Bab 17 > Tiara, Siapa?

Ketika Saad hendak memasuki kamar, ternyata pintunya terkunci. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya sembari tersenyum. Pria yang saat ini mengenakan jubah putih serta peci pun paham betul jika istrinya masih merajuk padanya.

Berhubung karena Saad tidak bisa masuk ke kamar, ia pun harus mengetuk pintunya terlebih dahulu. Namun, di tunggu punya tunggu pintu tidak kunjung dibukakan oleh istrinya. Hal itu membuat Saad hendak kembali ke ruang kerjanya untuk mengambil kunci duplikat.

Ceklek!

Belum sempat Saad melangkahkan kakinya, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Pria itu berbalik badan dan mendapati istrinya dengan penampilan yang masih mengenakan mukena. "Sayang, apa kamu habis shalat tahajud?" tanya Saad dengan nada yang lembut.

"Heumm," jawab Aiyna tanpa berekspresi.

Menyadari jika sang istri masih merajuk padanya, Saad pun berinisiatif untuk membujuk istrinya. Ia masuk kamar dan menutup pintu kamar. Sementara itu, Aiyna berjalan meninggalkan Saad yang tengah menutup pintu. Setelah itu, Aiyna membuka mukena serta melipat sejadahnya.

"Aiyna sayang ... apa kamu masih merajuk sama Abi?" tanya Saad dengan berjalan mendekati sang istri.

"Eumm ... enggak kok, Bi. Aiyna enggak merajuk, perasaan Abi aja kali," jawab Aiyna tanpa menoleh sedikitpun pada suaminya.

"Jika Aiyna tidak merajuk kenapa memalingkan wajahmu dariku, heum?" skak Saad.

"Aiyna tidak merajuk, Aiyna hanya tidak suka ditakut-takutin seperti itu. Asal Abi tahu saja kalau Aiyna itu takut sama badut. Pokoknya Aiyna takut sama orang-orang yang memakai topeng," timpal Aiyna dengan jujur.

Mendengar itu, Saad pun langsung duduk di samping sang istri. Dia memegang kedua tangan istrinya disertai kedua mata yang menatap lekat pada Aiyna. "Benarkah? Aiyna takut pada badut? Bukannya badut itu lucu ya?" Saad sedikit tidak percaya dengan penjelasan sang istri.

"Tapi, itulah kenyataannya, Bi. Aiyna takut sama badut. Jika Abi tidak percaya, Abi bisa tanyakan pada Bang Kemal."

"Sungguh, Abi tidak tahu. Sekali lagi Abi minta maaf ya, karena telah membuatmu takut." Saad mengelus pipi sang istri.

"Iya, Bi. Tidak apa-apa," jawab Aiyna.

"Aiyna baik-baik saja 'kan?"

Mendengar itu, Aiyna langsung menggelengkan kepalanya disertai mengerucutkan bibirnya. "Aiyna, sakit? Atau Aiyna masih kesal sama Abi?" tanya Saad dengan lembut dan penuh perhatian.

"Aiyna lapar, Bi."

"Apa?" seketika kedua mata Saad langsung membulat dengan sempurna. "Abi pikir Aiyna masih kesal sama Abi, taunya kamu cemberut itu karena lapar?"

"Lah iya, Bi. Sebetulnya Aiyna itu bete karena lapar dan Aiyna enggak mau bilang sama Abi karena malu, hihi." Aiyna cengengesan.

"Astagfirullah, Sayang ... kenapa tidak bilang, tau gitu Abi buatkan makanan untukmu. Katakan, kamu mau makan apa? Biar Abi buatkan," Saad menawari sang istri.

Aiyna menggelengkan kepalanya. "Loh, bukannya tadi bilang lapar?" Saad keheranan dengan respon sang istri.

"Aiyna mau sarapan di luar, Bi. Aiyna mau beli cilor, cakue sama gula asem. Enak banget keknya," jawab Aiyna sembari membayangkan makanan dan minuman tersebut.

"Iya, tapi jam segini di mana yang jual itu?"

"Aiyna enggak minta sekarang, Bi. Nanti saja setelah shalat shubuh, kita pergi jogging sambil nyari makanan itu, Abi mau 'kan temani Aiyna?" bujuk Aiyna dengan senyuman.

Sejenak Saad terdiam beberapa saat. "Ayolah, Bi. Mau ya, mau ya," rengek Aiyna layaknya bocil dengan nada yang sedikit dimanjakan.

"Baiklah, Abi akan temani istri Abi ini." Saad tersenyum seraya mengelus kepala sang istri melihat tingkah Aiyna yang manja.

"Asyik. Terima kasih, Abi." Aiyna bersorak histeris. Secara reflek ia memeluk tubuh suaminya.

****

Aiyna tengah duduk di kursi sembari hendak mengikat tali sepatunya. Akan tetapi, sebelum kedua tangannya menyentuh sepatunya, tiba-tiba Saad jongkok di hadapan Aiyna dan langsung mengikat tali sepatu sang istri. Aiyna hanya terdiam mematung menyaksikan perlakuan peka sang suami.

Tak!

Saad menjentikkan jarinya tepat di depan wajah sang istri. Aiyna tersadar dari monolognya dan melihat ke arah suaminya. "Eh ... iya, Bi. Kenapa?" tanya Aiyna. 

"Sepatumu sudah siap, ayo. Katanya mau jogging tapi malah bengong," ajak Saad sembari mengulurkan tangannya.

"Iya, Bi. Ayo." Aiyna memegang tangan suaminya seraya beranjak dari duduknya.

Kemudian mereka pun keluar dari rumah serta menguncinya terlebih dahulu. Setelah itu mereka pun pergi berjogging. Pada saat mereka melewati sekumpulan ibu-ibu, Aiyna mendengar ucapan tidak mengenakkan di telinganya.

"Lihat wanita itu? Bukankah itu putrinya Pak Ammar ya? Kok Ustadz Saad mau ya menikahi gadis muda sepertinya? Padahal usianya masih sangat muda, kenapa tidak menikahi Tiara, yang jelas jauh lebih cantik dari Aiyna dan jauh lebih kaya. Usianya pun sudah matang," celetuk wanita yang mengenakan daster rumahan.

"Iya, Bu. Bener banget, padahal setahu saya, Neng Tiara itu sangat menyukai Ustadz Saad ya. Kenapa tidak menikahi Tiara dan malah memilih menikahi bocil seperti itu. Sangat disayangkan," timpal ibu yang lain dengan nada yang julid.

Aiyna yang melihat tatapan sinis serta komentar buruk mengenai pernikahannya pun hanya bisa menundukkan kepalanya. Dia mengurangi kecepatan larinya. Bahkan Aiyna tidak mengatakan sepatah kata pun pada suaminya.

Menyadari hal itu, lantas Saad pun menggenggam tangan istrinya. Aiyna melihat ke arah tangan suaminya, lalu menatap ke mata sang suami. Terlihat, pria yang lembut itu tersenyum menyejukkan.

"Sayang, kamu baik-baik saja?" tanya Saad di tengah lariannya.

Aiyna hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan suaminya. Dalam benaknya, ia terus memikirkan ucapan ibu-ibu tadi. Karena nama yang mereka sebut sangatlah asing di telinganya. 

'Siapa Tiara? Dan ada hubungan apa dengan Abi?' batin Aiyna bertanya-tanya.

Melihat istrinya yang terus bengong, Saad pun menghentikan larinya. Kemudian dia berjongkok. "Naiklah," ucap Saad pada sang istri.

"Apa?" Aiyna mengerutkan keningnya melihat suaminya yang tiba-tiba berjongkok dan menyuruhnya naik.

"Aku akan menggendongmu, ayo naik," jelas Saad sekali lagi.

"Abi nih ngaco, Aiyna lebih suka jogging dari pada digendong." Aiyna melanjutkan larinya dan meninggalkan suaminya.

Melihat istrinya bersikap aneh seperti itu, dengan cepat Saad mengejarnya. Iya sangat yakin jika Aiyna masih memikirkan tentang komentar buruk tetangganya. "Sayang, berhenti sebentar." Saad menarik tangan istrinya.

"Nanti dulu, Bi. Aku selesaikan dulu joggingnya." Aiyna melepaskan tangannya dari genggaman sang suami.

"Aiyna!" panggil Saad dengan sedikit meninggikan suaranya.

Mendengar itu, sontak Aiyna langsung berhenti. Dia belum pernah mendengar sang suami memanggilnya dengan nada bicara yang tinggi. Lantas, kenapa sekarang dia memanggilnya dengan nada seperti itu.

"Ayo kita bicara sebentar, ikut aku." Saad menarik lembut tangan Aiyna dan membawanya pergi menuju taman yang tak jauh dari tempatnya berada.

Aiyna hanya bisa mengikuti suaminya. Dia benar-benar terdiam bagaikan patung. Sebelumnya dia belum pernah dibentak seperti itu oleh keluarga dan sekarang tiba-tiba suaminya membentak dirinya seperti itu. Hal itu membuat hatinya sedikit terluka.

"Duduklah," ujar Saad.

Aiyna langsung duduk tanpa mengatakan apa pun. Tatapannya sekarang tertuju ke sembarang arah. Dia enggan menatap mata suaminya.

"Ada apa? Kenapa kamu jadi gampang marah? Jika ada masalah, bicarakan pada Abi. Abi ini suamimu, Abi berhak tahu." Saad memegang tangan Aiyna.

"Aiyna tidak marah, Bi. Justru aku yang harus tanyakan itu pada Abi. Kenapa Abi bentak Aiyna?" alih-alih menjawab, Aiyna justru balik bertanya pada suaminya.

"Jujur, Abi tidak suka orang yang kalau ada apa-apa, langsung marah. Langsung ngambek tanpa memberi tahukan apa masalahnya. Abi tidak ingin kita salah paham. Jika kamu marah karena komentar buruk tetanggaku, kenapa dipikirkan? Biarkan saja mereka mau berkomentar seperti apa tentang kita, tutup telingamu," jelas Saad dengan penuh pengertian.

"Tidak masalah jika mereka mengatakan hal buruk tentangku atau pernikahan kita tapi, bagaimana bisa aku tidak kepikiran tentang wanita yang disandingkan denganmu itu. Aku perlu mengetahui itu, Bi. Aku juga istrimu dan aku tidak suka aku dibanding-bandingkan dengan wanita lain," timpal Aiyna dengan kedua matanya yang berubah merah karena menahan tangis.

"Tiara maksudmu?"

"Iya, dia. Siapa Tiara?"

****

Stay tune :)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!