Setelah kejadian malam itu, esok paginya Laura malah datang ke rumah.
"Tante!" teriaknya histeris saat melihat Lily. Ia langsung berlari memeluk Lily dengan gembira. "Laura kangen banget sama rumah ini!"
"Iya ya, sudah berapa tahun coba kamu tidak datang ke sini lagi? Ya ampun, kamu bawa apa itu? Kenapa repot-repot segala?" seru Lily saat melihat beberapa box makanan yang dibawa Laura.
"Ini hasil masakan Laura Tante, khusus aku masakkan untuk kalian semua," Laura kemudian membawa box itu ke meja makan. Dengan seenaknya, gadis itu menyingkirkan makanan yang sudah disiapkan Rani dengan susah payah, dan menggantinya dengan makanan baru.
Rani menatap gadis itu kesal. Benar-benar tak tahu malu. Bukankah baru semalam gadis itu memfitnahnya, tapi kenapa sekarang bersikap seolah tidak terjadi apa-apa?
"Wah, banyak sekali!" puji Lily saat melihat deretan makanan yang dikeluarkan Laura. "Serius yang buat semua ini kamu?"
"Ya iya dong Tante," Laura menjawab bangga. "Selama di Amrik Laura itu belajar masak. Cobain deh, pasti enak!"
Lily kemudian mencicipi makanan itu. "Ya ampun, enak banget Laura! Tante belum pernah makan makanan seenak ini!"
Rani memutar bola matanya kesal. Ia memilih untuk pura-pura sibuk, membereskan makanan yang tadi disingkirkan Laura.
Tak berselang lama, Juna dan Bani datang menghampiri mereka. Laura dengan semangat membara langsung memamerkan hasil masakannya.
"Enak kan Kak?" ujar Laura dengan penuh perhatian. Juna menganggukkan kepalanya sambil mengangkat jempol.
"Enak banget,"
"Yeyyy, jadi Laura sudah bisa jadi istri yang baik dong? Kak Juna nggak mau sama Laura aja? Eh, maaf Rani, aku cuma bercanda kok!"
Rani hanya bisa membalas celetukan Laura dengan senyum tipis. Dasar ular, batinnya dalam hati.
"Oh iya Rani, semalam kan kamu belum sempat minta maaf sama Laura. Mami tahu kamu malu karena ada banyak orang di sana. Sekarang, kamu minta maaflah dengan benar," ujar Lily membuat Rani melotot.
"Untuk apa Rani minta maaf Mi? Rani kan nggak salah apa-apa, dia yang—"
"Rani!" bentak Juna memotong ucapan Rani. "Tidak usah banyak alasan! Aku sudah dengar cerita lengkapnya dari Laura. Tinggal minta maaf saja apa susahnya!"
"Aduh Kak, jangan marahi Rani seperti itu. Laura sudah nggak apa-apa kok. Laura juga sudah memaafkan Rani,"
Apa? Memaafkan apanya? Harusnya dia yang minta maaf kan? Rani benar-benar dibuat naik pitam dengan kelakuan Laura.
"Rani, kenapa diam saja? Cepat minta maaf!" desak Lily.
"Iya Rani, cepat minta maaf dan kita bisa lanjut sarapan dengan tenang," Bani ikut angkat bicara.
Rani mengepalkan tangannya. Bahkan ayah mertuanya yang jarang bicara pun ikut menyudutkannya. Rani tak punya pilihan lain selain menuruti mereka.
"Maafkan aku Laura," ucapnya tak ikhlas. Tentu saja, dia kan tidak salah, untuk apa meminta maaf?
"Iya Rani, aku sudah memaafkan kamu. Aku minta maaf juga karena sudah membuat kamu marah," ujar Laura tanpa rasa malu.
"Nah begini kan enak dilihatnya. Sekarang, ayo kita makan sama-sama. Rani, kamu siapkan piring juga untuk Laura ya?"
Rani yang semula sudah bersiap untuk duduk akhirnya terpaksa berdiri lagi. Ia mengambilkan piring serta sendok dan meletakkannya di depan Laura.
"Eh, sekalian buatkan aku susu hangat ya, biasanya setiap sarapan aku minum susu," perintah Laura kepada Rani.
"Apa?" Rani tentu saja merasa kesal. Kurang ajar sekali Laura menyuruh-nyuruhnya!
"Iya Rani, tolong buatkan ya. Laura ini kan tamu, apalagi dia sudah memasak banyak untuk kita. Kasihan dia pasti capek,"
Rani ingin sekali berteriak 'Aku juga capek Mi!' di depan wajah Lily untuk menjawab ucapan mertuanya itu. Tapi terpaksa ia telan demi menjaga perdamaian ruang makan pagi ini. Ia tak mau paginya dirusak oleh Laura si wanita ular.
Rani akhirnya membuatkan susu sesuai pesanan Laura. Tentu saja sambil bersungut-sungut tidak ikhlas. Dia sebenarnya ingin memasukkan garam ke dalam cairan putih itu, tapi segera ia tepis niat jahatnya. Ia tak mau menambah masalah dan membuatnya semakin dipandang rendah.
"Silahkan," ucap Rani dengan nada sarkas. Laura menerima minuman itu dengan tersenyum penuh kemenangan. Ia lalu menyeruput susu itu, dan langsung menyemburnya.
"Hoek! Apa ini? Kenapa rasanya tidak enak?"
Rani menghela napas panjang. Apa lagi kali ini?
"Rani, aku tidak suka minum susu sapi, biasanya aku cuma minum susu gandum,"
"Oh iya, Mami lupa, Laura kan tidak suka susu sapi! Rani, kamu tolong belikan dulu susu gandum untuk Laura!"
"Hah?" Rani jelas keheranan. Laura yang tidak suka minum susu sapi, kenapa dia yang repot? Lagipula kan Laura hanya tamu di rumah ini, kenapa dia tidak menerima saja apa yang diberikan tuan rumah?
"Nggak usah deh Tante, nanti malah ngerepotin Rani lagi," ujar Laura berpura-pura, padahal di dalam hatinya dia merasa senang bukan main.
"Tidak apa-apa Laura, sama sekali tidak merepotkan. Kamu kan jarang datang ke sini, jadi kami harus melayani kamu dengan baik," imbuh Juna.
Rani langsung mendengus kesal. Tapi kan aku yang repot jadinya!
Sesuai perintah, Rani akhirnya pergi ke supermarket demi membeli susu gandum untuk Laura. Tidak lupa bersama dua bodyguard yang selalu mengawasinya. Mereka memang tidak bicara apa-apa pada Rani, tapi tetap saja ia merasa tak nyaman karena diikuti oleh orang di setiap langkahnya.
"Hahhh..." Rani menghembuskan napas berkali-kali selama perjalanan pulang dari supermarket. Jujur dia sudah lelah menghadapi semua ini.
"Apa aku kabur saja?" gumamnya. Dua bodyguard yang duduk di depan Rani langsung mengangkat satu alis mereka.
"Aku cuma bercanda," ujar Rani mengetahui kewaspadaan mereka. "Lagipula aku juga tidak akan bisa kabur dari kalian,"
Mobil mereka pun melaju dengan tenang sampai di kediaman Wijaya.
Sampai di rumah, Rani langsung membuatkan susu untuk Laura. Mengurus Laura jauh lebih merepotkan ketimbang mengurus Ruby. Rani tak akan rela kalau suatu saat gadis itu benar-benar menjadi ibu tiri Ruby.
"Silahkan Nyonya," sarkas Rani. Saat ini Laura sedang duduk berdua di sofa ruang televisi bersama Lily.
"Eh, maaf Rani, aku sudah kenyang, kamu minum saja susunya,"
What the hell? Rani sudah bersiap mengeluarkan sumpah serapah. Lalu apa gunanya dia tadi pergi ke supermarket sampai melewatkan sarapan?
"Iya Rani, kamu lama sih perginya. Sekarang, lebih baik kamu siap-siap saja. Katanya Laura dan Juna mau pergi ke mall," ucap Lily membuat Rani tak jadi mengeluarkan kata-kata mutiaranya.
"Rani capek Mi, Rani tidak usah pergi. Lagipula Ruby belum bangun, nanti dia mencari aku," ujar Rani beralasan. Yang mau pergi kan mereka berdua, kenapa Rani juga disuruh ikut?
"Loh, kamu itu gimana sih Ran? Kamu kan istrinya Juna. Apa kata orang-orang nanti kalau melihat suamimu pergi berduaan dengan wanita lain? Para wartawan pasti langsung heboh. Sudahlah, tak usah khawatirkan Ruby, biar Mami yang urus nanti,"
"Tapi Mi—"
"Kenapa kamu belum siap-siap?" Juna datang dari lantai atas. "Cepat siap-siap. Aku tidak suka menunggu lama-lama,"
Yang menyuruh kamu menunggu aku, siapa? Rani benar-benar frustasi. Tapi perintah mereka adalah mutlak. Rani tak punya pilihan lain selain mematuhi mereka. Ia menghentakkan kaki dan pergi menuju kamarnya dengan perasaan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Hafifah Hafifah
toh meskipun si rani ikut hanya akan jadi pajangan aja g akan dianggap keberadaannya jadi ngapain dia ikut mending dirumah aja istirahat lahir dan batin
2024-12-23
1
Ibnu Rizqi
mmmmm,untung cerita nopel...di dunia nyata ga mungkin terjadi...ayo rani, lawan sekuat baja,dasar juna lebayyyy
2025-02-02
0
Ibnu Rizqi
mmmmm,untung cerita nopel...di dunia nyata ga mungkin terjadi...ayo rani, lawan sekuat baja,dasar juna lebayyyy
2025-02-02
0