Rani terbangun saat waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Ia bergegas bangkit dari kasur dan pergi menuju dapur. Meskipun sedih karena dikatai menantu manja oleh teman-teman ibu mertuanya, Rani tidak ingin terlihat lemah. Ia akan berusaha untuk bisa diakui sebagai seorang istri dan menantu yang baik.
"Baru bangun Ran?" tanya Lily sambil tersenyum. Rani menganggukkan kepalanya. Saat itu baru sang ibu mertua yang ada di sana, suami dan ayah mertuanya belum terlihat.
Rani mulai mengeluarkan beberapa piring dan sendok, setelah itu ia tata sedemikian rupa di atas meja. Rani juga sebenarnya agak kesal. Padahal sudah jelas-jelas ibu mertuanya itu duduk duluan di sana, kenapa tidak menyiapkan semuanya lebih dulu?
Rani beranjak mengambil sayur dan lauk pauk hasil masakannya tadi sore di dalam lemari. Tapi aneh sekali, Rani tak menemukan sayur lodeh buatannya. Bahkan lauk tempe dan tahu yang ia buat pun raib. Sekarang yang menggantikan di sana adalah ayam goreng lengkuas dan cah kangkung.
"Mi, Mami tahu sayur lodeh sama tempe tahu yang Rani taruh sini?" tanya Rani kepada Lily yang sedang asyik bermain handphone.
"Oh? Tadi Mami suruh Mbok Nah buang," jawab Lily enteng.
"Apa?" Saking terkejutnya, suara Rani terdengar agak keras. Lily sampai terperanjat kaget. "Dibuang?"
"Aduh, bikin kaget saja sih Ran. Iya, Mami suruh buang, soalnya sayurnya nggak enak, terlalu asin. Tempe sama tahunya juga kelihatan sudah mau basi,"
"Sudah mau basi bagaimana Mi? Itu baru Rani masak tadi sore!" Rani berseru emosi. "Kenapa harus membuang-buang makanan!"
Lily merasa terkejut karena nada bicara Rani yang sedikit membentak. "Ma-Mami kan nggak tahu,"
"Kalau nggak tahu tanya Mi!" air mata Rani sudah menetes. "Kan Rani sudah capek-capek masak!"
"Ada apa ini?" tiba-tiba saja dari belakang Rani, muncul Juna dan Bani.
"Kenapa kamu membentak Mami?" tanya Juna dengan nada marah. Rani tidak menjawab. Ia mengusap air matanya dan berlari kembali ke kamar.
"Ada masalah apa?" tanya Bani dengan nada heran. "Kalian bertengkar?"
"Sepertinya Rani salah paham sama Mami," Lily mencoba menjelaskan. "Mami tadi suruh Mbok Nah buang makanan yang ada di lemari, Mami kira itu makanan basi. Tapi ternyata itu masakan Rani tadi sore untuk makan malam,"
Tante Lily menghela napas panjang. "Tapi dia tidak mendengarkan alasan Mami dan malah membentak Mami. Mami bingung, Mami nggak pernah dibentak begitu sama Ratih,"
"Mami tenang saja, biar Juna yang urus," Juna menenangkan sang ibu. Ia kemudian kembali ke kamar untuk menyusul Rani.
Di dalam kamarnya, Rani sudah menangis tersedu-sedu. Akhir-akhir ini ia merasa semua orang berkomplot untuk memusuhinya. Rani sudah berusaha untuk menahan, tapi lama kelamaan sikap mereka jadi semakin keterlaluan.
"Aku nggak betah Kak Ratih.." rintih Rani dalam tangisnya. "Bagaimana Kakak bisa bertahan di rumah yang kejam ini?"
"Rani," Terdengar suara pintu kamar diketuk. Itu pasti Juna. Rani sengaja mengunci pintunya dari dalam supaya lelaki itu tidak mengganggunya.
"Rani, buka!" Juna menggedor pintu semakin keras. "Nggak usah manja! Kamu itu cuma salah paham, jangan marahi Mami yang tidak tahu apa-apa!"
Rani menutup kedua telinganya rapat-rapat. Ia tak ingin mendengar apapun. Karena mereka juga tak pernah mau mendengarkan Rani.
"Rani!" Juna masih terus menggedor pintu kamar, dan Rani tetap mendiamkannya. "Kalau kamu begini terus, aku akan laporkan pada mamamu!"
Rani terdiam. Kalau sampai Juna benar-benar mengadukan hal ini pada Mama, pasti Mama tak akan tinggal diam. Entah seperti apa Mama akan memarahinya nanti.
Rani menghela napas panjang. Ia tak mau memperpanjang masalah. Akhirnya, ia terpaksa membuka pintu dan terlihat Juna yang berdiri di sana dengan wajah kesal.
"Kamu jangan keterlaluan sama Mami," begitu ucapan Juna pertama kali setelah Rani membuka pintu. "Mami kan tidak tau kalau sayur itu hasil masakan kamu. Cuma begitu saja nggak usah baper!"
"Tapi aku juga capek Kak," kesal Rani. "Kamu nggak tahu kan betapa susah payahnya aku membuat hidangan itu?"
"Tinggal dibuat lagi apa susahnya," ujar Juna enteng. "Jangan marahi Mami, kasihan dia. Mami itu punya darah tinggi, kamu mau tanggungjawab kalau Mami sakit?"
Rani terdiam. Juna benar-benar tidak menghargai kerja kerasnya.
"Sudah! Aku tidak mau mendengar alasan kamu lagi. Sekarang cepat minta maaf sama Mami,"
Rani mendongakkan kepalanya menatap Juna. Tidak bisakah lelaki itu membelanya sedikit saja? Tidak bisakah ia mendengarkan alasan kenapa Rani melakukan itu?
"Kenapa bengong? Cepat minta maaf!"
Rani mengepalkan tangannya. Benar-benar percuma. Apapun yang ia katakan, tidak akan ada yang membelanya.
"Baik, aku akan minta maaf sekarang. Puas kamu sekarang?" Rani berjalan melewati Juna dan dengan sengaja mendorong bahu lelaki itu.
Pada akhirnya, Rani yang meminta maaf kepada Lily.
"Iya Rani, Mami maafkan. Mami kaget sekali loh, Mami nggak pernah dibeginikan sama Ratih. Ratih itu anak yang lembut, santun dan tidak pernah marah. Jadi Mami shock mendapat perlakuan seperti itu dari kamu,"
Rani mendengarkan ucapan ibu mertuanya dengan wajah tertunduk. Bukannya dia menyesal, tapi karena menyembunyikan wajahnya yang kesal. Padahal Lily adalah orang yang menyebabkan semua keributan ini, tapi wanita itu sama sekali tak meminta maaf.
Masalah hari itu berakhir dengan damai. Tentu saja damai menurut versi keluarga Wijaya saja. Menurut Rani, dia belum merasa damai sama sekali.
Meski begitu, Rani tetap menjalankan kewajibannya sebagai istri dan menantu keluarga ini esok harinya. Lagi-lagi ia memasak, membereskan dapur, dan mencuci pakaian Juna dan Ruby. Ia juga turut menyiapkan makanan untuk putri tirinya itu.
"Sayang, Aaa.." Rani menyuapi Ruby dengan telaten. Ruby sudah kenal dengan Rani, karena beberapa kali Ratih sering meminta tolong Rani menjaga Ruby. Makanya Ruby tidak menangis ketika bersama dengan Rani.
"Pintarnya.." Rani memuji Ruby yang memakan makanannya dengan lahap. "Enak kan sayang?"
"Enyak! Enyak!" jawab Ruby dengan lidahnya yang cadel. Rani tertawa. Ruby adalah satu-satunya obat penghilang stres di rumah ini.
"Ohok!" Ruby terbatuk. Rani buru-buru mengambilkan air minum, meminumkannya pada Ruby.
"Ohok!" Ruby menyemburkan air dan sisa makanan di dalam mulutnya.
"Ruby!" Rani berseru panik. Tiba-tiba saja wajah Ruby membiru. Gadis kecil itu tampak terengah-engah seperti kehabisan napas.
"Ruby! Ruby!" Teriak Rani. Juna yang sedang sarapan bersama orangtuanya segera berlari menghampiri mereka, terbelalak saat melihat putrinya sesak napas.
"Ruby!" Juna buru-buru menggendong Ruby. "Apa yang terjadi?"
"Nggak tau Kak, tiba-tiba saja Ruby batuk-batuk, terus jadi seperti itu,"
Lily ikut menghampiri mereka dan melihat menu makanan yang diberikan Rani. "Ini telur! Ruby kan alergi telur!"
Rani terbelalak. "A-aku tidak tau Kak.."
"Kamu bodoh, ya? Kamu mau membunuh anakku?" Juna berlari keluar rumah dan masuk ke mobil. Ia melajukan kendaraan roda empat itu ke rumah sakit secepat mungkin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Hafifah Hafifah
aduh lw g suka sama rani bilang bu g usah fitnah gitu
2024-12-23
1
🇮🇩A Firdaus🇰🇷
seru
2024-10-25
0
Hanisah Nisa
lanjut
2024-01-03
1