Nek Monah

Nek Monah

Dikutuk

Namaku Nurmala. Aku adalah mahasiswi tingkat awal yang berkuliah di salah satu kampus di Jogja. Aku bukan orang asli Jogja, kampungku ada di Sumatera Barat.

Ini adalah pertama kalinya aku mendaki gunung bersama teman-teman kampus dan tak kusangka menjadi perjalanan yang tak akan terlupakan seumur hidupku.

“Kita mainnya santai, jadi ga perlu ngebut-ngebut jalannya Bray. Kasihan cewek-cewek di belakang!” ucap seorang pemuda dengan nada meninggi agar orang di depan bisa mendengarnya.

Dia adalah Mike, pemuda berperawakan tinggi, berkulit cerah, rambutnya lurus sebahu dan berwajah blasteran. Sejak dua jam yang lalu dia selalu berjalan di sampingku, selalu menanyakan apakah aku capek atau tidak dan menawariku air minum. Aku rasa dia menyukaiku, bahkan sejak masa orientasi mahasiswa baru beberapa bulan yang lalu.

Diam-diam aku curi-curi pandang pada hidungnya yang mancung itu. Tapi, apa itu? Aku menangkap sesuatu di balik tubuhnya. Ada semak di sekitar pohon besar di pinggir jalur pendakian yang menyerupai dinding. Di sana bersandar sesosok makhluk hitam besar berbulu.

Bola mataku bergetar, berair, beberapanya menetes di pipi. Mulutku kelu padahal begitu ingin berteriak karena tak sanggup melihat hal semengerikan itu. Apalagi tubuhku, semuanya terasa beku padahal aku ingin berlari.

Itu bukan binatang buas! Tidak ada beruang yang penampakannya seperti itu. Wajahnya hancur berdarah-darah dan hangus, matanya merah besar mencerminkan amarah yang berapi-api.

“Mal?” Mike heran. Beberapa kali ia menoleh ke arah titik yang sedang kupelototi tapi sepertinya ia tak melihat apapun.

“Mala? Halo?” Mike melambaikan tangan padaku. “Kamu baik-baik aja kan Mal? Ada apa?” lanjutnya.

“Kamu pucet banget. Mungkin kamu kecapean. WOIII… ISTIRAHAT DULU!” teriak Mike kepada teman-teman di depan.

Rombongan pun berhenti. Mereka mengelilingiku. Aku saat ini sudah duduk untuk beristirahat. Ada yang memberikanku minyak angin, air minum, dan makanan ringan. Semua terlihat cemas. Sementara aku masih terdiam kaku dengan wajah ketakutan.

Tak lama kemudian…

“AAAAAAAAA…”

… terdengar teriakan seorang perempuan sekitar beberapa puluh meter dari tempat kami berhenti sekarang. Semua orang menoleh kaget. Mawar, salah seorang temanku memelukku erat.

“Aku yakin kamu pasti habis ngelihat hantu kan Mal?” ucap Mawar nyaris berbisik. Aku pun mengangguk pelan. Dari tangan Mawar yang gemetar kurasa sepertinya dia begitu ketakutan.

Tak berapa lama ada rombongan yang turun dan melewati kami. Seseorang di antara kami menanyai rombongan itu dan dari jawabannya sepertinya mereka sedang menyembunyikan sesuatu.

“Kalian mau naik? Mendingan ditunda aja, atau balik aja. Balik! Kecuali ada di antara kalian yang memang asli orang sini,” ucap salah satu cowok di rombongan yang baru turun itu.

Orang itu pun disusul oleh teman-temannya yang sedang berjalan sambil memapah seorang perempuan. Perempuan itu tampak kesakitan menangis-nangis. Sepertinya dia adalah orang yang berteriak-teriak histeris tadi.

Teman-temanku tampak kebingungan dan takut. Mereka saling beradu pandang setelah rombongan tadi lewat. Akhirnya Kak Romi, ketua rombongan kami pun memutuskan agar kami menunda perjalanan dan bermalam di tempat ini saja.

Sebenarnya waktu belum terlalu sore, masih jam tiga. Tapi karena langit agak sedikit gelap karena berawan, ketua pun memperkirakan mungkin cuaca sedang tidak baik untuk kami melanjutkan perjalanan. Padahal aku tahu, itu hanya alasan yang mengada-ada. Pasti sebenarnya yang dikhawatirkan bukan cuaca melainkan fenomena misterius yang baru saja kami jumpai.

Orang-orang berbenah, ada yang mendirikan tenda, menyiapkan masakan, mencari kayu bakar dan air, sementara aku hanya berdiam diri. Mawar menemaniku. Aku diminta istirahat saja sebab kondisiku masih pucat katanya.

Mike pun datang. Mawar senyum-senyum melihat kedekatanku dan Mike, lalu Mawar pun pamit pergi. Ia bergabung dengan teman-teman lain yang sedang beraktivitas mendirikan tenda.

Mike begitu perhatian denganku. Ia berjanji akan selalu menjagaku. Bahkan di saat aku kebelet buang air kecil pun ia mau menemaniku, Mike yang menawarkan diri.

Aku dan Mike pun pergi memisahkan diri dari rombongan. Walaupun tidak terlalu jauh, tapi tempat kami berada sekarang cukup tersembunyi. Mike berbalik badan menungguiku. Aku berjongkok di balik perdu pendek untuk buang air dan kami tetap mengobrol untuk memastikan keberadaan kami.

Setelah selesai aku buang air, kami pun hendak kembali kepada teman-teman. Tapi, langkahku terhenti. Mike menahanku. Ia mendekat, kali ini sungguh sangat dekat.

Sesekali Mike melirik ke sekeliling sebelum menyelesaikan kata-katanya. “Mala, aku yakin kamu pasti udah tahu kalau selama ini aku sayang sama kamu,” ucapnya lirih.

Mike terus mendekat seakan hendak menciumku. Akupun mundur tapi ia terus maju mengejar langkahku pelan. Sampai terpojok pada sebuah batang pohon yang besar. Aku pun tak bisa mundur lagi untuk menghindar dari Mike.

Benar saja, ternyata ia ingin menciumku. Aku palingkan wajahku, aku sangat gugup. Mungkin ini tidak semestinya terjadi. Namun, jemari Mike memegang daguku. Ini memaksa mata kami beradu. Aku pun terhipnotis oleh kata-kata indahnya, suara lembutnya dan helaan napasnya yang perlahan semakin pekat menabrak pori permukaan hidungku.

Kami pun melakukannya. Perasaan hangat yang menyenangkan, seperti sedang makan es krim mulutnya sangat lembut dan basah.

Perlahan tangannya mulai berlabuh di leherku, kemudian semakin turun dan terasa seperti pijatan-pijatan lembut di dadaku.

Sebuah dehaman membuat kami menghentikan aktivitas ini. Orang itu berada agak jauh tapi kami tetap berusaha agar kami tidak ketahuan dari orang itu.

“Ni anak berdua mana sih? Buang air aja lama banget,” gerutu orang tersebut kemudian. Dehaman yang mulanya terdengar jauh kini dengan adanya kata-kata itu menandakan orang itu semakin mendekati kami.

Aku dan Mike pun saling menjauh dengan sama-sama menunjukkan wajah yang kikuk. Kami berdua pun kembali ke rombongan seperti tidak terjadi apa-apa tadi.

Saat aku berjalan meninggalkan pohon besar tempat aku bersandar tadi dari ujung mataku seperti nampak sesosok bayangan sedang ada di sana. Tapi itu terlihat di saat aku tidak benar-benar menatapnya dan ketika aku menoleh untuk memperhatikan secara fokus ternyata tidak ada apapun di sana.

Aku yakin betul tadi seperti ada sosok dengan pakaian putih di sana, seperti seorang wanita tapi tidak begitu jelas. Lagi-lagi hal ini membuat bulu kudukku merinding.

Aku memandang ke Mike, sepertinya ia tidak merasakan ketakutan yang sedang aku rasakan sekarang. Aku heran, kenapa lagi-lagi aku yang menyadari kehadiran sosok gaib di tempat ini. Aku sangat merasa tidak nyaman.

Malam pun tiba. Setelah makan malam, Mike mengantarku menuju tenda. Lagi-lagi Mawar membiarkan kami. Hanya Mawar yang tahu ada sesuatu di antara aku dan Mike, sementara yang lain sepertinya tidak. Mawar sangat mendukung kalau seandainya aku dan Mike berpacaran, itu yang selalu ia katakan padaku.

Mike ternyata tidak benar-benar mengantarku ke dalam tenda. Setelah sampai di muka pintu, ia mengajakku berbelok. Kami pun berjalan memutar ke belakang tenda.

Aku kembali merasakan perasaan menggebu-gebu yang tadi sore aku rasakan saat aku dan Mike melakukannya. Aku tebak Mike ingin meneruskannya sekarang.

Benar tebakanku. Kami kembali melakukannya. Namun, kali ini lebih dari tadi sore. Kali ini kami saling menggesekkan bagian tersensitif kami di antara kedua paha. Aku pun khawatir, takut apabila hal ini terlalu berlebihan. Maka, aku menolak tubuhnya dengan telapak tanganku dengan pelan.

Mike tersenyum memaklumi. “Jangan khawatir Sayang. Tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi. Aku akan menjagamu. Percayalah,” bujuknya.

Aku menggeleng. “Ta-tapi Mike…”

“Baiklah, mungkin kita ga perlu buru-buru. Masih ada hari esok,” ucap Mike.

Mike pun mengantar aku ke tenda lalu berpamitan. Aku pun beristirahat. Jantungku masih berdetak kencang maka aku mencoba mengatur napas dan aku pun tertidur.

Baru beberapa menit aku menutup mata, tiba-tiba ada seseorang yang membangunkanku. Ia menepuk-nepuk pipiku. Kurasakan telapak tangannya yang keriput.

“Cu…” Aku melihatnya duduk di sampingku. Seorang kakek dengan pakaian tradisional. Aku terperanjat dan dia mencoba mencegah teriakanku dengan membekap mulutku.

“Sssst…” katanya sambil menutup bibirnya dengan telunjuk.

“Bersiaplah Cu, aku akan membawamu.”

“Membawa saya Kek? Memangnya apa yang…” tanyaku pelan.

“Kamu sudah dikutuk Cu. Kamu dan pacarmu telah melakukan hal yang terlarang di tempat ini,” jawabnya dengan senyuman yang licik dan mengerikan.

“Ta-tapi Kek. Ja-jangan… Jangan…” Aku meninggikan suaraku.

Seseorang menepuk-nepuk pipiku. “Mala, bangun Mal… Bangun…” Itu adalah suara Mawar.

Aku pun membuka mata. Tampak beberapa orang mengelilingiku. Rupanya tadi aku telah bermimpi, untungnya.

Namun, tanpa sengaja pandanganku mengarah ke pintu tenda. Dari sana tampak sesosok menyeramkan mengintip dari samping. Sosok yang terbungkus kain dengan ikatan di kepalanya. Wajahnya begitu legam dan matanya menyala seperti mata binatang yang terkena pantulan cahaya.

“AAAAAAA…” Aku berteriak sambil menutup wajahku dengan kedua tanganku.

Ini dosaku! Aku dan Mike telah berbuat dosa! Aku yakin mimpiku barusan bukan mimpi kosong. Aku tak mau kalau nantinya hanya aku yang menanggung akibat ini sendirian.

Pagi pun tiba. Semalam Mawar dan beberapa teman berhasil menenangkanku. Ada pula Bang Najib yang syukurnya cukup religius bisa membuat aku tertidur dengan lantunan doa-doanya.

Seketika saat aku melihat Mike yang hendak mendekatiku ketika aku baru saja hendak keluar dari tenda, aku pun mencoba menghindar darinya. Aku pergi menjauh kemudian Mike memanggil-manggilku sambil mengejarku.

Dengan keadaan lemas pikiranku terasa begitu kacau. Aku takut kalau bersama dengan Mike akan membuat kutukan dalam mimpiku itu benar-benar terjadi. Jadi, aku pun berlari dengan kalutnya. Langkah kaki dan suara Mike justru membuat kayuhan kakiku semakin kencang.

Tanpa kusadari aku sedang menjauhi rombongan. Aku tidak yakin apakah Mike yang sedang mengejarku sedang bersama teman lainnya atau sendirian. Yang jelas aku terus berlari menjauhi tenda.

Semakin jauh aku berlari, tubuhku semakin sempoyongan. Napasku terengah-engah dan suara Mike sudah tak terdengar lagi. Sepertinya keberadaanku saat ini sudah cukup jauh dari Mike. Aku istirahat sebentar sambil menunduk, kedua tanganku menopang di kedua lututku.

Perasaan yang tidak karuan merongrongku. Aku tak tahu sekarang aku sedang ada dimana. Aku menangis sendirian dan berharap ada orang yang menolongku, tapi jangan Mike!

Dari kejauhan terdengar derak langkah kaki menginjak seresah kering dan reranting. Aku menegakkan diri, pandanganku berkelana, berharap menangkap kehadiran seseorang yang bisa menolongku.

Benar saja. Ada seorang bapak-bapak yang membawa seikat kayu bakar di bahunya hendak melintas. Lantas aku pun mencegat lelaki itu.

Terpopuler

Comments

R.F

R.F

semangat
mampir y

2024-01-09

0

𒁍⃝Ғνᷤcͣκᷜɪͭиͥʙ⨻ꚃтʌʀÐ︎᚛➢

𒁍⃝Ғνᷤcͣκᷜɪͭиͥʙ⨻ꚃтʌʀÐ︎᚛➢

dan tiba tiba bersambung...

2024-01-06

1

𒁍⃝Ғνᷤcͣκᷜɪͭиͥʙ⨻ꚃтʌʀÐ︎᚛➢

𒁍⃝Ғνᷤcͣκᷜɪͭиͥʙ⨻ꚃтʌʀÐ︎᚛➢

apa yg sedang digesek gesekan ...

2024-01-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!