Istri Rahasia Tuan Muda

Istri Rahasia Tuan Muda

Melamar kerja

Pagi itu, Riri mengenakan seragam formal dengan penuh kesiapan matang, lalu menata rambut panjangnya dengan cara mengikat ke belakang.

Wajah manisnya di hiasi sedikit make-up, menampilkan pesona yang luar biasa di usianya yang masih sangat muda yakni 18 tahun. Setelah usai mendandani diri sendiri, gadis berwajah manis nan imut itu keluar dari dalam kamar.

"Ri, mau sarapan dulu?" tawar Bu Yuli dengan lemah lembut pada putri bungsunya tersebut, tetapi Riri terlihat begitu terburu-buru.

"Nanti saja Ma, aku agak telat nih," tolak Riri seraya berjalan cepat ke menuju keluar.

"Ma, doakan aku ya, semoga aku diterima kerja," teriaknya pada sang ibu pada saat akan berangkat, sementara ayahnya sudah pergi ke pasar sejak pukul lima subuh untuk berjualan buah-buahan.

"Ya, hati-hati di jalan, Nak," peringatkan Bu Yuli.

Riri menatap benda di pergelangan tangannya, menyadari bahwa waktu berjalan sangat cepat, wajahnya yang agak santai berubah menjadi tegang dalam waktu singkat.

"Aduh, ini sudah hampir pukul 7, aku bisa telat nih," keluhnya di hantui kecemasan.

Gadis itu melangkah tergesa-gesa, sampai-sampai tak sengaja menubruk siapa pun yang berpapasan saat di jalan karena padatnya aktifitas para pejalan kaki di trotoar.

"Eh, maaf-maaf," ucapnya sambil berlalu tampa mempedulikan umpatan orang-orang yang di tubruk olehnya

Ia berlari kecil menuju ke jalan utama untuk menghentikan kendaraan umum, hal itu memakan banyak waktu yang sangat berharga.

"Ah, lama banget!" keluh Riri seraya menatap lampu lalu lintas yang masih hijau, padahal ia harus menyebrang jalan.

Tanpa sabar, ia memberanikan diri melintasi zebra cross meski lampu masih hijau, di antara kendaraan yang melaju.

Tiba-tiba, sebuah mobil tanpa kendali hampir saja menabraknya. Terpaksa pengendara mobil itu menginjak rem secara mendadak, menyebabkan suara decitan, membuat Riri berhenti dan menoleh dengan wajah tengang.

Gadis itu merapatkan kedua telapak tangannya sebagai permohonan maaf, tetapi pria tampan di dalam mobil hanya terpaku beberapa saat ketika memandang wajah gadis tersebut.

"Cantik," gumam pria tampan itu memuji penampilan Riri yang terlihat dari kaca mobilnya.

Meski begitu, Riri tidak bisa melihat wajah orang di dalam sana karena kaca mobil terlihat gelap dari luar.

Liam reflek menyunggingkan kedua sudut bibirnya saat memandangi Riri.

Sedangkan pengendara di belakang yang kesal berlomba-lomba membunyikan klakson, memaksa Liam untuk melanjutkan perjalanan, menimbulkan kebisingan di lalu lintas yang padat.

"Woi... Malah berhenti!" teriak seorang pengendara lainnya sambil menekan-nekan klakson beberapa kali seolah tak ada kesabaran.

Mengetahui itu, dengan cepat Liam segera tancap gas untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke perusahaan.

...

Riri masih sangat syok, dadanya berdebar pasca insiden yang hampir mencelakakan dirinya tadi.

"Astaga, nyaris saja aku tertabrak mobil." Riri mengelus dadanya, mencoba menenangkan diri dalam situasi menegangkan barusan.

Ia mencegah kendaraan umum yang lewat, kemudian naik, dan tak butuh waktu lama ia tiba di tempat tujuan.

Gadis itu kembali menatap jam tangannya. "Astaga, sudah jam setengah delapan, aku sudah telat untuk interview," pekiknya. Meski begitu, dengan hati berdebar, ia memberanikan diri masuk.

"Pak, permisi, kalau mau interview di ruangan mana, ya?" tanya Riri pada petugas di sana.

"Langsung saja masuk ke dalam," jawab seorang security dengan wajah angkuh, diangguki cepat oleh Riri.

"Oh, Terimakasih." Gadis itu hendak masuk, tetapi langkahnya dihentikan.

"Hei, tunggu!" teriak security tersebut, membuat Riri menoleh kembali.

"Ada apa, Pak?" tanya gadis itu.

"Kamu sudah terlambat setengah jam, Bos kami tidak suka orang yang tidak disiplin dengan waktu!" terangnya.

Riri menekuk wajah dengan ekspresi lunglai.

"Memangnya, tak ada kesempatan untuk saya?" tanya gadis itu dengan wajah penuh permohonan.

"Sebaiknya kamu pulang saja dari pada kena marah Bos," papar security tersebut dengan tegas.

Riri harus menelan pil pahit karena telat bangun pagi yang membuat semuanya berantakan.

"Ya sudah Pak, kalau begitu saya permisi," pamitnya dengan suara yang lirih, berjalan lemas sambil menggerutu dalam hati.

***

Ia kembali ke rumahnya dengan wajah yang ditengadahkan, sambil melempar amplop coklat yang berisi surat lamaran ke atas meja.

"Aah!" Riri berdesah kesal, seraya menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa butut yang sudah bolong karena keterbatasan ekonomi keluarga mereka.

Sang Ibu menghampirinya, karena penasaran ia bertanya, "Bagaimana, Ri? Kamu keterima?"

Riri menghela napas kesal dalam-dalam. "Boro-boro! Aku bahkan tidak sempat interview sama sekali karena datang terlambat, padahal ini kesempatan buat aku," jawab Riri yang seakan tidak puas. Ia lantas cemberut penuh kesal di wajahnya.

Tiba-tiba, Ninu yang merupakan kakak dari Riri datang berkunjung. Ninu memiliki selisih usia 5 tahun dari sang adik, dan ia sudah menikah serta memiliki seorang putri yang masih kecil.

"Riri, kamu kenapa?" tanya Ninu, Riri melipat kedua tangan di atas dada sembari menghela napas panjang.

"Adikmu tidak jadi interview, gara-gara telat," terang sang Ibu, Ninu mengangguk.

"Sebenarnya aku datang kemari mau menawarkan kerjaan buat kamu, Ri," ungkap sang kakak. Kedua mata Riri membelalak tajam dengan penuh antusias.

"Wah, kerjaan apa, Kak?" tanya gadis berambut panjang itu, Ninu canggung mengatakannya karena takut jika Riri akan menolak mentah-mentah tawaran tersebut.

"Ehm, anu, jadi pembantu," jawabnya, membuat tubuh Riri kembali lemas, sedangkan Ninu memandanginya dengan skeptis.

"Tuh, kan kamu pasti gak akan mau." Ninu mengusap lembut punggung sang adik.

"Ya kirain tawaran kerja di toko jadi SPG, kasir, atau pramuniaga gitu, eh ini malah ditawari kerja jadi babu!" cibir Riri membayangkan betapa memalukannya profesi tersebut, apalagi jika kawan-kawannya tahu ia bekerja sebagai seorang maid.

"Tapi ini beda banget, Ri. Gajinya, nggak usah tanya deh," goda sang kakak. Awalnya, Riri tak peduli. Namun, mendengar seberapa besar gajinya, ia menoleh penasaran pada Ninu, ingin tahu lebih lanjut.

"Dimana? Gajinya berapa?" tanya Riri. Ninu menggeser layar ponselnya, menunjukkan info pekerjaan itu. Kedua mata Riri terbelalak tajam.

"Komplek perumahan Taman Platinum Estates, blok A nomor 15," bisik Riri saat membaca alamatnya.

Lalu, ia melihat deskripsi dan keterangan berikut, juga gaji yang begitu menggiurkan.

"Wah, serius gajinya segini?" Riri melirik sang kakak, Ninu mengangguk.

"Ya, beneran, tapi pasti banyak yang melamar, pastinya banyak juga saingannya, kamu mau atau nggak, nih?" tawar Ninu menegaskan sekali lagi, mencoba membuka pembicaraan.

Riri merenung sejenak sambil mengembangkan senyuman.

"Wah, gajinya sangat besar, dan itu kan, Mansion elit. Kalau gaji sebanyak itu, aku bisa shopping tiap hari, makan makanan enak, perawatan tubuh dan wajah, hihihi..." batin Riri, membayangkan kehidupan yang mewah di depan matanya.

"Ri, gimana, ambil apa enggak?" Ninu menepuk bahu adiknya, mencoba menyadarkan Riri dari lamunannya.

"I-iya, aku mau, Kak." Gadis itu mengangguk mantap.

"Ya sudah, kamu persiapkan lamaran dan juga kemasi pakaianmu, besok kita akan berangkat, kakak yang antar kamu," ujar Ninu. Riri mengerutkan keningnya, heran.

"Apa? Kemasi pakaian? Tapi kan itu belum tentu aku diterima," tanya Riri. Ninu menyikapi dengan santai.

"Memangnya kamu gak baca aturan yang ini?" Ninu menunjuk peraturan yang mengharuskan pelamar membawa pakaian mereka. Riri mengangguk dan tersenyum cengo.

"Hehe, oh iya, aku gak sempat baca bagian itu," ucapnya.

...

Tibalah keesokan hari...

Riri berbenah, memasukkan beberapa helai pakaian ke dalam tas ransel hitam berukuran besar, dibantu oleh sang ibu.

"Kamu yakin, Ri?" tanya wanita paruh baya tersebut kepada putri bungsunya. Riri mengangguk mantap.

"Yakin Ma, karena aku ingin punya penghasilan sendiri. Aku ingin membeli apapun tanpa meminta kepada Papa dan Mama," ungkap Riri. Ia merasa bahwa usianya sudah cukup untuk bekerja, meski tak sempat melanjutkan kuliah.

"Tapi Mama harap, kamu bisa melanjutkan pendidikanmu kalau misalnya kamu sudah berpenghasilan cukup," ujar sang ibu dengan bijaksana. Riri mengangguk seraya tersenyum.

"Soal itu, gampang. Yang penting kerja dulu, cari duit buat bisa nabung untuk kuliah." Riri tampak sangat bersemangat. Sesaat, semuanya selesai.

Gadis berwajah manis itu meminta izin kepada sang Ayah.

"Pah, doakan aku ya, semoga semuanya berjalan lancar," harapnya. Diangguki oleh Pak Johan yang saat itu sudah bersiap untuk ke pasar.

"Ya, Papa selalu mendoakan mu, Nak." Pria paruh baya itu mengelus kepala putrinya dengan hangat.

"Memangnya kalau kamu bekerja di sana, itu artinya kamu akan pulang satu bulan sekali?" tanya Pak Johan penuh rasa cemas.

"Ya, persyaratannya seperti itu, Pah, tapi Papa dan Mama, tenang saja. Aku bisa jaga diri dengan baik, aku berjanji pada kalian," ujar Riri dengan tekad dan keyakinan, membuat keduanya percaya.

"Baiklah, ingat! Yang terpenting, jaga harga diri dan kehormatanmu sebagai seorang wanita." Pa Johan berbicara tegas dan serius. Riri mengangguk.

"Baik Pah," jawabnya.

Di luar, terdengar suara klakson motor menggema, membuat Riri mengakhiri obrolan dengan kedua orangtuanya.

"Pah, Ma, aku berangkat dulu." Gadis itu meraih tangan kedua orangtuanya secara bergantian, kemudian bergegas.

Ia naik ke belakang jok motor sang kakak, dan kendaraan itu segera meluncur ke tujuan.

***

Di tempat yang berbeda, pagi itu, dalam ruang makan keluarga yang sangat mewah, terdapat Ayah, Ibu, dan dua putra. Putra pertama berusia 25 tahun, sementara putra bungsu masih berusia 10 tahun.

Suasana khidmat terasa di ruangan itu saat mereka menikmati sarapan yang disajikan oleh beberapa pelayan yang mengenakan pakaian formal hitam putih.

Saat itu sang Ibu tiba-tiba berkata, "Liam, besok lusa adalah acara pertunangan kamu dengan Karina."

Liam yang sedang menyantap hidangannya tersedak, menunjukkan ketidakbahagiaan dalam raut wajahnya.

"Lalu?" tanya Liam tanpa menunjukkan kegembiraan.

Pasalnya kedua orangtua tersebut ingin menjodohkan Liam dengan putri sahabat mereka, keduanya berharap mendapatkan menantu yang setara, terutama dalam hal urusan bisnis keluarga.

Liam, seakan tanpa daya, tunduk dan patuh pada rencana orangtuanya.

Ia sulit didekati atau mendekati wanita, karena sosoknya yang berwibawa dan kaya raya, seolah sulit untuk di gapai oleh wanita manapun.

Acara pertunangan tersebut hanyalah satu lagi dari banyak kewajiban yang harus ia jalani demi menyenangkan kedua orangtuanya.

"Persiapkan diri kamu, jangan membuat kami malu di acara nanti!" tegur Bu Mauri pada putra sulungnya dengan nada tegas. Liam hanya bisa mengangguk, tetapi dalam hatinya, tak ada secercah perasaan untuk calon tunangannya, Karina.

Pak Leo menambahkan, "Kalian itu pasangan yang cocok, cantik dan tampan."

Senyum tipis yang muncul di wajah Liam menunjukkan bahwa ia masih jauh dari memiliki perasaan yang sejalan dengan pernyataan tersebut.

Bagi Liam, ini bukanlah cinta, tetapi sekadar kewajiban yang harus dipenuhi demi kebahagiaan orangtuanya.

Seorang maid yang bernama Rindy hendak menambahkan air putih ke dalam gelas milik Liam dengan penuh perhatian. "Mau di tambah lagi minumnya, Tuan?" tawar sang maid, Liam membentangkan lengan.

"Cukup!" tolaknya yang sudah cukup kenyang.

"Oh ya, Mama akan menambah 1 orang maid lagi untuk menggantikan maid yang sudah resign," ujar Bu Mauri, tampaknya Liam dan yang lainnya tak mempedulikan.

"Terserah Mama saja," kata Liam dengan ekspresi dingin, begitu juga dengan Pak Leo.

Sementara Tomi, sang adik tampak asyik sendiri dengan ponselnya.

"Tomi, taruh dulu handphone mu!" tegur Pak Leo, karena sedari tadi Tomi asyik sendiri di saat anggota keluarga lain sedang berdiskusi, akan tetapi bocah itu tetap bandel seolah tak mempedulikan peringatan sang ayah.

Liam menggeser kursi lalu beranjak, ia langsung meraih ponsel sang adik secara paksa, membuat Tomi berteriak histeris. "Kakak, balikin handphone ku!"

Liam malah senang menjahilinya, sampai akhirnya ia keluar dari dalam ruangan mewah, kedua matanya menyipit saat melihat beberapa gadis pelamar tengah menunggu di dekat gerbang.

Para gadis itu totalnya berjumlah 25 orang. Namun, yang di butuhkan oleh Bu Mauri jelas hanya satu orang saja, itu artinya mereka akan bersaing secara ketat.

Riri merasa pesimis, ia pasrah apapun yang akan terjadi.

Para gadis itu mengamati sosok Liam yang tampan dan penuh karisma dari kejauhan. "Itu pasti Tuan muda," ujar Teti.

"Unch, ganteng banget," sahut Wiwit jantungnya berdegup tak menentu, serta ucapan kagum lainnya terlontar dari mulut para gadis itu, terkecuali Riri yang sedari sibuk tadi berkomunikasi dengan sang kakak yang sedang menunggunya di luar gerbang.

"Semangat Ri, kamu harus yakin!" kata Ninu, Riri mengangguk seraya tersenyum meski saingannya banyak.

...

Bersambung...

Episodes
1 Melamar kerja
2 Babu Elit
3 Tuan Muda tampan
4 Kejadian tak terduga
5 Sorotan sinis
6 Ciuman gara-gara sambal
7 Tercebur
8 Hukuman
9 Bully
10 Insiden di acara pertunangan
11 Perhatian kecil
12 Fitnah
13 Kiss
14 Merawat Tuan Muda
15 Skandal Karina
16 Salting
17 Menyelamatkan Riri
18 Datang bulan
19 Mimpi indah
20 Cewek bar-bar
21 Di pecat
22 Mendadak menikah
23 Izin menginap
24 First Day To Be My Wife
25 Bertemu Mantan
26 Mandi bareng
27 Secret Wife
28 Kembali ke Mansion
29 Cemburu
30 Liburan
31 Villa Lembang
32 Kissing
33 Masih liburan
34 Unboxing
35 Pengganggu
36 Heartache
37 Annoyed
38 Ujian Pernikahan
39 Mendiamkan
40 Paksaan
41 Kenikmatan singkat
42 Tidur bersama
43 Dicurigai
44 Gaun pengantin
45 Pengganggu
46 Surprise
47 Penemuan mengejutkan
48 Hoarding Disorder
49 Mencari bukti
50 Noda lipstik
51 Menonton
52 Terbongkar
53 Malam penuh gairah
54 Pregnant?
55 Pembatalan Kontrak Kerjasama
56 Mimpi buruk
57 Kekecewaan
58 Rencana untuk pergi
59 Aku Pergi
60 Kehilangan
61 Siapa yang bertengkar?
62 Mencari Pekerjaan
63 Semakin dekat
64 Terungkap
65 Hampir saja
66 Mengikuti
67 67
68 68
69 69
70 70
71 71
72 72
73 73
74 74
75 75
76 76
77 77. Pernikahan
78 78
79 79
80 80
81 81
82 82
83 83
84 84
85 85
86 86
87 87
88 88
89 89
90 90
91 91
92 92
93 93
94 Ch 94
95 95
96 96
97 97
98 98
99 99
100 100
101 101
102 102
103 103
104 104
105 105
106 106
107 107
Episodes

Updated 107 Episodes

1
Melamar kerja
2
Babu Elit
3
Tuan Muda tampan
4
Kejadian tak terduga
5
Sorotan sinis
6
Ciuman gara-gara sambal
7
Tercebur
8
Hukuman
9
Bully
10
Insiden di acara pertunangan
11
Perhatian kecil
12
Fitnah
13
Kiss
14
Merawat Tuan Muda
15
Skandal Karina
16
Salting
17
Menyelamatkan Riri
18
Datang bulan
19
Mimpi indah
20
Cewek bar-bar
21
Di pecat
22
Mendadak menikah
23
Izin menginap
24
First Day To Be My Wife
25
Bertemu Mantan
26
Mandi bareng
27
Secret Wife
28
Kembali ke Mansion
29
Cemburu
30
Liburan
31
Villa Lembang
32
Kissing
33
Masih liburan
34
Unboxing
35
Pengganggu
36
Heartache
37
Annoyed
38
Ujian Pernikahan
39
Mendiamkan
40
Paksaan
41
Kenikmatan singkat
42
Tidur bersama
43
Dicurigai
44
Gaun pengantin
45
Pengganggu
46
Surprise
47
Penemuan mengejutkan
48
Hoarding Disorder
49
Mencari bukti
50
Noda lipstik
51
Menonton
52
Terbongkar
53
Malam penuh gairah
54
Pregnant?
55
Pembatalan Kontrak Kerjasama
56
Mimpi buruk
57
Kekecewaan
58
Rencana untuk pergi
59
Aku Pergi
60
Kehilangan
61
Siapa yang bertengkar?
62
Mencari Pekerjaan
63
Semakin dekat
64
Terungkap
65
Hampir saja
66
Mengikuti
67
67
68
68
69
69
70
70
71
71
72
72
73
73
74
74
75
75
76
76
77
77. Pernikahan
78
78
79
79
80
80
81
81
82
82
83
83
84
84
85
85
86
86
87
87
88
88
89
89
90
90
91
91
92
92
93
93
94
Ch 94
95
95
96
96
97
97
98
98
99
99
100
100
101
101
102
102
103
103
104
104
105
105
106
106
107
107

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!