Tidak ada jejak Rain di sepanjang lokasi pencarian yang mereka lakukan. Dari sebelum subuh, hingga akhirnya petang, pencarian terus mereka lakukan. Namun, jangankan tubuh Rain meski itu berupa bangka-i, pakaian Rain saja tidak ada karena memang sudah diambil oleh Rozi.
Mereka yang masih melakukan pencarian, benar-benar dibuat takut atas kenyataan sekarang. Perasaan mereka sudah sangat campur aduk, selain mereka yang telanjur berpikiran bu-ruk. Mereka yakin, Rain sudah meninggal.
Suasana sudah makin petang ketika Hasna akhirnya pingsan. Kebersamaan mereka menjadi makin menyedihkan. Pak Syam dengan segera membopong sang putri.
“Mas Rain, ... aku percaya, alasan jejak Mas enggak ada karena mas selamat. Bukan karena mas sudah enggak ada. Enggak apa-apa, Mas. Aku akan selalu sabar, kok. Walau andai boleh, aku ingin bertemu secepatnya. Sehat-sehat ya, Mas,” batin Hasna. Sampai detik ini, Hasna tak hanya berharap, tapi juga yakin bahwa Rain masih hidup. Iya, Hasna yakin calon suaminya masih hidup, meski Rain dalam keadaan tidak baik-baik saja.
“Dikumpulkan semua. Pokoknya, semua yang terlibat,” sergah pak Helios.
Sebagai orang terdekat keluarga Rain maupun keluarga Hasna, pak Helios mengambil alih keadaan. Pak Helios yang mengusut kasus fitnah sekaligus pengeroyo-kan terhadap Rain.
Waktu memang sudah makin malam, tapi satu persatu dari mereka yang terlibat, sengaja didatangkan. Termasuk juga Rozi yang tetap dibiarkan dalam keadaan diikat kedua tangan maupun kedua kakinya.
Sidang dadakan kini membuat semuanya tahu, bahwa pemuda yang mereka anggap sampa-h, justru bukan orang sembarangan. Keluarga besarnya datang penuh kekuasaan. Pak RT yang menengahi keadaan sampai gemetaran. Sementara uwa Gino yang sempat memuku-l kepala Rain menggunakan cangkul, sampai menyembah-nyembah memohon pengampunan.
Tiga mobil mewah dan juga beberapa motor mahal, terparkir di depan rumah pak RT. Pak RW yang baru saja tiba memboyong pak Kades berikut aparat setempat, melirik ngeri pemandangan mobil maupun motor tersebut. Namun sebenarnya tak hanya rombongan tersebut yang melakukannya. Karena para pelaku maupun warga yang menonton acara, juga masih kerap menatap takjub mobil-mobil maupun sederet motor di sana.
“Urusan maaf dan minta maaf, kita lakukan nanti. Yang saya dan keluarga besar Rain mau, kembalikan Rain kami seperti sebelum kalian kero-yok tak manusiawi!” tegas pak Helios terbilang emosional.
Pak Helios masih bersama para mafia dan anggota keluarga laki-laki lainnya. Keluarga Hasna termasuk pak Syam, tak lagi di sana. Mereka memboyong Hasna ke rumah sakit karena kesehatan Hasna menjadi membu-ruk.
Echa, Amir, dan juga Asep, menjadi sosok yang dicari. Ketiganya absen dari sida-ng dadakan kali ini.
“Ini yang namanya Echa mana? Kalau anaknya tidak ada, panggil saja orang tuanya. Agar orang tuanya tahu kelakuan anaknya. Termasuk orang tua pela-ku, yang sudah di sini. Tolong panggilkan sekarang juga semua orang tua pelak-u. Kami mau, malam ini juga urusan ini selesai. Selain kalian yang wajib kembalikan Rain ke kami dalam keadaan sehat wal afiat!” tegas pak Helios lagi masih saja galak. Bahkan meski pak RW dan pak Kades berikut aparat, sudah menghadap.
Pada kenyataannya, Amir dan Asep masih di rumah kosong Rain mengamankan kedua pemuda tersebut. Sementara Echa, wanita itu memilih mengasingkan diri di dalam kamar rumah orang tuanya. Karena setelah apa yang terjadi, dan Echa tahu bahwa dirinya digau-li oleh pak Dartam, Echa yang memang kaget sekaligus merasa sangat malu, memutuskan untuk sembunyi.
Di tempat berbeda, di klinik Hasna baru dirujuk, Rain sungguh ada di sana. Rain yang masih memakai gamis pink tanpa lagi hijab apalagi cadar, tengah menjalani perawatan medis. Kebersamaan keduanya hanya dipisahkan oleh tirai biru. Karena setiap ruangan di sana memang hanya dikelilingi tirai.
“Sus, kami minta ruangan khusus, ya. Biar putri kami bisa lebih nyaman,” ucap ibu Cinta.
Pak Syam yang awalnya ada di sisi sang istri, berangsur mengawasi sekitar. “Enggak ada klinik terdekat selain ini,” batinnya.
Pak Syam tak sengaja melongok ruang rawat Rain. Karena tirai di sebelahnya memang agak terbuka. Namun, tirai tersebut hanya menampilkan sebelah kaki Rain. Kaki berbulu yang masih penuh lumpur mengering, memakai gamis pink. “Itu perempuan apa laki-laki? Ah, pasti waria yang kebetulan sakit,” pikir pak Syam sempat-sempatnya mengomentari. Namun setelah itu, ia memilih fokus kepada keadaan sang putri.
“Kalau bisa, yang jaga satu saja yah, Pak ... Bu. Agar pasien bisa fokus istirahat,” ucap sang suster sambil memasang infus Hasna.
Detik itu juga pak Syam dan ibu Cinta bertatapan.
“Kamu istirahat saja di mobil, apa balik ke hotel. Biar aku yang jaga Hasna,” ucap pak Syam, tapi sang istri buru-buru menggeleng.
“Aku mau di sini saja, jaga Hasna. Tapi, Papa tolong beli minum, makan, sama buah, ya. Biar pas Hasna siuman, langsung bisa makan. Takutnya malah makin parah kalau minum saja, dia enggak mau,” ucap ibu Cinta lembut.
Di ruang sebelah, kedua mata Rain perlahan bergerak-gerak. “Suara tadi, ... kayak enggak asing,” batin Rain.
Rain berusaha membuka kedua matanya, tapi ia mengalami keadaan yang membuatnya sulit membuka mata. Padahal, Rain sudah setengah sadar. “Innalilahi, ini aku kenapa lagi?” batin Rain merasa frustrasi.
“Deg!” Jantung Rain seolah berhenti berdetak ketika tangan kanannya yang terjatuh, terhanta-m sebuah tangan dari sebelah. Itu tangan Hasna, dan mereka sungguh sedekat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
bibuk duo nan
deg degan Thor panas dingin bacanya greget banget gak ketemu²
2024-02-05
0
Mas Bos
part yg menegangkan
bikin deg deg dor bacanya
/Grin//Grin//Grin/
2024-02-04
0
Sabaku No Gaara
ahhhh deg²an bayikkk
2024-01-31
0