Mahar Segenggam Beras

Mahar Segenggam Beras

Bab 1 > Permintaan Baba

Suatu malam, ketika Aiyna tengah melipat sejadah beserta mukenanya tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Ia segera menyimpan alat shalatnya dan berjalan menuju pintu. Sesampainya di depan pintu, Aiyna memegang handle pintu dan dalam beberapa detik pintu terbuka lebar.

Terlihat seorang wanita paruh baya dengan mengenakan khimar beserta gamis berwarna gelap. Wanita itu tidak lain dan tidak bukan adalah Jalwa, yang merupakan ibu kandung Aiyna. Aiyna tersenyum dikala melihat sang ibu datang menemuinya.

Kemudian ia mempersilakan sang ibu untuk masuk kamar. Jalwa Hadara Maliq adalah wanita paruh baya yang berusia 57 tahun. Dia adalah seorang istri sekaligus seorang ibu dari satu anak yang bernama Aiyna Hadara Maliq.

Benar, Jalwa hanya memiliki satu anak saja. Akan tetapi Jalwa memutuskan untuk mengadopsi salah satu anak dari panti asuhan sebelum Aiyna lahir ke dunia. Anak angkatnya bernama Kemal Hasbi Maliq.

Meski Aiyna tahu Kemal bukanlah kakak kandungnya, hubungan mereka sangat akur dan saling menyayangi satu sama lain. Mereka tidak pernah bertengkar dalam hal apa pun. Bisa dikatakan keluarga Maliq ini adalah keluarga idaman. Keluarga Maliq juga dikenal sebagai keluarga paling harmonis dan dermawan di kota B.

Keluarga Maliq memiliki beberapa kios sembako dan memiliki 35 kontrakan yang semuanya sudah disewakan. Meski keluarga Maliq terbilang orang yang berada akan tetapi semua itu tidak membuat keluarga Maliq angkuh dengan harta yang mereka miliki. Keluarga Maliq ini justru membagikan sebagian hartanya untuk orang yang membutuhkan.

Karena didikan Jalwa dan suaminya yaitu Ammar Ikrima Maliq inilah yang membuat Kemal serta Aiyna tumbuh menjadi sosok yang baik hati. Keduanya memiliki karakter yang sama, mereka sama-sama penyayang, ramah tamah terhadap sesama serta mewarisi sifat dermawan dari orang tuanya. Aiyna dan Kemal juga rutin bersedekah di setiap hari jum'at.

****

Aiyna mempersilakan sang ibu untuk duduk di sofa panjang yang berada di kamarnya. "Aiyna sayang, Umi mau mengatakan sesuatu padamu." Umi Jalwa menggenggam kedua tangan Aiyna seraya menatapnya dengan tatapan yang teduh.

"Iya, Umi. Katakanlah," jawab Aiyna dengan santun disertai senyumannya yang manis.

"Baba menyuruhku untuk memberi tahumu, wahai putriku. Baba menginginkan kamu untuk segera menikah," jelas Umi Jalwa.

Aiyna terkejut sejadi-jadinya begitu mengetahui ayahnya memintanya untuk segera menikah. Bagaimana tidak, saat ini Aiyna masih berusia 20 tahun. Lagipula ia belum memiliki calon suami. Jangankan calon suami, ia bahkan tidak pernah jalan bersama pria manapun selain abangnya sendiri. Saat ini dia belum kepikiran untuk menikah.

"Umi bagaimana Aiyna bisa menikah sedangkan Aiyna tidak punya calon suaminya. Dengan siapa Aiyna akan menikah?" tanya Aiyna dengan segala kesantunannya.

"Baba sudah mengundang para sahabatnya untuk menikahkanmu dengan putra mereka."

"Baiklah, Umi. Aiyna akan menuruti semua permintaan Baba. Jika boleh Aiyna tahu, kapan pertemuan itu diadakan?" tanya Aiyna.

Aiyna mau tidak mau, suka tidak suka ia harus patuh terhadap orang tuanya. Walau dalam hatinya ia belum memiliki hajat untuk menikah. Aiyna akan memantapkan hatinya dengan ikhlas dan menerima takdir itu, jika dia harus segera menikah.

"Besok malam, Sayang."

"Besok malam? Umi seriusan? Secepat inikah Umi?" Aiyna membelalakkan kedua matanya dengan sempurna.

"Iya, Sayang. Makanya Umi menemuimu di kamar. Apa Aiyna keberatan dengan permintaan Baba?" tanya Umi Jalwa dengan segala kelembutan.

"In Sha Allah, Aiyna ikhlas. Aiyna akan mematuhi perkataan Baba. Baba melakukan ini semua demi kebaikan Aiyna, maka dari itu Aiyna tidak merasa keberatan sama sekali. Dengan siapa pun Aiyna menikah, Aiyna akan menerimanya karena Allah SWT. Aiyna akan menerima pria itu dengan segenap hati," turut Aiyna dengan lembut dan santun.

"MashaAllah ... semoga pria yang akan menikahimu nanti adalah pria yang taat agama ya, Sayang. Percayalah, Baba akan memilihkan suami yang baik untukmu." Umi Jalwa mengelus lembut kepala putrinya.

"Iya, Umi. Aiyna percaya sama Baba." Aiyna tersenyum lembut pada sang ibu.

"Ya sudah, sekarang kamu istirahat. Umi mau temui Baba di kamar. Persiapkan dirimu untuk besok. Jangan lupa, sebelum tidur kamu sempatkan shalat istikharah meminta petunjuk sama Allah SWT." Umi Jalwa mengingatkan putrinya.

"Iya, Umi. Aiyna akan melakukannya."

****

Aiyna tengah terduduk di taman dengan kedua mata memandang sebuah danau yang begitu indah. Gamis yang ia kenakan menyentuh rerumputan yang hijau dan sedikit basah karena embun di pagi hari. Benar, saat ini jam menunjukkan pukul 05.15.

Aiyna merasa tubuhnya begitu segar. Angin yang menyelusup masuk dari sela-sela gamis dan khimarnya menyejukkan tubuh dan juga hatinya. Disela itu, ia tidak sengaja melihat ada seorang pria tampan nan gagah dengan mengenakan pakaian lusuh sedang berjalan ke arahnya.

Aiyna tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu. Ia hanya bisa melihat jubah serta sorban yang melekat di dadanya. Dia langsung bangun dari duduknya dan diam mematung sambil menatap ke arah sang pria itu.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," pria itu mengucapkan salam kepada Aiyna dengan suara yang lembut dan khas pria.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," Aiyna menjawab ucapan salam dari pria tersebut.

Sejenak Aiyna terpaku menatap pria itu. Bagaimana tidak, pria yang ada di hadapannya saat ini adalah sosok pria yang sangat tampan nan juga gagah. Wanita mana yang tidak terpaku melihat pria setampan itu.

"Apakah kamu yang bernama Aiyna?" tanya pria itu.

"Benar, saya Aiyna," jawab Aiyna.

"Ketahuilah, Aiyna ... kita akan segera bertemu. Saya harap kamu tidak lupa pada saat kita bertemu nanti," timpal pria itu dengan senyuman manis di bibirnya.

Pada saat Aiyna hendak bertanya maksud ucapan pria tersebut. Bersamaan dengan itu, suara adzan mulai berkumandang. Dan saat itulah Aiyna terbangun dari tidurnya.

Aiyna bangun dengan wajah yang pucat disertai seluruh badan yang sudah berkeringat. "Siapakah pria itu? Dan apa maksud ucapan pria itu?" Aiyna bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Wajahnya terlihat kebingungan sembari memikirkan pria tersebut. Karena setahunya dia belum pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya. Wajahnya tampak sangat asing.

"Haruskah aku tanyakan perihal mimpiku ini pada Bang Kemal? Ya, sepertinya aku harus memberi tahu Bang Kemal. Setelah shalat, aku akan menemui abangku." Aiyna bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

Setelah beberapa menit kemudian, Aiyna sudah selesai menjalankan shalat wajibnya. Ia pun keluar dari kamar dan berlari menuju kamar Bang Kemal. "Bang Kemal, Bang Kemal!" Aiyna memanggil kakaknya jauh sebelum sampai di depan kamar kakaknya.

Umi Jalwa yang melihat putrinya tengah berlari terburu-buru menuju kamar putranya pun memanggil Aiyna. "Aiyna sayang, kenapa kamu berlari seperti itu? Ada apa?" tanya Umi Jalwa.

Seketika Aiyna langsung menghentikan lariannya dan menoleh ke arah Umi Jalwa. "Umi, Aiyna mau bertemu sama Bang Kemal. Apa Bang Kemal ada di kamarnya?" Aiyna balik bertanya pada Umi Jalwa.

"Sepertinya abangmu masih di mesjid karena Baba pun belum pulang," jawab Umi Jalwa.

"Baiklah, kalau begitu Aiyna akan menemuinya di mesjid. Assalamu'alaikum, Umi." Aiyna segera pergi untuk menemui sang abang.

****

Stay tune :)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!