Kalau mau egois, Rain bisa saja marah. Rain bisa saja tak terima pada syarat Hasna yang membatasi gerak Rain. Apalagi sejauh ini, bersikap akrab dengan siapa pun bahkan lawan jenis, sudah menjadi hal biasa untuk Rain. Rain menganggap itu sebagai hal lumrah yang memang menjadi kebiasaannya.
Masalahnya, Hasna berdalih akan melakukan hal serupa. Hasna akan terbiasa melakukannya. Tentu Rain tidak rela. Yang ada, Rain bisa kehilangan Hasna untuk selama-lamanya.
Rain sudah menunggu sangat lama hanya untuk bisa berkomitmen dengan Hasna. Apalagi sedari kecil, meski mereka sudah dekat sejak bayi, Hasna tidak mau pacaran. Terakhir ketika akhirnya satu tahun lalu mereka kembali bertemu. Rain yang kala itu mengajak Hasna seriusan, langsung Hasna ajak menikah.
“Melihat Hasna dekat dengan laki-laki lain? Lihat Hasna dekat dengan Hasan yang jelas-jelas kembarannya saja, aku sering cemburu!” pikir Rain. “Bahkan lihat Hasna manja ke bapak Syam, aku sering istighfar. Mungkin ini yang dirasakan Hasna. Y—ya oke lah, ... aku memang salah.”
“Tapi masa iya, ... malam pertama, aku malah dikasih punggung? Mana dibungkus rapat pakai selimut.” Rain yang masih berbicara dalam hati, berangsur mendekati kemudian mendekap punggung Hasna yang memunggunginya.
Di dalam selimut, Hasna jadi mesem. “Tahan ... tahan. Wajib tahan. Wajib tega, khusus sekarang sampai pagi! Dibeginikan saja belum tentu langsung berubah, apalagi Mas Rain sudah terbiasa dekat sama banyak orang. Soalnya Mas Rain beda banget sama mas Adam. Kalau mas Adam kan, meski perhatian ke saudara perempuan, perhatiannya wajar. Enggak sampai peluk apalagi sampai sengak-sengok ci-um,” batin Hasna.
“Sayang, aku kedinginan, loh!” bisik Rain.
“Ini kalau diginiin terus, aku pusing. Alamatnya, aku bisa sakit lagi,” lanjut Rain.
Namun, Hasna tetap mengabaikan Rain.
“Aku tahu kamu belum tidur.”
“Sayang, ... ya sudah, ayo ngobrol-ngobrol dulu. Mana tahu habis itu, aku dapat diskonan hukuman.”
“Tidur lah ... dua jam lagi saja subuh,” balas Hasna.
“Kamu enggak benar-benar marah, kan, ke aku?” lanjut Rain.
“Kata siapa? Ini aku beneran marah ke Mas. Aku beneran enggak suka dengan kebiasaan Mas yang terlalu akrab dengan setiap wanita. Kalau dari dulu aku enggak mempermasalahkan itu, dari dulu juga aku mau-mau saja Mas ajak pacaran,” ucap Hasna.
“Asli aku kembung kamu ceramahin terus. Buka selimutnya, masa ciu-um istri sendiri enggak boleh?” rengek Rain.
“Nanti saja habis subuhan. Tadi saja habis ciu-um kening,” tawar Hasna.
Kenyataan Rain yang Hasna yakini sudah memahami kesalahannya, membuat Hasna mulai mengantuk. Hasna mulai merasa lega sekaligus tenang. Termasuk juga dadanya yang tak lagi terasa sangat pegal karena menahan kesal.
“Tapi, hukumannya beneran hanya sampai subuh kan?” sergah Rain memastikan.
“Tergantung sikap Mas. Ini aku beneran mau tidur, Mas. Capek, ... ngantuk ....”
“Ini beneran enggak ada diskon?” rengek Rain. “Meski hanya tinggal dua jam lagi kan, ... ya tetap saja berat!”
Diamnya Hasna yang tak lagi merespons ucapan Rain membuat Rain yakin, istrinya benar-benar sudah tidur.
“Mimpi indah sayangku,” bisik Rain sambil mengelus-elus wajah Hasna yang masih tertutup selimut.
“Sebenarnya kasihan, tapi mau bagaimana lagi? Harus tahan sampai masa hukuman. Biar Mas Rain enggak tuman! Kecuali kalau Mas Rain sampai pergi, baru aku kejar dan didik lagi!” batin Hasna.
Namun, ketika akhirnya Hasna bangun dan tak mendapati Rain ada di sebelahnya, Hasna langsung kacau.
“Mas ...?”
“S—sayang ...?”
Hasna tidak mendapati Rain ada di dalam kamar mandi. Termasuk di balkon kamar mereka, suaminya sungguh tidak ada di sana. Dan Hasna baru menyadari bahwa lemari pakaian Rain termasuk lemari koleksi sepatu suaminya, dalam keadaan terbuka.
“Mas Rain pergi? Kok enggak ngabarin? Hah, ini sudah pukul sembilan? Ini aku kebablasan enggak subuhan?” Hasna meraih ponselnya.
Hasna memastikan jejak Rain di ponselnya. Namun jangankan telepon tak terjawab, pesan saja, Rain tidak melakukannya. Termasuk pesan di kertas, di sana benar-benar tidak ada.
“Ini orang ke mana? Hih! Masa iya, enggak ada kabar!” lirih Hasna uring-uringan.
Hasna berusaha menelepon Rain. Hasna takut Rain jajan di luar atau itu selingkuh. “Perginya pakai parfum sama necis juga!”
Tanpa terlebih dulu memakai hijab, Hasna yang memang memakai piama panjang, buru-buru lari. Hasna keluar dari kamar, dan mendapati Rain tengah ada di tengah-tengah tangga. Rain Hasna yakini akan kembali ke kamar.
“Baru bangun?” tanya Rain memang heran.
“Mas dari mana?” cemas Hasna. Ia yang awalnya sempat mengerem langkahnya, buru-buru lari menghampiri Rain. Ia bahkan berangsur mendekap tengkuk suaminya. Tubuh Hasna bergelantung di tubuh Rain.
“Aafreen sakit gigi. Mama bilang, dari malam Aafreen enggak bisa tidur. Tadi, mama papa kamu minta aku buat antar mereka ke kliniknya mbak Binar. Langsung ditangani, langsung adem. Tapi mama papa sekalian main di rumah mbak Binar,” jelas Rain.
“Terus tadi pas baru sampai rumah, tinggal papa mamaku yang minta diantar ke sana. Jadi, keluarga besar kita memang pada kumpul di sana,” lanjut Rain.
Detik berikutnya, Hasna yang menyimak berangsur mengembuskan napas. “Tapi seenggaknya Mas ngabarin aku. WA, apa tulis pesan di kertas. Biar aku enggak khawatir.” Hasna berangsur mendekap tengkuk Rain menggunakan kedua tangannya.
Rain yang otomatis menopang tubuh Hasna, berangsur mesem. Kedua tangannya mendekap kedua paha Hasna. “Diminta tolong orang tua apalagi mertua ya langsung satset. Nyawa saja mirip dicabut paksa kalau lagi kerja di hadapan mertua.”
“Hape saja sampai enggak bawa saking paniknya!” lanjut Rain yang kemudian berkata, “Ini ... kamu panik begini, ... kelihatan banget kalau kamu sayang banget ke aku. Kamu kelihatan banget takut kehilangan aku!” Rain tidak bisa untuk tidak tertawa bahagia.
“Ih!” Hasna memuk-ul asal kepala Rain.
“Ih sayang, ... sudah malam pertamanya absen. Eh kamu KDRT!” rengek Rain. Tapi ia suka karena Hasna berangsur mendekap manja kepalanya menggunakan. Yang membuatnya gemas, Hasna juga mulai mengabsen kepalanya menggunakan kecupan.
“Bibir, please!” rengek Rain berbisik-bisik. Padahal ia tahu, di rumahnya hanya ada mereka berdua.
Hasna langsung tersipu dan berangsur menatap wajah khususnya kedua mata Rain penuh cinta. “Dengan senang hati!” ucapnya sambil menempelkan gemas hidungnya ke hidung Rain.
“Ya Allah, meski suamiku sering nyebelin, aku sayang banget ke dia. Aku beneran takut kehilangan suamiku. Sehat-sehat terus ya Sayang! Jangan sakit lagi. Jangan nakal juga. Jangan terlalu baik ke wanita lain karena mereka pasti baper!” batin Hasna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Firli Putrawan
🤣🤣kl kehilangan br deh bingung hasna...... hasna... tp bnr s kl g d gtuin pertegas bs2 bablas
2024-01-17
1
Sarti Patimuan
Hasna dan Rain sama sama bucin tapi Rain memang perlu dikasih batasan interaksi dengan lawan jenisnya
2024-01-12
0
Permata Diany
q kalau jadi hasna ya cemburu..😂😂
2024-01-11
0