Seni Merangkai Bunga

Seketika wanita tua itu menghentikan kunyahannya. Ditaruhnya potongan daging dari tangannya. Wanita tua berpakaian lusuh berwarna kelabu itu mendekat. Di langkah keduanya ia mengambil tongkat berkepala jenglot yang ada di dekatnya dan ia gunakan untuknya melangkah kemudian.

“Etek Revi,” ucapnya dengan suara parau khas nenek-nenek.

Wanita tua ini pun berdiri di depanku, arah matanya tidak pernah ia lepaskan dari mataku. Dibelainya rambutku dan ia pun tersenyum. Tampak barisan giginya yang hitam dan bentuknya tak utuh lagi. Bibir pecah-pecah keriputnya membuatku hampir tak percaya. Semenakutkan itu dirinya tapi ia tersenyum.

Aku tak merasakan senyum jahat dari wajahnya. Ia benar-benar tersenyum padaku, meredakan gemetar di sekujur tubuhku. Aku pun terbawa pada kisah masa lalunya yang ia sampaikan lewat kedua matanya.

*

Seorang gadis berusia sekitar dua belas tahun sedang riang menggodaiku yang tengah menyusun sebuah rangkaian bunga. Sebuah seni bernama ikebana, di mana beragam jenis bunga disusun sedemikian rupa dalam satu wadah. Gadis itu tertawa menggodaiku.

“Monah mau Etek ajari membuat ini?” tawarku.

“Mau Tek! Mau!” Dengan antusiasnya gadis itu mengikuti arahan yang aku berikan. Setangkai demi setangkai bunga ditusukkannya ke media gabus spons kering.

*

“Bagaimana Tek?” tanyanya. Rupanya gadis kecil itu kini sudah besar. Usianya sekitar tujuh belas atau delapan belas tahun.

Waktu telah berlalu lama dan selama itu gadis bernama Monah ini menekuni seni ikebana dengan sangat baik.

“Cantik sekali Sayang,” jawabku.

Tunggu sebentar. Kenapa suaraku berubah seperti ini? Aku telah lebih tua sekarang. Suaraku sudah seperti ibu-ibu.

“Monah sedang mempersiapkan diri untuk lomba ikebana, Etek. Pokoknya Monah janji akan memenangkan perlombaan itu. Sebab seantero tanah Minang ini tak ada lagi yang lebih jago selain Monah, berkat guru terbaik yang Monah punya,” ucapnya.

“Jangan sombong begitu Sayang. Kita harus selalu rendah hati. Di atas langit masih ada langit. Inti dari membuat ikebana ini adalah kecantikan. Selain kecantikan bunga-bunganya juga kecantikan hati yang dipancarkan oleh orang yang merangkainya. Ingat itu?” ucapku.

“Hehe… Iya Tek. Monah cuma bercanda. Biar semangat saja,” balasnya.

Monah pun berlalu dan aku juga hendak menuju ruangan lain. Tanpa sengaja aku melewati sebuah tiang yang permukaannya berkilau. Dari sana aku bisa melihat pantulan diriku, seperti bercermin.

Aku melihat cerminan diriku, aku hampir tak percaya. Maka aku bergeser ke lemari yang terdapat cermin di sana. Aku pun bercermin dengan sangat jelas sekarang. Mataku berkaca-kaca melihat pantulan diriku di depan cermin.

Rambut lurus hampir menjangkau bahu, kening berponi hingga menutupi alis, mata bulat berbulu lentik, wajah tirus putih, hidung tipis lancip, bibir tipis, pipi berlesung dan tahi lalat di tulang pipi kiri.

“Mama…” ucapku.

Ini adalah Mama di masa lalu. Gadis itu memanggilku dengan panggilan Etek Revi. Benar. Revi yang dimaksud adalah Revi mamaku. Dari panggilan yang diberikannya, Etek, berarti gadis itu adalah keponakan mamaku. Dia adalah sepupuku.

Malam harinya aku tengah duduk di kamarku, kamar Mama lebih tepatnya. Sebuah ruangan besar juga dengan jendela ditutupi oleh gorden besar yang menjuntai dari langit-langit hingga ke lantai. Semua ornamen di dalamnya adalah ukiran yang bernilai seni tinggi.

TOK TOK TOK…

Ternyata itu adalah Monah. Ia mendatangiku dengan raut wajah yang sedih.

“Kenapa cepat sekali Etek pulang? Monah masih ingin Etek di sini,” ucapnya.

Monah duduk di depan meja rias dan aku mendatanginya. Kami sama-sama duduk menghadap cermin. Dari pantulan cermin aku bisa memandangi wajahnya dan dia pun demikian.

Aku mengelus rambut panjangnya lalu menyisirnya lembut.

“Cinta yang tulus itu tidak pernah merasa kehilangan apalagi mengucapkan selamat tinggal kepada seseorang yang pergi. Sebab yang berpisah itu hanya raga,” ucapku.

Monah menatapku melalui pantulan cermin dengan mata yang berkaca-kaca.

“Sampai kapan Etek tinggal di negeri seberang?” tanya Monah.

“Tidak akan lama Sayang. Pendidikan yang Etek tempuh sebentar lagi akan selesai. Lagipula sudah ada pemuda yang melamar Etek. Tidak mungkin Etek akan berlama-lama di sana,” jawabku.

“Oh iya benar. Monah dengar begitu. Jangan lama-lama Etek, kabarnya…”

“Etek jadi buah bibir orang-orang? Ya seperti itu resikonya Sayang, bila perempuan lambat menikah. Etek harap Monah tidak seperti Etek. Mengejar cita-cita boleh saja, tapi jangan seperti Etek. Semoga kamu secepatnya bisa bertemu dengan jodohmu ya,” ucapku sembari menghimpit kedua pipi Monah dengan telapak tangan.

“Aamiin… Selama ini Monah serius sekolah, Tek. Belum ada yang sreg di hati Monah. Tapi aminkan saja dulu. Siapa tahu…” jawabnya.

“Siapa tahu setelah lulus sekolah kamu bisa langsung menikah, hihihi…” godaku.

“Hihihi… Etek!” Wajah Monah merona.

*

Cerita yang sungguh manis dan mengharukan. Di mana aku bisa menyaksikan mamaku begitu menyayangi gadis manis itu.

Sembari menonton film usang yang dimasukkan melalui sorot mata kami, aku melihat wajah haru ditunjukkan oleh nenek-nenek yang berdiri di depanku ini.

Tak hanya sampai di sana saja, cerita pun berlanjut tentang kehidupan Monah tanpa didampingi mamaku.

*

“Cantik sekali rangkaian bunganya, Non,” puji Zainal, anak tukang kebun keluarga Monah yang seumuran dengan gadis itu.

“Sudah kubilang, jangan panggil aku Non. Risih sekali aku mendengarnya,” protes Monah.

Kala itu sore sedang cerah, mereka berdua sedang ada di teras belakang rumah. Monah sedang merangkai bunga sambil ditemani secangkir teh, sementara Zainal sedang menyemprot tanaman pagar. Ia membantu pekerjaan bapaknya, sebab bapaknya yang tukang kebun itu sudah tua jadi perlu dibantu.

“I-iya Mon. Tapi saya tidak enak kalau didengar yang lain,” ucap Zainal.

“Memangnya di sini sekarang ada siapa lagi selain kita berdua?”

“Hehe… Iya sih. Oh iya, ngomong-ngomong bagaimana persiapanmu untuk menyambut gubernur dua pekan depan? Kudengar kamu diajak Tuan untuk pertemuan istimewa itu.”

“Iya karena ikebana ini. Karena seni ini sangat jarang di ditekuni di daerah kita, jadi saya diminta Ayah untuk memamerkannya. Tapi saya rasa ada yang kurang di sini. Entah apa, seperti semua pola ini begitu membosankan bagiku.”

“Membosankan?”

“Ya, hampir semua jenis bunga sudah kucoba. Membosankan sekali.”

“Sudah pernah mencoba anggrek hutan?”

“Emh? Bunga liar yang warnanya hijau itu? Itu bunga langka kan!” Monah terlihat tiba-tiba begitu bersemangat.

“Benar. Menurutku rangkaian bungamu akan menjadi tidak biasa kalau menggunakan bahan yang tak biasa.”

“Tentu! Dimana saya bisa mendapatkannya?”

“Di hutanlah. Kamu bisa menyuruh siapa saja untuk mengambilkannya, namanya juga anak orang kaya.”

Sesuai saran dari Zainal, Monah meminta ajudan orang tuanya untuk membawakannya bunga langka itu. Namun, setelah menunggu selama seminggu bunga itu tidak juga kunjung ada di tangan Monah.

“Zain, kita harus mencarinya sendiri!” ucap Monah sambil mengendap-endap di kebun belakang rumahnya. Zain yang sedang membersihkan gulma terkejut dengan kedatangan Monah yang tiba-tiba dari balik perdu.

“Ya ampun Mon! Hampir copot jantungku! Kamu masih memikirkan bunga itu?”

“Ya jelas dong! Pokoknya saya harus mendapatkannya! Ayo temani saya, Zain, temani saya untuk mendapatkan bunga itu… Saya mohon,” bujuk Monah.

Zainal menoleh ke belakang, ia menimbang-nimbang ide tersebut. Tapi bagi Zainal mau bagaimanapun permintaan Monah pasti selalu ia penuhi. Sebab, Zainal sebenarnya diam-diam menaruh perasaan terhadap anak majikannya itu.

“Baik, kita akan pergi ke hutan terdekat. Alas Singgalang, di sana ada kawasan hutan yang bisa kita akses sehari saja. Kupikir di sana cukup aman untuk kita mencari anggrek hutan,” ungkap Zainal.

Monah sangat senang. Ia sangat percaya pada Zainal, selain karena mereka bersahabat sudah sejak lama, Zainal juga menguasai pengetahuan tentang tumbuhan.

“Yeee… Besok pagi kita berangkat!” ucap Monah bersemangat.

Terpopuler

Comments

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

Hati" Monah 😣

2023-12-30

1

𝙨𝙗𝙠 𝙜𝙬𝙚

𝙨𝙗𝙠 𝙜𝙬𝙚

Yeeaaaahhhhh berangkat ke KUA.....

2023-12-29

7

𝙨𝙗𝙠 𝙜𝙬𝙚

𝙨𝙗𝙠 𝙜𝙬𝙚

Iya, Amminn..... 👐

2023-12-29

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!