Dari pagi, keluarga Wijaya sudah sibuk menyiapkan keperluan untuk datang ke pesta. Malam ini keluarga mereka memang diundang untuk hadir di acara ulang tahun Nyonya keluarga Salim, salah satu istri pengusaha kaya di Jakarta. Lily tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia sibuk berbelanja barang-barang mahal untuk dijadikan kado. Tak lupa pula membeli pakaian branded untuk ia pakai nanti malam, tentu saja dengan membawa serta Rani.
"Rani, Rani," panggil Lily pada Rani yang sedang duduk di ruang ganti VIP sebuah butik ternama. Kedua tangan mama mertua Rani itu membawa beberapa helai gaun. "Menurut kamu bagus yang mana?"
Lily kemudian berdiri di depan Rani, menunjukkan pakaian itu satu persatu. Rani menilai dengan serius, meski ia tak begitu mengerti tentang fashion.
"Menurut Rani bagus yang putih Mi," ujar Rani sembari menunjuk salah satu gaun. "Bentuknya sederhana, tapi elegan."
"Oh ya?" Lily menimbang-nimbang. "Tapi kok kelihatannya terlalu sederhana ya Ran? nggak kelihatan mereknya, nanti dikira nggak mahal lagi,"
"Hmm.." Rani kemudian menunjuk sebuah gaun berwarna merah merona dengan tulisan brand yang ditulis besar-besar. "Kalau begitu yang itu saja Mi,"
"Ih, selera kamu norak banget, masa yang mereknya segede gajah begitu. Nggak elegan, lah!"
Rani menghela napas panjang. Terus dia harus bagaimana? Pada akhirnya Rani memilih untuk tidak berkomentar apa-apa. Lagipula Mama mertuanya itu sudah sibuk dengan pilihannya sendiri.
"Karena bingung milih, Mami jadi beli semuanya deh," Lily bertopang dagu saat melihat deretan angka nol di struk pembayaran. "Tapi ini termasuk murah lo Ran, belum sampai lima ratus juta,"
Rani menelan ludah. Sebegitu mudahnya kah orang kaya menghabiskan uang mereka? Sementara mama mertuanya itu membawa dua puluh lima tas belanja, Rani hanya membawa dua kantong saja. Satu berisi pakaiannya sendiri dan satu lagi untuk Ruby.
***
"Ayo cepat, kita udah telat nih!" Lagi-lagi Mama mertua Rani adalah yang paling heboh. Pilihan gaun yang ia pakai malam ini adalah gaun khusus yang hari ini baru datang dari Prancis. Gaun hasil belanja di butik bersama Rani tadi sama sekali tak tersentuh. Sedangkan Rani memakai gaun yang tadi ia beli bersama Lily.
"Mama! Mama!" selama perjalanan, Ruby terus mengoceh dengan menggemaskan. Rani merasa senang. Gadis kecil itu terlihat cantik sekali dengan gaun yang ia pilih.
Mobil berhenti di depan sebuah gedung tinggi. Mereka berlima segera turun dari mobil. Para wartawan yang melihat kedatangan keluarga Wijaya langsung menyerbu, memotret dari segala sisi.
"Fotonya dari angle kiri saja," ujar Lily. Salah satu alasannya memakai pakaian terbaik juga karena ini. Ia tak suka jika portal-portal berita mengunggah fotonya yang jelek.
Rani berjalan melewati kerumunan wartawan itu dengan kepala agak tertunduk. Ia tidak terbiasa dengan hal itu. Ia tak peduli lagi dengan angle foto. Yang jelas, ia ingin segera pergi dari sana sesegera mungkin.
"Jeng Susi..Selamat Ulang Tahun," Lily berlari ke pelukan seorang wanita yang menjadi tokoh utama pesta ini. Ia adalah Susi Salim, Nyonya dari keluarga Salim yang berulang tahun hari ini.
"Jeng Lily.. Terimakasih sudah datang.. Eh, siapa ini? Menantu mu yang baru ya?"
"Halo Tante," Rani mencium pipi Nyonya Salim kanan dan kiri. "Selamat ulang tahun Tante,"
"Terimakasih ya, senang sekali loh kamu bisa datang ke sini. Kalau dilihat-lihat, kamu itu agak hitam manis, ya? Beda sekali dengan Ratih,"
Rani tersenyum. Seperti biasa, orang-orang selalu membandingkan dirinya dengan Ratih. Ia menebak-nebak apakah sebentar lagi nyonya-nyonya lain akan ikut membahas topik itu.
"Iya, lumayan berisi juga. Kalau Ratih kan langsing sekali ya," dugaan Rani tepat sasaran. Umpan telah dipasang, satu ikan menyambar. Tinggal menunggu ikan lain datang.
"Ratih dulu juga lebih tinggi kan ya? Pokoknya dia itu seperti bidadari banget cantiknya. Sayang sekali ya anak secantik itu harus meninggal duluan.."
Ikan kedua, batin Rani. Ia sudah tak mau terlalu pusing memikirkan perkataan mereka tentangnya. Ia sudah sangat terbiasa dengan itu.
"Selera bajunya juga jauh banget ya bedanya. Kalau Ratih dulu berkelas, elegan, beda sekali dengan Rani. Kok bisa ya saudara kandung seayah dan seibu tapi berbeda banget?"
Ikan ketiga, Rani asyik menghitung. Sementara bibirnya terus menyunggingkan senyum seperti robot.
"Makanya apa saya bilang, cari menantu itu yang setara Jeng Lily.. Contohnya seperti.. Nah itu dia, Laura! Sini!"
Rani mau tak mau ikut menolehkan kepalanya ke arah yang ditunjuk. Seorang gadis cantik berbadan tinggi langsing berjalan ke arah mereka. Jalannya juga sangat anggun, seperti berjalan di atas catwalk.
"Selamat malam tante-tante.." Sapa gadis itu dengan senyumannya yang luar biasa cantik. Rani sempat terpesona beberapa saat.
"Apa kabar Nak?" Lily memeluk gadis itu dengan penuh kasih sayang. "Kok nggak ngabarin Tante sih, kalau sudah balik dari Amrik?"
"Iya Tante, sorry. Laura niatnya mau kasih kejutan dengan datang langsung ke rumah Tante. Tapi ternyata malah ketemu duluan di sini,"
Rani mendengarkan percakapan mereka sembari terus memasang senyum karirnya. Tatapan Laura kemudian tak sengaja tertuju padanya.
"Loh, ini?" tunjuk Laura pada Rani seperti melihat alien. "Jangan-jangan dia.."
"Betul sekali Nak, dia ini adalah istri dari Juna setelah Ratih, namanya Rani," ujar Lily memperkenalkan Rani, ia kemudian beralih memperkenalkan Laura. "Rani, ini Laura Salim, keponakan dari Jeng Susi. Dia itu dulu sebelum ke Amrik suka menginap di rumah kita. Jadi bisa dibilang Laura sudah Mami anggap putri Mami sendiri,"
Rani menyalami Laura setelah mendengar penjelasan panjang lebar mama mertuanya. "Rani," ujarnya memperkenalkan diri.
"Laura," balas gadis itu. Entah kenapa, Rani merasa senyuman wanita itu seperti sedang mengejeknya.
"Belum lengkap tuh, Jeng.." celetuk Susi. "Jangan lupa. Laura kan dulu juga calon mantu mu,"
"Astaga," Laura tertawa. "Tante ini! Itu sudah lama sekali!"
"Tante masih inget loh kamu nangis-nangis minta nikah sama Juna," goda Susi membuat keponakannya menutup wajah malu.
"Aduh Tante, jangan bongkar-bongkar aib di sini dong!" seru Laura malu-malu.
Sementara itu, Rani mendengarkan percakapan mereka dengan dahi mengernyit. Percakapan macam apa ini? Jadi Laura pernah menyimpan perasaan pada Juna? Kenapa mereka harus membahasnya sekarang? Apalagi mereka bicara tepat di depan Rani, yang adalah istri sah dari Juna. Kenapa seolah-olah dirinya tak dianggap?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Hafifah Hafifah
perkumpulan ibu" yg g ada faedahnya ini yg suka pamer sana sini
2024-12-23
1
Eti Alifa
aduh lingkungannya toxic semua😭
2024-10-09
1
Eva Karmita
dasar Juna aseeeeem berhati batu sembarangan kalau ngomong 👊👊👊👊
2024-01-06
0