" bingung Hana. Dalam panggilan tadi ibunya sama sekali tidak mengatakan apapun jika akan mengadakan majlis pernikahan. Lagipula mustahil milik tetangga karena tenda yang sudah dihias itu tepat berada di depan rumah kedua orang tuanya.
saat memasuki halaman rumah, Hana memarkir motornya dengan perasaan yang berubah was-was. Tapi ia tetap berpikiran positif dan mencoba fokus pada memastikan kondisi ayahnya. saat ia berjalan memasuki rumah, semua mata tetangga yang datang menatap aneh ke arahnya.
"Kok penampilannya begitu yah? Nggak ada ayu-ayunya sama sekali," bisik Bu Susi salah satu tetangga julit di kampungnya.
"Iya toh besti, padahal besok udah mau nikah." Teman di sampingnya turut menjeling tajam.
"Aku yakin nih bakal di cerain di malam pertama," tebak Bu Susi dengan yakin.
"Kenapa pula Bu Susi?" bingung Bu Juna.
"Ya iya lah, aku yakin dengan penampilannya yang seperti itu hanya untuk menutupi kalau dia di kota itu nakal. Makanya si Yanti aku nggak bolehin ke kota takut jadi gadis nakal kayak si Hana itu." Dengan memanyunkan bibirnya tidak suka pada Hana.
Hana tidak memperdulikan semua bisik-bisik tetangga yang dari dulu tidak menyukainya. Lagi pula ia juga tidak terlalu jelas mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
"Kamu sudah sampai, Hana?" Aisyah terkejut melihat Hana sudah berada di depan matanya, dengan cepat menarik tangan Hana masuk ke dalam kamar. Hana yang masih tampak bingung hanya pasrah di tarik oleh sang ibu.
Dalam kamar sudah berkumpul semua ahli keluarga ada Ardi ayahnya Hana, Alisya adiknya Hana dan Wati neneknya Hana.
Melihat anaknya sudah ada di depan mata Ardi langsung memeluk anaknya dengan hangat. "Ayah rindu sama kamu nak, kenapa tidak pernah pulang?" tanya Ardi sambil membelai rambut Hana lembut.
"Maafkan, Hana. Ayah baik-baik saja kan? Kata ibu, ayah sedang sakit parah," lirih Hana sambil meneteskan air mata sedih bercampur haru.
Ardi menatap istrinya dengan tatapan marah. "Apa maksud kamu menipu Hana, Aisyah? Kamu menginginkan aku sakit parah!" bentak Ardi.
"Jika aku tidak mengatakan kamu sedang sakit, dia mana mungkin akan pulang ke sini," jawab Aisyah jengah. "Lihat di luar! Semua persiapan sudah selesai tapi dia tetap ngotot nggak mau pulang. Kalau aku mengatakan yang sejujurnya mana mungkin dia akan muncul di hadapan kamu sekarang. Makanya sebelum ngomong itu di pikir!"
Bukannya takut pada bentakan suaminya, Aisyah malah balik membentak suaminya kembali.
"Sudah-sudah. Jangan bertengkar lagi, jangan teriak-teriak nanti tetangga pada dengar masalah keluarga kita. Mau diletak di mana muka mama ini." Wati mencoba meleraikan anak dan menantunya.
"Hana, mari nak kita duduk dulu, kamu pasti capek dari perjalanan jauh," tawar Wati pada Hana yang hanya berdiri mematung melihat pertengkaran kedua orang tuanya tadi.
Meskipun merasa aneh pada sikap neneknya yang tiba-tiba berubah baik padanya, Hana tetap memberanikan diri bertanya tentang apa yang sebenarnya terjuadi. "Siapa yang akan menikah, nek? Alisya kan belum tamat kuliah."
"Ya emang bukan aku yang akan menikah," ketus Alisya sambil memainkan ponselnya malas.
"Terus siapa? Di rumah ini hanya kita berdua anak ayah. Takkan nenek yang akan menikah?" tanya Hana benar-benar kebingungan.
"Kok nenek, sih. Gawur kamu. Yang akan menikah besok itu kamu," jawab Wati keceplosan.
Hana langsung tercengang tapi beberapa saat kemudian dia langsung berusaha menyadarkan dirinya agar tetap tenang. "Nenek sudah pintar ngelawak sekarang yah." Hana berusaha mencairkan suasana.
"Nenek nggak ngelawak ... Ini kenyataannya. tanya saja pada ayah kamu." Wati tidak ingin menutup-nutupinya lagi.
Hana semakin gelisah dalam duduk nya. Ia menatap sang ayah untuk mencari penjelasan tapi yang ada hanya kekecewaan yang ia rasakan. Walaupun ia masih belum mendengar penjelasan apapun tapi hati nya sudah tahu kebenarannya.
Ardi hanya bisa tertunduk lesu, bingung harus mengatakan apa pada Hana agar anaknya itu tidak sedih tapi tetap pasrah dengan keinginannya.
"Kalau kamu nggak bisa mengatakan yang sejujurnya pada Hana. Biar aku saja." Aisyah sama sekali tidak memikirkan perasaan Hana berbeda dengan suaminya yang sedikit takut membuat anak gadisnya bersedih.
"Dengar sini ya, Hana. Besok kamu harus menikah dengan pria kaya raya untuk menebus hutang keluarga ini. Kalau tidak maka ayah kamu yang tercinta ini akan mati di tangan mereka." Aisyah paling tahu kelemahan Hana.
Hana tercengang. Hatinya bagaikan dihantam ribuan batu kerikil yang berhasil menghancurkan perasaannya sampai tidak berbentuk. Dari kecil ia selalu di tuntut untuk pasrah dan harus mengutamakan keluarga dari dirinya sendiri.
"Tapi kenapa harus aku, ibu? Kenapa tidak Alisya aja? Selama ini aku selalu mengalah tapi aku mohon jangan paksa aku menikah dengan pria yang tidak aku cintai." Hana sudah larut dalam tangisnya.
"Hei! Kok aku sih? Aku kan masih banyak impian yang harus aku gapai, sedangkan kamu hanya beban orang tua yang tidak ada harganya." Alisyah menghampiri Hana lalu menunjuk-tunjuk jidatnya. "Harusnya kamu bersyukur dong karena selepas ini kamu pasti akan hidup enak nggak perlu susah payah kerja lagi."
"Betul apa yang di katakan Alisya. Lagian kamu tidak akan mendapatkan pria yang lebih baik dari orang kaya itu di luar sana, lihat penampilan kamu seperti ini siapa yang akan suka." Lalu merangkul Alisya. "Lain lah, Alisya. dia cantik, putih dan berpendidikan tinggi pasti banyak pria tampan kaya di luar sana yang akan antri," dukung Aisyah sambil memeluk anak kesayangannya itu.
Hana beralih pada Ardi yang setia tertunduk lesu tak berdaya. "Ayah, Hana belum ingin menikah," lirih Hana sambil menggenggam tangan ayahnya itu dengan harapan ia tidak akan dijadikan penebus hutang keluarga.
"Maafkan ayah, nak. Kamu tetap harus menikah dengan pria itu besok." Ardi sudah tidak lagi memperdulikan perasaan Hana demi kelangsungan hidup keluarganya.
Gadis dengan penampilan tertutup itu seketika lemas tak percaya dengan apa yang ia dengar. Pria yang menjadi harapan satu-satunya malah turut memintanya menikah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
hìķàwäþî
tenat? apa tenat itu bhs Indonesia? kl ya.. nambah 1 kosa kata baru
2024-01-28
1
Meliya Inisial E
jgn terlalu di paksa jika gk mau/Shy/
2024-01-13
1
Meliya Inisial E
sangat seru dan menajubkan/Smile/bisa menambah motivasi baru kita
2024-01-13
1