“Apa ini? Kok aku jadi deg-degan banget? Ya Allah, harusnya hanya Hasna yang bisa bikin aku begini!” batin Rain susah payah berusaha membuka matanya.
Di sebelah, ibu Cinta yang menyadari tangan sang putri mengenai tangan pasien si sebelah, langsung terusik. Ibu Cinta langsung meninggalkan kursi plastik tempat dirinya sempat duduk. Awalnya, ia duduk di seberang tangan Rain.
“Mirip tangan Rain, tapi ... pakai gamis pink,” bingung ibu Cinta yang kemudian membetulkan posisi tangan Hasna.
Barulah ketika tangan Hasna sampai ibu Cinta selimuti, Rain akhirnya bisa membuka kedua matanya.
Untuk sejenak, Rain terdiam. Tampangnya sangat serius dan itu karena kenyataannya yang sampai detik ini masih deg-degan. “Harusnya enggak ada yang bisa bikin aku sedeg-degan ini, bahkan bidadari janda paling cantik sekalipun!” batin Rain.
Mengandalkan tenaganya yang tak seberapa, tangan Rain yang gemetaran mirip orang kena ayan, berangsur meraih tirai di sebelah. Tirai yang jaraknya tak ada setengah meter darinya.
Terdengar suara langkah mendekat, dan itu memasuki ruang Hasna. “Pasien Hasna ...?”
Sapaan lembut barusan membuat jiwa seorang Rain bergejolak. Jantung Rain berdetak makin kencang, selain Rain yang seolah memiliki tenaga bahkan nyawa tambahan.
“Hasna ... di sebelah beneran Hasna!” batin Rain seiring usahanya membuka tirai yang sukses membuat bising.
Semua perhatian langsung tertuju kepada Rain. Malahan, ibu Cinta yang syok lantaran yang memakai gamis pink justru berwajah laki-laki, sampai menjerit. Jeritan yang juga tak hanya membuat pasien di sebelahnya terusik kemudian membuka mata. Karena Hasna yang ada persis di sebelah ibu Cinta, juga langsung kebingungan.
“Maaf ... maaf ... eh, ... masyaallah, Mas Rain?” Kali ini ibu Cinta terdiam tak percaya. Seiring jantungnya yang menjadi berdetak lebih cepat, air matanya juga jadi berjatuhan.
Posisinya, Rain sudah langsung menatap wajah Hasna seiring air matanya yang berlinang. Sementara beberapa saat kemudian, seiring dunia mereka yang seolah menjadi berputar lebih lambat, Hasna yang sudah langsung berlinang air mata, juga berangsur menatap Rain.
Baik Rain maupun Hasna sudah langsung tersedu-sedu. Pak Syam yang menenteng dua kantong besar berisi belanjaan pesanan ibu Cinta, baru datang. Awalnya, pak Syam menatap bingung keadaan. Namun setelah kedua mata pak Syam mendapati Rain justru merupakan sosok yang ia kira wari-a, reaksi pak Syam tak kalah syok dari ibu Cinta. Pak Syam menjatuhkan kedua kantong belanjaannya, selain ia yang memang jadi sibuk istighfar.
Tak bisa berkata-kata, Rain yang terlalu bahagia, tapi juga sulit percaya. Rain takut, apa yang ia alami kali ini hanya bagian dari halusinasinya. “Hai ... Kesayanganku ...!” lembutnya. “Aduh tolong ... ini beneran nyata? Duh, tampangku beneran enggak banget. Ya Gusti ... aku bahkan pakai ... gamis pink! Asli, ini aku nangis bukan hanya karena sakit, terlalu bahagia, dan juga takut hanya sedang berhalusinasi. Ini alasanku nangis, juga karena aku sadar diri penampilanku mirip banc-i!” ucap Rain makin tersedu-sedu.
Ketika ibu Cinta langsung tersipu malu menahan tangisnya dan itu akibat ucapan calon menantu, tidak dengan pak Syam. Pak Syam berangsur mengelap tuntas air matanya.
“Asli sih, ini anaknya Ojan. Sudah enggak ada yang begini soalnya!” ucap pak Syam.
“Ah Bapak mertua. Tolong, ini beneran tolong banget, belikan aku pakaian yang pantas! Asli aku malu!” raung Rain.
Rain sampai menggunakan kedua tangannya gang memang kot-or, untuk menutupi wajah. Namun, kedua tangan itu segera mendekap pinggang maupun punggung Hasna yang sudah lebih dulu mendekapnya.
“Astaghfirullah ... gimana ceritanya bisa begini?” lirih ibu Cinta yang sudah langsung menghampiri sekaligus memeluk sang suami.
“Ma, beliin aku baju ih. Apa kalau enggak, pakai bajunya bapak mertua. Pakai sarung sama koko juga oke. Yang penting bukan gamis ini lah!” Rain masih meraung-raung, tapi juga sambil tertawa.
Akan tetapi, sampai detik ini, Hasna masih betah memeluk Rain. “Mas juga bau banget. Bau luka, bau sawah, sudah lama enggak mandi juga, ya?” ucapnya, tapi tetap betah membenamkan wajah di kepala Rain.
“Hahahaha ... aduh Daddy tolong. Perfoma rating level kekerenanku melorot drastis.” Rain masih saja meraung.
Ibu Cinta sampai tidak tahan karena harus terus menerus menahan tawa. “Kalau gitu, Mama beli pakaian sekalian perlengkapan mandi buat Mas Rain dulu.”
“Sekalian bawa bapak mertua ya, Ma. Asli, aku malu banget!” balas Rain dan hanya dibalas senyum geli oleh ibu Cinta.
“Enggak, lah. Saya harus di sini jadi satpam, apalagi kalian belum halal!” sergah pak Syam buru-buru menarik kursi plastik. Ia siap duduk, tapi sang istri memboyongnya pergi. Apalagi gara-gara keputusannya, Rain yang memang berisik mirip sang daddy, jadi makin berisik.
***
“Masyaallah tabarakallah, berasa mimpi, dan ini indah banget!” batin Rain.
Kini, Rain duduk di kursi plastik. Ia membiarkan Hasna memandikannya. Hasna masih menyampo kepala Rain dengan sangat hati-hati. Apalagi, Hasna hanya menggunakan satu tangan dan itu tangan kanan. Karena tangan kiri Hasna masih diinfus. Layaknya tangan Rain, yang mana infus mereka sama-sama digantung ke paku yang ada di sana.
“Mas pasti trauma buat nolong sesama. Apalagi apa yang Mas alami, ... beneran di luar nurul,” ucap Hasna.
“Ayolah, calon suami kamu ini bukan orang lemah, Sayang. Yang sudah ya sudah. Yang terpenting sekarang, aku benar-benar akan memberi mereka balasan berkali-lipat!” yakin Rain sambil menatap Hasna. Ia sampai harus menengadah hanya untuk melakukannya.
“Kita enggak bisa menyamaratakan watak dan sifat orang. Soalnya kalau sudah beda kepala, pasti beda pola pikir juga. Orang kembar saja, beda sifat sama pikirannya, kan?” lanjut Rain.
Hasna yang menyimak langsung terenyuh. Hasna refleks mengec-up kilat bibir Rain, dan itu langsung membuat Rain kelihatan linglung.
“Ya Allah Sayang, ... dosa loh. Bisa digebu-kin aku sama bapak mertua. Tapi enggak apa-apalah, dosanya aku saja yang tanggung. Yang penting, Hasan juga jangan sampai tahu!” komentar Rain. Sementara di hadapannya, Hasna jadi sibuk menahan tawa.
“Omong-omong Hasan, dia yang gantiin kita nikah, loh, Sayang!” cerita Hasna iba.
“Heh? Hasan? Nikah? Sama siapa? Sama kadal, apa pohon pisang?” balas Rain sungguh penasaran.
Bukannya marah atau setidaknya tersinggung, Hasna malah tertawa seiring kedua tangannya yang mendekap tubuh Rain. Padahal, tubuh itu masih basah penuh busa sekaligus sabun.
“Masyaallah Tabarakallah!” batin Rain maupun Hasna, nyaris bersamaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
bibuk duo nan
😅😅😥😥
2024-02-05
0
bibuk duo nan
asli titisan paojan
2024-02-05
0
Firli Putrawan
emang dah anak papa ojan dr kecil berisik g bs g ketawa ky bpknya 🤣🤣🤣🤣🤣
2024-01-10
0