NovelToon NovelToon

Mahar Segenggam Beras

Bab 1 > Permintaan Baba

Suatu malam, ketika Aiyna tengah melipat sejadah beserta mukenanya tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Ia segera menyimpan alat shalatnya dan berjalan menuju pintu. Sesampainya di depan pintu, Aiyna memegang handle pintu dan dalam beberapa detik pintu terbuka lebar.

Terlihat seorang wanita paruh baya dengan mengenakan khimar beserta gamis berwarna gelap. Wanita itu tidak lain dan tidak bukan adalah Jalwa, yang merupakan ibu kandung Aiyna. Aiyna tersenyum dikala melihat sang ibu datang menemuinya.

Kemudian ia mempersilakan sang ibu untuk masuk kamar. Jalwa Hadara Maliq adalah wanita paruh baya yang berusia 57 tahun. Dia adalah seorang istri sekaligus seorang ibu dari satu anak yang bernama Aiyna Hadara Maliq.

Benar, Jalwa hanya memiliki satu anak saja. Akan tetapi Jalwa memutuskan untuk mengadopsi salah satu anak dari panti asuhan sebelum Aiyna lahir ke dunia. Anak angkatnya bernama Kemal Hasbi Maliq.

Meski Aiyna tahu Kemal bukanlah kakak kandungnya, hubungan mereka sangat akur dan saling menyayangi satu sama lain. Mereka tidak pernah bertengkar dalam hal apa pun. Bisa dikatakan keluarga Maliq ini adalah keluarga idaman. Keluarga Maliq juga dikenal sebagai keluarga paling harmonis dan dermawan di kota B.

Keluarga Maliq memiliki beberapa kios sembako dan memiliki 35 kontrakan yang semuanya sudah disewakan. Meski keluarga Maliq terbilang orang yang berada akan tetapi semua itu tidak membuat keluarga Maliq angkuh dengan harta yang mereka miliki. Keluarga Maliq ini justru membagikan sebagian hartanya untuk orang yang membutuhkan.

Karena didikan Jalwa dan suaminya yaitu Ammar Ikrima Maliq inilah yang membuat Kemal serta Aiyna tumbuh menjadi sosok yang baik hati. Keduanya memiliki karakter yang sama, mereka sama-sama penyayang, ramah tamah terhadap sesama serta mewarisi sifat dermawan dari orang tuanya. Aiyna dan Kemal juga rutin bersedekah di setiap hari jum'at.

****

Aiyna mempersilakan sang ibu untuk duduk di sofa panjang yang berada di kamarnya. "Aiyna sayang, Umi mau mengatakan sesuatu padamu." Umi Jalwa menggenggam kedua tangan Aiyna seraya menatapnya dengan tatapan yang teduh.

"Iya, Umi. Katakanlah," jawab Aiyna dengan santun disertai senyumannya yang manis.

"Baba menyuruhku untuk memberi tahumu, wahai putriku. Baba menginginkan kamu untuk segera menikah," jelas Umi Jalwa.

Aiyna terkejut sejadi-jadinya begitu mengetahui ayahnya memintanya untuk segera menikah. Bagaimana tidak, saat ini Aiyna masih berusia 20 tahun. Lagipula ia belum memiliki calon suami. Jangankan calon suami, ia bahkan tidak pernah jalan bersama pria manapun selain abangnya sendiri. Saat ini dia belum kepikiran untuk menikah.

"Umi bagaimana Aiyna bisa menikah sedangkan Aiyna tidak punya calon suaminya. Dengan siapa Aiyna akan menikah?" tanya Aiyna dengan segala kesantunannya.

"Baba sudah mengundang para sahabatnya untuk menikahkanmu dengan putra mereka."

"Baiklah, Umi. Aiyna akan menuruti semua permintaan Baba. Jika boleh Aiyna tahu, kapan pertemuan itu diadakan?" tanya Aiyna.

Aiyna mau tidak mau, suka tidak suka ia harus patuh terhadap orang tuanya. Walau dalam hatinya ia belum memiliki hajat untuk menikah. Aiyna akan memantapkan hatinya dengan ikhlas dan menerima takdir itu, jika dia harus segera menikah.

"Besok malam, Sayang."

"Besok malam? Umi seriusan? Secepat inikah Umi?" Aiyna membelalakkan kedua matanya dengan sempurna.

"Iya, Sayang. Makanya Umi menemuimu di kamar. Apa Aiyna keberatan dengan permintaan Baba?" tanya Umi Jalwa dengan segala kelembutan.

"In Sha Allah, Aiyna ikhlas. Aiyna akan mematuhi perkataan Baba. Baba melakukan ini semua demi kebaikan Aiyna, maka dari itu Aiyna tidak merasa keberatan sama sekali. Dengan siapa pun Aiyna menikah, Aiyna akan menerimanya karena Allah SWT. Aiyna akan menerima pria itu dengan segenap hati," turut Aiyna dengan lembut dan santun.

"MashaAllah ... semoga pria yang akan menikahimu nanti adalah pria yang taat agama ya, Sayang. Percayalah, Baba akan memilihkan suami yang baik untukmu." Umi Jalwa mengelus lembut kepala putrinya.

"Iya, Umi. Aiyna percaya sama Baba." Aiyna tersenyum lembut pada sang ibu.

"Ya sudah, sekarang kamu istirahat. Umi mau temui Baba di kamar. Persiapkan dirimu untuk besok. Jangan lupa, sebelum tidur kamu sempatkan shalat istikharah meminta petunjuk sama Allah SWT." Umi Jalwa mengingatkan putrinya.

"Iya, Umi. Aiyna akan melakukannya."

****

Aiyna tengah terduduk di taman dengan kedua mata memandang sebuah danau yang begitu indah. Gamis yang ia kenakan menyentuh rerumputan yang hijau dan sedikit basah karena embun di pagi hari. Benar, saat ini jam menunjukkan pukul 05.15.

Aiyna merasa tubuhnya begitu segar. Angin yang menyelusup masuk dari sela-sela gamis dan khimarnya menyejukkan tubuh dan juga hatinya. Disela itu, ia tidak sengaja melihat ada seorang pria tampan nan gagah dengan mengenakan pakaian lusuh sedang berjalan ke arahnya.

Aiyna tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu. Ia hanya bisa melihat jubah serta sorban yang melekat di dadanya. Dia langsung bangun dari duduknya dan diam mematung sambil menatap ke arah sang pria itu.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," pria itu mengucapkan salam kepada Aiyna dengan suara yang lembut dan khas pria.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," Aiyna menjawab ucapan salam dari pria tersebut.

Sejenak Aiyna terpaku menatap pria itu. Bagaimana tidak, pria yang ada di hadapannya saat ini adalah sosok pria yang sangat tampan nan juga gagah. Wanita mana yang tidak terpaku melihat pria setampan itu.

"Apakah kamu yang bernama Aiyna?" tanya pria itu.

"Benar, saya Aiyna," jawab Aiyna.

"Ketahuilah, Aiyna ... kita akan segera bertemu. Saya harap kamu tidak lupa pada saat kita bertemu nanti," timpal pria itu dengan senyuman manis di bibirnya.

Pada saat Aiyna hendak bertanya maksud ucapan pria tersebut. Bersamaan dengan itu, suara adzan mulai berkumandang. Dan saat itulah Aiyna terbangun dari tidurnya.

Aiyna bangun dengan wajah yang pucat disertai seluruh badan yang sudah berkeringat. "Siapakah pria itu? Dan apa maksud ucapan pria itu?" Aiyna bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Wajahnya terlihat kebingungan sembari memikirkan pria tersebut. Karena setahunya dia belum pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya. Wajahnya tampak sangat asing.

"Haruskah aku tanyakan perihal mimpiku ini pada Bang Kemal? Ya, sepertinya aku harus memberi tahu Bang Kemal. Setelah shalat, aku akan menemui abangku." Aiyna bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

Setelah beberapa menit kemudian, Aiyna sudah selesai menjalankan shalat wajibnya. Ia pun keluar dari kamar dan berlari menuju kamar Bang Kemal. "Bang Kemal, Bang Kemal!" Aiyna memanggil kakaknya jauh sebelum sampai di depan kamar kakaknya.

Umi Jalwa yang melihat putrinya tengah berlari terburu-buru menuju kamar putranya pun memanggil Aiyna. "Aiyna sayang, kenapa kamu berlari seperti itu? Ada apa?" tanya Umi Jalwa.

Seketika Aiyna langsung menghentikan lariannya dan menoleh ke arah Umi Jalwa. "Umi, Aiyna mau bertemu sama Bang Kemal. Apa Bang Kemal ada di kamarnya?" Aiyna balik bertanya pada Umi Jalwa.

"Sepertinya abangmu masih di mesjid karena Baba pun belum pulang," jawab Umi Jalwa.

"Baiklah, kalau begitu Aiyna akan menemuinya di mesjid. Assalamu'alaikum, Umi." Aiyna segera pergi untuk menemui sang abang.

****

Stay tune :)

Bab 2 > Jawaban Bijak Aiyna

Aiyna berlari dengan cepat menelusuri rumah-rumah menuju ke arah mesjid. Kebetulan mesjid itu tak jauh dari kediamannya. Sesampainya di mesjid, Aiyna menunggu Bang Kemal di luar. Kedua bola matanya terus menerus menelisik sekitar mesjid.

"Bang Kemal mana ya? Kok belum kelihatan juga?" Aiyna belum juga melihat Bang Kemal.

Ia terus mencari keberadaan Bang Kemal diantara para pria yang baru saja keluar dari mesjid. Pada saat Aiyna mencari keberatan Bang Kemal sekilas dia melihat pria yang wajahnya tidak asing. Benar, pria yang saat ini sedang dia lihat tidak lain dan tidak bukan adalah pria yang mendatanginya dalam mimpi.

'Bukankah pria itu adalah pria yang mendatangiku dalam mimpi?' batin Aiyna bertanya-tanya disertai tatapan matanya yang begitu tajam.

"Aiyna!"

Tiba-tiba seorang pria dewasa menepuk pundak Aiyna dan membuat si empunya terkejut. Reflek Aiyna langsung menoleh ke belakang. Ternyata pria dewasa yang menepuk pundaknya adalah Bang Kemal.

"Bang Kemal! Ngagetin Aiyna aja!" omel Aiyna dengan bibir yang menjebik.

"Apa yang sedang adikku lakukan di sini? Siapa yang sedang kamu tunggu, Dek?" tanya Bang Kemal seraya menaik-turunkan alisnya.

"Siapa lagi, Aiyna sedang menunggumu, Bang," jawab Aiyna.

"Ohoo ... rupanya adikku ini sedang merindukanku," goda Bang Kemal sambil tertawa kecil.

"Ih, Abang nih geer. Aiyna bukan rindu tapi--"

"Tapi apa, hayo? Kalau tidak rindu, terus ngapain nyusulin aku ke mesjid," goda Bang Kemal lagi.

"Ayolah, Bang. Berhenti menggodaku seperti itu. Aku ingin minta pendapat Abang soal mimpi Aiyna semalam," jelas Aiyna dengan ekspresi yang serius.

"Mimpi apa?"

"Pulanglah dulu, Aiyna ceritakan setelah sampai di rumah. Oh iya, Bang ... kalau boleh tahu, siapa pria yang berjudah putih?" tanya Aiyna karena penasaran.

"Pria berjubah yang mana? Setahuku tidak ada pria yang memakai jubah hari ini. Apa kamu yakin melihat pria berjubah keluar dari mesjid? Jika benar kamu melihatnya, coba tunjukkan yang mana orangnya,"

"Orangnya yang it--" ucapan Aiyna terpotong pada saat menoleh ke arah pria berjubah tadi.

"Mana?" tanya Bang Kemal.

"Loh, tadi ada di sana, Bang. Serius, tadi aku melihatnya di sana. Dia tersenyum padaku. Masa iya aku halu sih," tutur Aiyna dengan wajah yang kebingungan.

"Sepertinya adikku ini sedang menyukai seseorang. Siapakah pria itu, Dek?" Bang Kemal sedikit menyenggol tubuh Aiyna.

"Tidak, Bang. Bukan seperti itu. Ayo kita pulang, akan aku ceritakan setelah sampai di rumah." Aiyna menyambar lengan Bang Kemal dan menggandengnya.

****

"Assalamu'alaikum," ucap seorang pria paruh baya seraya membuka pintu rumahnya.

Pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Baba Ammar, sang ayah dari Aiyna dan juga Bang Kemal. Tak menunggu lama, pintu terbuka. Terlihat Umi Jalwa tersenyum seraya menjawab salam dari suaminya.

"Wa'alaikumsalam." Umi Jalwa mencium punggung tangan suaminya dengan penuh kepatuhan.

Begitupun dengan Baba Ammar, dia mencium kening sang istri dengan penuh kelembutan. Kemudian mereka berdua masuk ke rumah. Baba Ammar berjalan lebih dulu dari istrinya karena Umi Jalwa harus menutup pintunya terlebih dahulu. Setelah itu barulah ia mengikuti langkah suaminya.

Sesampainya di ruang tengah, Umi Jalwa duduk di sebelah sang suami. "Baba, di mana putra putri kita?" tanya Umi Jalwa dengan santun.

"Loh, bukannya Aiyna ada di rumah bersamamu? Kalau Kemal masih di mesjid," jawab Baba Ammar sembari menatap lembut sang istri.

"Iya, tadi Aiyna bilang sama Umi jika dia akan menemui Kemal di mesjid. Apakah Baba tidak berpapasan dengan putri kita?"

"Tidak, wahai istriku. Jika aku melihatnya, aku sudah mengajaknya pulang,"

"Assalamu'alaikum," tiba-tiba terdengar seseorang mengucapkan salam.

"Wa'alaikumsalam," jawab Umi Jalwa beserta Baba Ammar.

"Itu mereka, Umi." Baba Ammar menunjukkan jari telunjuknya ke arah Bang Kemal dan juga Aiyna.

"Kalian dari mana saja?" tanya Umi begitu putra dan putrinya berada di hadapannya.

"Kami dari mesjid, Umi. Benar 'kan, Bang?" Aiyna menatap abangnya.

"Aiyna benar, Umi. Kami habis dari mesjid," jawab Bang Kemal seraya berjalan menuju sofa dan duduk.

Diikuti oleh Aiyna yang juga duduk di antara tengah-tengah Baba Ammar dan Umi Jalwa. "Umi, Aiyna lapar. Ayo kita sarapan," ucap Aiyna dengan nada bicara yang sedikit dimanjakan.

"Sarapan sudah siap, Sayang. Bentar lagi kita sarapan. Baba ingin memberi tahu kalian sesuatu," timpal Umi Jalwa.

Seketika pandangan Aiyna dan Bang Kemal tertuju pada sang ayah, yaitu Baba Ammar. "Apa yang ingin Baba beri tahukan pada kami?" tanya Ammar dengan santun.

"Malam ini kita akan kedatangan tamu. Kita akan kedatangan beberapa sahabat Baba dan juga putranya. Beberapa dari putra mereka akan melamar adikmu, Aiyna. Baba ingin melihat Aiyna segera menikah sebelum Baba meninggal," jelas Baba Ammar.

"Menikah? Adikku akan menikah? Benarkah ini, Umi?" Bang Kemal kaget sekaget-kagetnya.

Bang Kemal membelalakkan kedua matanya. Bagaimana tidak, adiknya yang selalu bermanja padanya akan segera menikah. Dia belum sanggup bila hidup berpisah dengan sang adik, yang sangat ia sayangi.

"Iya, Nak. Adikmu akan segera menikah. Dan Aiyna sudah menyetujuinya. Benar 'kan, Aiyna sayang?" Tatapan Umi kini beralih ke arah putrinya.

Aiyna hanya bisa pasrah dan mengangguk kecil. Kemudian dia melemparkan senyuman pada Bang Kemal. Ia tahu jika abangnya ini akan protes mengenai pernikahannya ini.

"Kamu yakin akan menikah di usia muda, Aiyna? Pikirkan baik-baik, semua ini demi masa depanmu. Lagi pula, apa kamu bisa menikah dengan pria yang tidak kamu cintai?" tanya Bang Kemal dengan tatapannya yang tajam.

"Aiyna sudah yakin, Bang. Aiyna percaya sama Baba dan Umi. Baba pasti menikahkan Aiyna dengan pria yang taat pada agama. Bagi Aiyna, cinta itu bisa datang setelah menikah. Lagipula Aiyna menikah karena Allah SWT. In Sha Allah, Aiyna akan menerima pria manapun yang akan menjadi suami Aiyna nantinya," jawaban Aiyna membuat Baba Ammar tersenyum bangga.

Gleuk!

Bang Kemal yang mendengar jawaban sang adik hanya bisa tertegun. Ia benar-benar malu karena Aiyna yang selalu ia anggap masih bocil memiliki pemikiran dewasa seperti ini. Sungguh, dalam hatinya ia berkata, 'pria manapun yang akan menjadi suami adikku pasti akan sangat beruntung dalam hidupnya. Aiyna benar-benar wanita sholehah,'

"Kamu dengar perkataan adikmu, Kemal. Apakah kamu tidak malu dengan cara berpikir adikmu? Apa kamu masih ingin protes dengan pernikahan ini?" sindir Baba Ammar dengan senyuman kecil.

"Kemal minta maaf, Baba. Kemal tidak bermaksud untuk menghalangi ataupun protes pada pernikahan adikku. Kemal hanya takut Aiyna akan tertekan nantinya. Tapi, setelah mendengar jawaban Aiyna, Kemal yakin, Aiyna sudah yakin dengan pernikahannya." Saat ini Kemal benar-benar malu semalu-malunya di hadapan sang adik dan juga Umi Jalwa.

"Jika Aiyna akan segera menikah, lalu kapan Bang Kemal akan menikah, Baba?" celetuk Aiyna seraya menaik-turunkan alisnya, menggoda sang kakak.

Uhuk! Uhuk!

****

Stay tune :)

Bab 3 > Menerima Mahar Senggenggam Beras?

UHUK! UHUK!

Celetukan Aiyna membuat sang pemilik nama Kemal seketika langsung berbatuk-batuk. Ia tidak menduga jika sang adik akan mengatakan hal itu. Bukan karena dia tidak ingin menikah melainkan, dia belum menemukan wanita yang pas.

"Baba serahkan pada Kemal saja, jika dia sudah memiliki wanita yang akan dia jadikan istri maka beri tahu Baba. Baba akan melangsungkan pernikahannya juga," sindir Baba Ammar.

"Sayangnya wanita itu ada, Baba. Biarlah Kemal fokus mengajar anak-anak mengaji saja dulu, urusan jodoh biar Allah SWT yang mempertemukannya pada Kemal," jawab Kemal.

"Bagaimana jika kita jodohkan saja sama Kak Anisa, Baba. Kak Anisa adalah wanita yang sholehah, Bang Kemal akan jatuh cinta setelah melihatnya," celetuk Aiyna lagi.

"Hush ... jangan sembarangan kamu, Dek. Bukankah Kak Anisa sudah memiliki calon yang akan melamarnya,"

"Ciie, Abang tahu soal Kak Anisa. Sepertinya Kakak sudah naksir lama nih sama Kak Anisa. Gini ya, Bang ... selama janur kuning belum melengkung maka Abang masih punya harapan. Toh, Kak Anisa juga belum tentu menerima lamarannya. Iya, enggak?" Aiyna menaik-turunkan alisnya menggoda sang Abang.

Bang Kemal terdiam beberapa saat. Sehingga beberapa menit kemudian dia beranjak dari duduknya dan pergi ke kamar. Aiyna beserta orang tuanya hanya menatap Bang Kemal sembari menggelengkan kepalanya.

"Tuhkan, Abangmu jadi kabur 'kan. Padahal Baba sudah mempersiapkan calon istri untuknya," ujar Umi.

Seketika bola mata Aiyna langsung terbelalak. "Wah ... benarkah itu, Umi? Siapa wanita itu? Katakan pada Aiyna." Aiyna menggoyang-goyangkan lengan Umi Jalwa.

"Nanti juga kamu tahu sendiri," jawab  Umi Jalwa sembari tersenyum.

"Ayolah, Aiyna penasaran dengan siapa Bang Kemal akan menikah. Jika Umi tidak mau memberi tahu Aiyna, Aiyna bisa bertanya pada Baba. Baba, katakan pada Aiyna, siapa wanita yang menikah dengan Bang Kemal?" tanya Aiyna kepada Baba Ammar.

"Nanti ya, Sayang. Akan Baba beri tahu setelah lamaran diterima oleh sang wanita," jawab Baba dengan suara yang lembut.

"Baiklah, Baba. Kalau begitu, Aiyna ke kamar dulu ya." Aiyna beranjak dari duduknya dan pergi ke kamar.

Sesampainya di depan kamar, tidak sengaja kedua matanya melihat pintu kamar Bang Kemal terbuka. Dengan cepat dia berlari kecil menuju kamar sang Kakak yang berada di sebelah kamarnya. Bibirnya tersenyum lebar sebelum memasuki kamar abangnya.

Tok! Tok! Tok!

"Assalamu'alaikum, Bang Kemal. Boleh Aiyna masuk," ucap Aiyna dari luar kamar seraya mengetuk pintu sebanyak tiga kali.

"Wa'alaikumsalam, Dek. Sini lah masuk," jawab Bang Kemal sembari tersenyum mendapati adiknya tengah berdiri di depan pintu kamar.

Setelah mendengar sahutan dari Bang Kemal, Audrey pun segera memasuki kamar Bang Kemal.  "Bang, Aiyna mau cerita perihal mimpi semalam. Abang mau dengerin enggak?" tanya Aiyna pada Bang Kemal yang tengah berdiri merapikan pakaian dalam lemari.

"Tentu saja, Abang akan dengerin cerita Aiyna." Bang Kemal menutup pintu lemari dan segera duduk di samping Aiyna.

Saat ini mereka sedang duduk di tepi ranjang. Aiyna terlihat gelisah dan raut wajahnya berubah menjadi serius. Tatapannya begitu serius menatap kedua mata Bang Kemal.

"Hei! Ngapain bengong natapin Abang segitunya?" Bang Kemal menjentikkan jarinya tepat di depan wajah sang adik.

Aiyna tersadar. "Eh, iya. Maaf," Aiyna cengengesan.

"Ayo ceritakan perihal mimpimu itu," ujar Bang Kemal.

"Gini loh, Bang ... aku bermimpi didatangi oleh seorang pria dewasa. Pria itu sangat tampan. Dia tersenyum padaku dan berjalan ke arahku. Kemudian dia berkata kalau Aiyna dan dirinya akan segera bertemu dan dia bilang padaku semoga aku tidak melupakannya pada saat kita bertemu lagi. Pada saat aku hendak bertanya mengenai ucapannya itu, tiba-tiba terdengar suara adzan dan aku terbangun dari mimpiku. Menurut Bang Kemal, apa arti mimpi itu? Setahuku aku belum pernah melihat pria itu sebelumnya, tapi, bagaimana mungkin aku bisa memimpikannya? Apakah aku berdosa dengan memimpikan pria itu?" tanya Aiyna dengan wajah yang cemas.

Bang Kemal mendengarnya cerita adiknya dengan seksama. "In Sha Allah, tidak akan berdosa, Dek. Selama kamu benar-benar tidak mengenal pria itu dan mengingatnya sebelum tidur. Tapi, apa kamu yakin tidak pernah melihatnya?" Bang Kemal balik bertanya pada adiknya.

"Iya, Bang. Aku belum pernah melihatnya. Akan tetapi, tadi waktu Aiyna menyusul Abang ke mesjid, Aiyna tidak sengaja melihat pria itu. Makanya tadi aku tanya pada Abang perihal pria berjubah itu." Aiyna benar-benar bingung dengan keadaannya saat ini.

"Tapi, memang benar loh, tidak ada pria berjubah tadi. Kamu mungkin salah lihat kali, Dek."

"Tidak, Bang. Aiyna yakin 100% kalau pria yang aku lihat itu benar-benar pria yang menemuiku dalam mimpi. Aku berkata jujur, Bang. Demi Allah aku tidak berbohong," ucap Aiyna dengan penuh keyakinan akan ucapannya itu.

"Ya sudah, lebih baik kamu lupakan itu. Ingatlah, nanti malam para calon suamimu akan datang melamarmu. Persiapkan diri dan pikirkan baik-baik dengan pilihanmu nanti. Abang percaya penuh padamu, Abang yakin siapapun pria yang akan menjadi suamimu, dia akan menjadi sosok suami yang bertanggungjawab dan suami yang sholeh." Bang Kemal menenangkan adiknya dengan mengelus kepala Aiyna dengan lembut.

"Sejujurnya Aiyna gugup sekali, Bang. Aiyna sebelumnya belum pernah berhadapan dengan pria mana pun tapi malam ini Baba akan mempertemukan Aiyna dengan para pria yang akan melamar Aiyna. Aiyna harus apa, Bang? Aiyna tidak tahu bagaimana rasanya terpikat ataupun jatuh cinta terhadap lawan jenis. Bisakah Abang beri tahu Aiyna tentang rasanya jatuh cinta." Aiyna menatap serius sang kakak.

"Begini ya, Dek. Abang tidak tahu harus menjelaskan seperti apa padamu. Yang jelas jika hatimu merasa tenang melihat pria yang melamarmu nanti disertai debaran jantungmu yang tidak biasanya, bisa dikatakan kamu jatuh cinta pada pria tersebut. Ingat, Dek ... cinta yang tulus nan murni itu datangnya dari Allah SWT. Serahkan saja padaNya, minta pentunjukNya akan pria yang akan menjadi suamimu nanti. Tapi, ketahuilah, jika ada pria yang melamarmu dengan kalimat yang tenang dan tidak pernah melihat cinta dari segi apa pun maka bisa dipastikan pria itu benar-benar sudah matang dan ingin menikahimu. Abang tidak tahu harus menjelaskannya seperti apa, semoga saja kamu paham dengan ucapanku," jelas Bang Kemal.

****

Malam hari ...

"Tidak ada mahar yang terbaik selain segenggam beras ini. Bismillahirrahmanirrahim, saya akan menerima lamaran dari Kak Saad karena Allah SWT. Saya bersedia menikah dengannya dengan segenap hati saya," tutur Aiyna dengan penuh kelembutan serta menggenggam beras yang dibawakan pria bernama Naufal Saad Al Hafiz.

Semua orang yang menghadiri jamuan itu langsung terdiam. Semua tatapannya tertuju pada Aiyna dan Saad yang saat ini tengah tertunduk. Begitu pun dengan orang tua Aiyna beserta Bang Kemal pun turut terdiam.

Bagaimana tidak, Aiyna telah menolak ketiga pria yang melamarnya dengan mahar yang sangat fantastis. Diantara ketiga pria itu adalah pria berusia 35 tahun yang bernama Irsyam. Dia melamar Aiyna dengan mahar pesawat pribadi yang dia beli khusus untuk Aiyna.

Sementara itu, ada pria berusia 32 yang bernama Latfan. Dia melamar Aiyna dengan mahar emas seberat 1000 gram. Dan pria ketiga berusia 28 tahun yang bernama Ghibran. Dia melamar Aiyna dengan mahar uang sebesar 7,3 milyar.

Lantas, kenapa Aiyna lebih memilih Saad, pria berusia 28 tahun dengan mahar segenggam beras?

****

Apa yang akan kalian lakukan jika kalian menjadi Aiyna? Akankah kalian menerima Saad dan menolak ketiga pria tajir itu?

Stay tune :)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!