Pembalasan Tuan Muda Yang Dianggap Sampah
“Jadi yah, Sayang. Besok pas masuk ruang resepsi kita, semuanya bakalan dibuat seolah mereka sedang berada di hutan penuh keajaiban! Bertabur kunang-kunang, dan nuansa romantisnya juga dapat banget!” Hasna tersenyum manis menatap wajah tampan Rain, dan tak lain merupakan calon suaminya.
Hasna begitu antusias. Sebab bisa bersama layaknya kini dan itu dengan calon suaminya sendiri, tergolong menjadi hal yang sangat langka. Belum lagi, cara Rain menyikapi khususnya menatapnya dan itu penuh cinta. Semua kenyataan itu membuat hatinya jadi makin berbunga-bunga.
Sampai detik ini, Rain masih sibuk tersipu. Apalagi, ia dan Hasna sudah terbiasa LDR. Hingga hanya karena melihat wajah cantik Hasna dari jarak sangat dekat layaknya sekarang, ia sudah sangat bahagia.
“Bisa jadi, mereka juga mengira kamu nikahnya sama tarzan. Konsep resepsi pernikahan kita sehutan itu, kan? Sementara selama ini, kita selalu LDR. Sekadar jalan bareng saja, nyaris enggak pernah.” Rain merasa geli pada ucapannya sendiri.
“Untungnya kita hidup di zaman yang serba canggih. Bayangkan andai kita hidup di zaman dulu. Enggak kebayang gimana sibuknya para merpati hanya buat mengantar surat cinta kita!” lanjut Rain masih sambil tersenyum.
Dalam hatinya, Rain tengah sibuk memohon. Agar kebersamaannya dan Hasna terus berlangsung. Rain sungguh ingin menghabiskan waktunya hari ini bersama Hasna. Sebisa mungkin, ia ingin lari dari kesibukannya. Karena menjadi orang yang bekerja di belakang layar, selalu membuat waktunya terkuras habis.
Kencan atau sekadar kebersamaan romantis, benar-benar hanya wacana untuk seorang Rain. Bahkan meski satu minggu lagi, ia dan Hasna akan menikah. Jadwal syuting yang menggunung, tetap tidak bisa ia hindari. Beruntung, Hasna tipikal wanita sangat penyabar sekaligus pengertian. Meski Rain juga sadar, semua itu tetap ada batasnya.
Rain tahu Hasna juga wanita biasa yang ingin merasakan hubungan mereka secara nyata. Bukan hanya LDR dan menjadikan pesan sekaligus telepon sebagai komunikasi mereka. Terbukti, beberapa kali ia mendapat laporan dari Hasan. Hasan dan tak lain merupakan kembaran Hasna mengabarkan, bahwa Hasna kerap menangis sambil memandangi foto Rain.
“Oh iya, Sayang ... bagaimana kalau di resepsi kita, sekalian dikasih kuntilanak, wewegombel, termasuk pocong? Biar ada horor-horornya gitu. Aku yakin, itu bakalan lebih seru! Jadi, nanti kita sewa orang didandani gitu. Kita taruh mereka di sudut-sudut yang gelap, biar nuansanya jadi lengkap!” usul Rain sangat bersemangat.
Untuk kali ini, Hasna langsung menggeleng ngeri. “Big No! Yang ada, itu bisa merusak kesakralan acara kita.”
Belum sempat membalas, ponsel Rain yang pria itu taruh di dalam tas Hasna, berdering. Karena Rain juga yang menenteng tas Hasna, pemuda itu bisa mengambilnya dengan leluasa. Detik itu juga kebersamaan mereka jadi dihiasi rasa tidak nyaman. Rain menatap sedih Hasna, kemudian berganti pada layar ponselnya.
“S—sayang ....” Rain merasa sangat bersalah karena belum apa-apa, Hasna yang seolah sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi, sudah langsung sedih.
“Memangnya, kamu ada acara lain, selain meninjau lokasi resepsi kita? Aku pikir hari ini, kita bisa sekalian jalan-jalan, mumpung masih di puncak,” sedih Hasna seiring ia yang mengawasi sekitar.
Langit di sekitar daerah puncak kebersamaan mereka masih saja mendung. Tidak panas dan semilir angin turut menyertai. Suasana yang membuat Hasna betah. Hingga ingin melanjutkan kebersamaan mereka, meski sekadar jalan-jalan ke tempat wisata terdekat. Namun, tampaknya kali ini ia masih harus kembali mengubur keinginannya itu.
“Dua hari lagi aku pulang. Nanti aku kabari kamu. Setelah ini, kalau kamu mau jalan, ya jalan saja sesuka kamu. Nanti diantar pak Samsul, ya!” ucap Rain.
“Ini beneran udahan? Kamu beneran harus pergi?” sedih Hasna dengan suara yang makin lirih.
Ditodong begitu, Rain jadi menatap wanita berhijab merah muda di hadapannya, dengan tatapan khas orang bersalah. Meski berat, Rain berangsur mendekati Hasna, memeluknya erat.
“Lima menit, ... minimal peluk aku lima apa sepuluh menit lagi. Soalnya aku merasa, LDR setelah ini bakalan lebih lama,” rengek Hasna masih belum bisa mengakhiri kesedihannya. Kemudian, ia menengadah hanya untuk menatap Rain yang memang lebih tinggi darinya.
Untuk pertama kalinya Rain merasa, Hasna begitu sedih karena kesibukan Rain. Hasna bersikap seolah calon istrinya itu akan ia tinggal sangat lama. Padahal sesuai jadwal, harusnya mereka hanya tinggal LDR selama dua atau tiga hari lagi.
“Sebenarnya yang berat bukan LDR-nya. Melainkan kesedihan kamu karena LDR kita,” ucap Rain.
“Yang sabar, ya. Aku kerja buat masa depan kita. Jadi kamu jangan sedih-sedih. Nanti kalau sedih, sama papa kamu aku didor, sementara sama daddy aku, aku bakalan dirukiyah atau malah disunat habis,” ucap Rain.
Rain yang masih mendekap erat tubuh Hasna sesuai keinginan wanitanya itu, berangsur mengecup ubun-ubun Hasna berulang kali.
Pada akhirnya mereka tetap berpisah. Untuk mempersingkat jarak tempuh, Rain memutuskan untuk naik ojek. Sementara Hasna diantar sopir mereka. Namun baru Hasna sadari, calon suaminya meninggalkan dompetnya di dalam tas Hasna.
Perjalanan belum genap lima belas menit. Ojek yang membawa Rain makin memasuki pelosok sekitar puncak.
“Bapak sudah biasa ke sini?” tanya Rain berusaha akrab dengan tukang ojeknya.
“Belum, Mas. Ini kebetulan saja, tadi antar penumpang. Terus dapat orderan dari Mas, ya sudah sekalian!” balas tukang ojeknya sampai agak berseru agar terdengar lebih jelas oleh Rain.
Namun, bukannya fokus pada obrolan mereka, Rain justru terusik pada apa yang baru saja mereka lewati. Tadi, ada wanita muda dipanggul ke kebun teh oleh seorang pria. Keduanya tak hanya berdua karena masih ada beberapa pria muda. Fatalnya, sampai detik ini si wanita masih meminta tolong.
“Pak, ... Pak! Itu tadi ... wanita tadi, minta tolong!” sergah Rain. Jiwa kemanusiaannya langsung tergerak, apalagi ia melihat si wanita dibaringkan paksa di tengah kebun teh. “Berhenti, Pak! Berhenti! Ayo Pak, kita tolong dia!”
“Aduh, Mas. Kalaupun mau menolong, Mas harus hati-hati. Harus cari batuan dulu, cari masa. Takutnya malah Mas difitnah!” ucap tukang ojek yang memang langsung berhenti sesuai permintaan Rain.
Menolong harus menunggu bantuan, sementara yang harus ditolong sudah di ujung tanduk? Rain tidak bisa begitu!
Rain memutuskan untuk membayar tukang ojeknya karena pria tersebut tetap menolak ikut campur. Namun baru Rain sadari, dirinya meninggalkan dompetnya di dalam tas Hasna. Karenanya, ia membayar tukang ojeknya melalui dompet digital.
“T—tolong!”
Teriakan si wanita terdengar makin jelas seiring jarak Rain yang makin dekat dengan TKP. Sampai detik ini, Rain masih berlari. Ia paling tidak bisa ada kejahatan apalagi kejahatan kepada wanita dan itu berkaitan dengan se-ksualitas!
“Berhenti! Apa yang kalian lakukan?!” teriak Rain sama sekali tidak takut.
Ada empat pria muda sebaya Rain di sana. Rain dapati, si wanita yang sudah terkapar di sekat kebun teh. Wanita itu hanya memakai celan-a dalam, itu saja sudah diturunkan hingga paha. Rain sudah langsung menepis tatapannya dari pemandangan tersebut. Akan tetapi, ia mendekati si wanita guna melindunginya.
Yang membuat Rain lega, beberapa warga berdatangan. Mereka yang tampaknya pemetik teh, berbondong-bondong lari sambil memegangi tudung maupun apa yang mereka gendong di punggung.
Sempat kebingungan dengan apa yang terjadi, keempat pria dan tak lain merupakan pelaku, saling bertatapan. Kemudian, salah satu dari mereka yang celana levisnya sudah melorot, berteriak, “T-tolong! Ada pria sam-pah yang berusaha melec-ehkan Echa!” Kedua tangannya dengan cepat menarik ritsleting kemudian kancing celananya.
“Iya, Cha, kami enggak kenapa-kenapa, kan?” Sementara ketiga pria lainnya segera menolong wanita yang dimaksud.
Pria yang baru saja memakai celana levisnya, buru-buru berlagak layaknya pahlawan. Bogem mentah ia layangkan kepada Rain, dan ia sebut sebagai sam-pah. “B-ajingan kamu, ya!”
“Loh, kok jadi gini? Kalian main-main dengan saya?!” kesal Rain yang memang sampai terjatuh. Dari sudut bibir kiri maupun lubang hidung kirinya, ia dapati sampai berdarah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Selamet Turipno
jgn kalian baca cerita bodoh ini
2025-01-19
0
Ddek Aish
mampir
2025-04-13
0
Bulan Bintang
bca novel teh rositi semua ny bkin degdegan dan bkin mewek 👍🏽😭
2024-02-18
1