Pencarian kepada Rain sudah langsung dilakukan. Semuanya bermula dari menghubungi orang terdekat Rain. Khususnya mereka yang tergabung dalam proyek pembuatan film. Karena alasan Rain menyudahi kebersamaan dengan Hasna pun untuk kepentingan syuting. Namun, tak ada satu pun yang mengetahui kabar Rain. Semuanya kompak memberikan keterangan, bahwa jejak terakhir Rain yang mereka ketahui, justru bersama Hasna.
“Masa iya ini kejutan?” batin Hasna. Ia sungguh sudah berusaha tegar, tapi air matanya tetap sibuk berlinang.
“Besok kita nikah. Besok beneran hari pernikahan kita. Benar, ini kejutan? Sayang, kamu baik-baik saja, kan?” batin Hasna.
Hasna yang terlalu khawatir, sampai mendatangi lokasi terakhir kebersamaannya dengan Rain. Hasna tak datang sendiri karena keluarga mereka juga bersamanya. Apalagi pada kenyataannya, besok merupakan hari pernikahan Hasna dengan Rain. Sementara Rain dan keluarganya sudah menyewa hotel tempat resepsi untuk sekalian menjadi tempat mereka menginap.
“Pri, Sepri. Ini anak lanangku lagi petak umpet sama demi-t apa gimana? Masa ngumpet enggak ketemu-ketemu,” ucap pak Ojan yang tak lain merupakan daddy Rain.
Selain Hasna, pak Ojan memang menjadi sosok yang paling tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Malahan, pak Ojan sudah berulang kali menangis bahkan berkeluh kesah. Kini saja, pak Ojan kembali digendong oleh pak Sepri sambil sesenggukan.
“Takutnya anakku diselong(disesatkan) loh, Pri. Seadanya saja yuk, kita doa bersama. Andai pun ini beneran bagian dari surpres mai son buat mai darling Hasna tertjintah, ya sudah semoga makin dilancarkan macam orang lagi modus pada kebanyakan,” pinta pak Ojan.
Semuanya setuju dengan permintaan pak Ojan. Mereka segera menggelar doa bersama di salah satu kamar hotel yang ditempati orang tua Rain.
Rasa lega sudah langsung mereka dapatkan tak lama mereka selesai doa bersama. Bahkan meski Rain tak kunjung datang. Meski pada akhirnya, Hasna berakhir pingsan lantaran di hari pernikahan, Rain tetap tidak kunjung datang.
“Hasan, maju gantikan kakakmu!” ucap pak Syam yang tak mau membuat resepsi akbar di sana hanc-ur begitu saja tanpa tuan.
“Eh, eh ... firasatku langsung enggak enak, Pa. Ini maksudnya, aku harus gendong pohon pisang buat nyengir bareng di pelaminan? Oh, enggak ... jangan ... konsepnya beneran enggak gini, Pa!” Hasan benar-benar panik. “Mending ....”
Belum sempat kembali memberi alasan, Cinta sang mama juga berakhir pingsan. Kemudian, di ujung kamar kebersamaan mereka, pak Ojan juga jatuh pingsan. Sementara ibu Rere yang awalnya tengah memberi minyak angin ke hidung Hasna, juga jatuh pingsan. Semua itu karena mereka terlalu mengkhawatirkan Rain.
“Waduh ....” Hasan ketar-ketir. Meski sebagian dari mereka, khususnya mafia anak buah papanya, sampai detik ini masih mencari Rain. “Namun masa iya, aku yang mendadak nikah jadi mempelai? Sama siapa?” batinnya.
“Tunggu lima menit lagi coba Pa!” mohon Hasan sambil mengambil alih tubuh sang mama. Ia yang membopong tubuh ibu Cinta.
“Lima menit lagi bagaimana? Ini saja kita sudah bikin tamu menunggu nyaris tiga jam lamanya. Itu sebagian mereka sudah siap-siap pulang!” sergah pak Syam.
“Innalilahi ....” Dalam hatinya, Hasan makin sibuk meratapi nasibnya. Namun melihat semuanya pingsan dengan kedua mata basah, Hasan tidak tega. Apalagi kepada Hasna, sampai detik ini Hasna bahkan masih beberapa kali berlinang air mata.
“Mas ... kamu di mana?” suara hati Hasna yang benar-benar lemah khas orang terluka, akhirnya sampai kepada Rain.
Di tempat berbeda, di sebuah amben tanpa kasur, Rain sungguh ada di sana. Rain yang terluka parah dalam keadaan tengkurap.
“S—sayang ...,” ucap Rain benar-benar lirih. Di benaknya, ia melihat ingatan kebersamaannya dengan Hasna yang begitu indah. Terakhir itu sebelum akhirnya mereka berpisah dari lokasi resepsi. Kemudian, ingatan di benak Rain digantikan kejadian ketika dirinya dikeroy-ok warga. Itu merupakan kejadian setelah Rain bermaksud menolong Echa.
Karena kejadian yang begitu menyakitkan itu juga, Rain akhirnya sadar. Rain membuka mata di tengah emosi yang menggebu-gebu. Hanya saja, Rain berakhir meringis. Karena hampir sekujur tubuhnya termasuk bibir dan kepala, terasa kaku sekaligus panas. Tidak ada yang tidak sakit, semuanya Rain yakini terluka.
“Ini aku di mana?” Rain mengawasi suasana tempat keberadaannya. Rumah semi permanen. Sebagian dinding sudah berupa tumpukan batu bata, tapi atasnya disambung menggunakan bilik. Termasuk lantainya, di sana juga berupa tanah.
Konsep suasana di sana, Rain rasa masih terlalu kuno jika dibandingkan dengan zaman sekarang. Zaman di mana banyak masyarakat yang berlomba-lomba membangun rumah gedong.
“Hasna ... ini ... sudah berapa lama aku di sini? Aku harus segera menghubungi Hasna. Hasna pasti khawatir,” lirih Rain yang perlahan mendengar suara langkah mendekat.
Ada suara sandal yang dipakai dengan langkah agak terseret. Sosok tersebut sungguh datang menghampiri Rain. Benar saja, Rain yang hanya memakai sarung, mendapati kedatangan seseorang. Pria tua berkumis tebal penuh uban. Pria itu membawa gelas besar berisi air dan kembang khas sesajen. Selain itu, si pria juga pin-cang.
“Ternyata kamu sudah siuman,” ucap si pria, yang tak lain pak Dartam. Pria yang sempat diminta bantuan oleh Echa untuk mencari keberadaan Rain. Pria yang sudah langsung dipanggil ‘Abah’ dengan sangat semringah, oleh Echa yang baru datang.
“Echa ...? Dia lagi? Alasan aku di sini beneran masih karena dia? Enggak tahu diri emang ini orang! Enggak bener ini!” batin Rain benar-benar emosi. Sebab setelah ingat semua yang terjadi saja, satu-satunya yang ingin ia lakukan ialah balas dendam.
Rain sungguh ingin melakukannya, membalas apa yang tak harusnya ia rasakan. Fitnah keji yang sungguh membuatnya berakhir celaka. Dan semuanya sungguh dimulai dari Echa yang sudah ada di hadapannya! Rain pastikan itu akan segera terjadi.
Alasan yang membuat Rain tak bisa untuk tidak emosi, tak lain karena Echa justru bersikap sangat manis kepadanya. Echa yang berdiri di sebelah pak Dartam, terus mengawasinya sambil menebar senyuman. Senyuman khas orang tak berdosa. Padahal selain dendam, Rain juga telanjur jij-ik kepada wanita seperti Echa.
“Menikahlah dengan putriku. Setelah itu, saya akan mengobatimu!” tegas pak Dartam.
Ketika Echa makin tersenyum manis, tidak dengan Rain yang langsung syok.
“Menikah dengan Echa?! BIG NO!” batinnya sebisa mungkin mengatur emosi. Sebab keadaan kini membuat Rain memaksa dirinya sendiri untuk bermain cantik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
mantap gan lanjutkan seruuuu banget ceritanya
2024-02-04
2
Firli Putrawan
y dasar perempuan g baik emang kdg manusia d tolong bkn nya trimaaksih malah jd setan, biar aja rain bs dia atasi yg penting sehat sembuh dl rain km bs pergi dr situ
2024-01-10
2
Aisyah Putri Angel
si Rain di sandera sama demit tua Bangka dan si kuntilanak Wewe gombel Echa... wkwkwkwk
2024-01-03
0