Monah, Dewi Melati dan seorang pendayung duduk di atas sebuah perahu. Mereka menuju bagian tengah pertemuan tiga buah sungai dengan arus permukaan yang tenang.
“Sepertinya kamu tak bisa berenang ya? Apa yang kamu khawatirkan? Takut tenggelam?” goda Dewi Melati.
Titik pertengahan sudah sampai. Pendayung terus mengayuh pelan perahunya berlawanan dengan arah arus agar mereka tetap bisa bertahan di titik itu.
Mereka berangkat sore hari dan ketika mereka sampai di titik itu cahaya langit berubah menjadi senja. Perubahan pelan yang tak disadari.
“Sa-saya…”
“Tidak perlu khawatir Cantik. Aku ada di sini,” ucap Dewi Melati.
“Akak sudah pernah melakukan ini sebelumnya? Atau sering?”
Dewi Melati hanya tersenyum tanpa menjawabnya.
“Saya pernah membaca kalau ada pertemuan arus seperti ini akan rentan terjadi pusar air Kak. Bagaimana ka-kalau…”
BYUR
Monah didorong hingga ia jatuh ke air. Tubuh Monah timbul tenggelam dengan gerakan seluruh anggota geraknya yang tak karuan. Dewi Melati tidak peduli. Justru perempuan itu tengah asik mengoyak leher pendayung perahu itu.
Kesaktian Dewi Monah membuat pemuda itu tak berdaya. Perlawanannya kalah dan akhirnya ia pun mati lemas.
Pemuda itu adalah salah satu pendaki yang hilang belasan tahun lalu. Ia terbawa ke tempat Dewi Melati karena perempuan itu ingin bercinta dengannya. Dengan sedikit godaan pemuda itu pun tergoda dan setelah melakukan persetubuhan dengan Dewi Melati, ia tak bisa kembali, terus tinggal di lingkungan gaib ini.
Di sisa hidupnya pemuda gagah ini menjadi budak napsu para dayang-dayang Dewi Melati. Hubungan sesama dayang-dayang telah lama ia saksikan dan ia menjadi bagian dari pesta itu. Satu-satunya laki-laki yang turut dalam pesta.
Nahas, ia tak pernah tahu bagaimana nyawanya berakhir. Ternyata nyawanya berakhir demi menjadi tumbal atas penurunan ilmu dan kutukan Dewi Melati kepada penerusnya, Monah.
Kulit pemuda itu seketika mengkerut dan mengering. Wajahnya tampak menganga karen seluruh ototnya tertarik, kedua tangan dan kakinya bengkok seperti orang terkena serangan struk.
Lalu Dewi Melati pun membuang mayat itu ke dalam air. Perempuan itu kemudian menceburkan diri untuk menyusul Monah.
Monah pingsan dengan mata terbuka di dalam air. Tubuhnya masih melayang di bawah permukaan air, belum terlalu jauh tenggelamnya. Sesekali ada cegukan-cegukan yang menandakan bahwa listrik di otaknya mulai terganggu.
Dewi Melati datang melumat mulut Monah. Tubuhnya ia dekap. Kedua mulut yang saling terbuka melakukan pemindahan cairan. Darah keluar dari mulut Dewi Melati yang segera terlarut dalam air sungai sehingga air di sekitar wajah mereka memerah.
Dewi Melati memaksa Monah menghirup air bercampur darah itu melalui mulutnya. Beberapa kali Dewi Melati menyemburkan darah itu sehingga Monah meminumnya. Itu adalah darah pemuda yang baru saja dibunuh Dewi Melati.
Arus berputar terbentuk dari gerakan Dewi Monah. Dengan lilitan seekor ular yang sangat besar, tubuh Monah digesek-geseki permukaan kulit licinnya.
Cahaya bersinar. Mata Monah terbelalak hidup kembali, tersadar dari pingsannya. Sebenarnya ia baru saja terlepas dari keadaan koma atau mati suri.
Monah merasa sangat aneh dengan apa yang dirasakan dan dilihatnya. Maka Monah mengayuh tubuhnya ke atas dengan mahirnya. Namun, tubuh itu ditahan oleh ular besar yang penampilannya kembali berubah menjadi Dewi Melati.
Tubuh Dewi Melati mendekap tubuh Monah. Monah kembali merasakan kenikmatan seperti yang pernah ia rasakan bersama ular jelmaan Ambu.
Usai mencapai titik terpuasnya, mereka pun muncul kembali ke permukaan. Monah dan Dewi Melati kembali menaiki perahu untuk menjangkau bagian tepi sungai. Perahu itu sudah hanyut tapi dengan kekuatan Dewi Melati, perahu itu dapat kembali ia dapatkan.
Rasa kikuk melingkupi Monah. Ia duduk berhadapan dengan Dewi Melati tanpa berani menatapnya.
“Kamu tidak mau membantuku mengayuh perahu ini” ucap Dewi Melati memecah suasana kikuk itu.
“Emh, maaf. Baiklah Kak.” Monah pun mengayuh perahu itu dengan dayung.
“Abang yang tadi kemana Kak?” tanya Monah sembari mendayung.
“Entahlah. Kadang-kadang dia suka membangkang. Kita minta dia supaya menunggu, tapi ternyata orangnya tiba-tiba menghilang. Entahlah. Mungkin dia sedang kebelet buang air,” ucap Dewi Melati.
Waktu pun berlalu. Monah dan Dewi Melati sudah sampai di rumah, mereka membersihkan diri dan makan malam.
Kali ini Monah kurang punya nafsu makan. Makanan di hadapannya hanya diaduk-aduk. Sesekali menyuap sedikit makanan seujung sendoknya tapi ia hanya memainkannya saja di mulutnya, tidak menelannya.
Berulang-ulang kali Monah menggunakan serbet untuk menampung dan mengelap lepehan makanan yang sedikit itu dari mulutnya.
Monah melihat Dewi Melati begitu pucat, matanya sayu, terlihat begitu kelelahan.
“Kak? Apa Akak baik-baik saja?” ucap Monah.
Dewi Melati hanya tersenyum sambil menggeleng pelan. Ia lalu bangkit dari kursinya dan isyarat dari tangannya ia minta dipapah oleh pembantunya. Tanpa berkata-kata perempuan cantik itu pun berlalu dari hadapan Monah.
Monah lalu bangkit dan hendak mengikuti Dewi Melati. Namun, yang terjadi justru para pembantunya menahan Monah agar tidak melanjutkan langkahnya.
Monah terpaksa menyusul beberapa saat setelahnya. Ketika makan malam usai – yang sebenarnya gadis itu tidak memakan apapun, ia pun segera berjalan mengendap-endap menuju kamar Dewi Melati.
Kamar itu tertutup dan terkunci. Ia mengetuk pintu tapi tidak ada respon apapun dari dalam. Kemudian, Monah pun kembali ke kamarnya dan berniat akan kembali menemui Dewi Melati besok.
*
Hari berganti. Monah bangun dengan sangat segar. Rasanya sama sekali ia tak merasakan kelaparan padahal semalam ia tidak makan malam.
Di halaman para pembantu disibukkan dengan obrolan desas-desus. Monah mencari tahu dengan mengendap-endap tentang obrolan apa itu. Ternyata seekor kambing peliharaan di kebun belakang mati.
Kambing itu mati dengan keadaan mengenaskan, seperti diserang binatang buas. Isi perutnya hilang dan urat lehernya putus.
Kejadian menghebohkan itu membuat perhatian para pekerja di kediaman Dewi Melati teralihkan. Monah mencoba menyusup ke kamar Dewi Monah dan ia berhasil masuk ke sana.
Ketika Monah sampai di dalam, ia melihat penampakan yang mencengangkan, begitu mengerikan. Terlihat sebuah jasad wanita tua dengan tubuh yang hanya tinggal tulang berbalut kulit semata, begitu kurus. Rambut wanita itu putih panjang tergerai.
Monah mendekat. Ia hafal betul dengan pakaian yang digunakan jasad ini, beserta riasan wajah dan rambutnya. Ini adalah pakaian dan riasan yang digunakan Dewi Melati tadi malam.
“Kak Dewi?” Monah menutup mulutnya kuat-kuat dengan kedua tangannya. Matanya berair.
Tiba-tiba pengawal dan para pembantu mendobrak masuk ke dalam kamar itu. Monah menengok kepada mereka. Betapa takutnya Monah.
Beberapa orang pembantu menyertai. Salah satunya membawa pakaian Monah yang terdapat noda darah. Seketika tatapan mata Monah tersorot kepada kain itu.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Matilah aku! Pasti setelah ini aku akan kena hukum,” batin Monah.
Bukan, itu bukan darah manusia apalagi darah Dewi Melati. Itu adalah darah kambing. Benar, Monah adalah pelaku pembunuhan kambing itu. Semalam ia yang telah menyantapnya dengan bengis seperti seekor binatang buas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Kutukannya sudah pindah ke kamu Monah 😭😭😭
2024-01-10
0