Rani diam-diam masuk ke kamar Ruby saat sudah tidak ada orang di sana. Entah kemana Juna dan mertuanya pergi, yang jelas saat ini Ruby sedang tidur sendirian di atas ranjang rumah sakit.
Rani menghampiri Ruby sembari menahan tangis. Ia mengelus pelan pergelangan tangan Ruby yang ditusuk jarum infus. Astaga, lengan itu sangat kecil dan kurus. Bahkan jarum infus pun terlihat lebih besar dari tangannya.
Rani beralih mengusap kedua pipi Ruby. Pipi yang gembul itu terlihat pucat. Selang oksigen telah dilepas dari hidung karena pernapasannya sudah kembali normal.
"Maafkan Aunty.." Bisik Rani. "Aunty benar-benar payah karena tidak bisa menjaga Ruby,"
Rani mengusap lembut rambut Ruby. "Gara-gara Aunty, Ruby harus menderita seperti ini,"
Rani menggenggam tangan Ruby dan mencium tangan kecil itu dengan tulus. Bukan hanya merasa bersalah pada Ruby, Rani jauh lebih merasa bersalah kepada sang kakak. Akan semarah apa Ratih jika melihat perbuatan yang telah Rani lakukan terhadap putrinya?
"Aunty sayang sekali sama Ruby," bisik Rani lagi. "Ruby cepat sembuh ya? Aunty janji akan memberikan apapun yang Ruby mau,"
Tiba-tiba, sebuah tangan besar menepis tangan Rani.
"Berani sekali kamu menyentuh anakku!" Marah Juna. "Siapa yang mengizinkan kamu masuk ke sini?"
"Kak! Aku mohon! Aku cuma mau melihat Ruby!" mohon Rani saat dirinya ditarik paksa oleh Juna.
"Yakin cuma mau melihat? Aku yakin kamu pasti mau mencelakai dia, kan? Apalagi rencana mu kali ini? Membunuh anakku? Tidak cukup kamu membunuh istriku, sekarang anakku pun mau kau bunuh?"
"Kak, aku sama sekali tidak ada niatan seperti itu. Kejadian tadi benar-benar bukan rencana ku Kak. Aku sama sekali tidak tahu kalau Ruby alergi dengan telur!" ujar Rani berusaha membela diri.
"Siapa yang akan percaya dengan kata-katamu itu, hah? Sekali pembunuh tetap pembunuh!"
"Aku bukan pembunuh!" Jerit Rani frustasi. "Aku akan membuktikan kalau aku tidak bersalah!"
"Silahkan!" tantang Juna. "Bawa bukti itu kehadapan ku! Karena aku juga akan membawa bukti-bukti kejahatan mu!"
Rani mengepalkan kedua tangannya. "Kalau aku bisa membuktikannya, apa kamu akan menceraikan ku?"
"Tidak hanya itu! Aku bahkan akan sujud di kakimu!" ucap Juna. "Tapi aku pastikan kalau itu tidak akan terjadi!"
Rani mengepalkan kedua tangannya. Ucapan Juna mengisyaratkan kalau lelaki itu sudah cukup yakin Rani bersalah. Rani menelan ludahnya gugup. Sanggupkah ia mendapat bukti yang bisa membuat laki-laki itu seketika sujud di kakinya?
"Kuberi peringatkan sekali lagi. Mulai sekarang, seujung kuku pun, kamu dilarang menyentuh putriku!"
"Tapi, aku adalah ibunya Ruby, bagaimana bisa aku tidak menyentuh putriku sama sekali?"
"Ibu? Putri?" Mata Juna melotot marah. "Berani sekali kamu bicara begitu! Sampai kapanpun ibunya Ruby hanya Ratih seorang! Jangan berani-beraninya kamu menganggap dirimu sendiri Ibu dari anakku! Karena kamu tidak pantas!"
Rani memejamkan matanya. Ucapan Juna benar-benar membuatnya tertohok. Lalu tanpa belas kasihan, Juna menyeret Rani keluar dari gedung rumah sakit. Menyuruh wanita itu menjauh dari putrinya sejauh mungkin.
...----------------...
Dua hari kemudian, Ruby sudah boleh dibawa pulang.
Seluruh keluarga menyambut kedatangan Ruby dengan penuh suka cita, tak terkecuali Rani. Meski ia hanya sanggup mengintip dari kejauhan.
"Ruby mau makan apa? Biar Papa belikan ya?" Tanya Juna lembut. Ruby menggelengkan kepalanya.
"Mainan mau? Nanti Oma belikan rumah-rumahan boneka yang Ruby mau, ya?"
Ruby kembali menggelengkan kepalanya. Tak diduga, gadis kecil itu malah menunjuk ke suatu tempat.
"Mama! Mama!"
Semua orang sontak menoleh ke arah yang ditunjuk Ruby. Mereka bingung siapa Mama yang dimaksud anak itu. Ternyata yang dimaksud Ruby adalah Rani. Rani juga tak kalah kaget, tak menyangka Ruby akan memanggilnya Mama.
"Mama! Mama! Cini Mama!" Ternyata itu semua bukan halusinasi Rani semata. Ruby benar-benar memanggilnya Mama, melambaikan tangan padanya menyuruh mendekat.
"Sayang, itu bukan Mama, tapi Aunty," jelas Juna. Dia tidak terima Rani dianggap Mama oleh putrinya. "Mama Ruby bukan dia,"
"Itu Mama!" Ruby mulai berteriak. "Lubi au tama Mama!" (Ruby mau sama Mama!)
"Tidak boleh sayang, itu bukan Mama. Ruby sama Papa saja ya.." bujuk Juna sembari berusaha mengalihkan perhatian. "Kita pergi ke mall yuk? Kita main ke Timezone, mau ya?"
"Ndak au! Lubi au Mama! Mama!" (Nggak mau! Ruby mau Mama! Mama!)
Ruby tetap bersikeras. "Atu au tama Mama!" (Aku mau sama Mama!)
"Nggak!" geleng Juna tegas. "Itu bukan Mama!"
Mendengar bentakan sang Papa, sontak air mata Ruby merebak. Tangisnya mulai pecah.
"Papa jahat! Papa jahat!" Teriak Ruby sembari memukuli papanya.
Juna kewalahan menenangkan sang putri. Ia berusaha mengalihkan perhatian Ruby dengan apapun, tapi tetap tidak berhasil. Gadis kecil itu masih terus menunjuk-nunjuk Rani, minta diantarkan ke sana.
"Sudah, berikan saja Jun," tukas Lily. "Kasihan Ruby,"
"Tapi Mi—"
"Lagian Rani kan memang ibunya. Ruby juga pasti merindukan sosok seorang ibu," tambah Lily.
Juna gelisah. Ia bergantian memandang Ruby di gendongannya dan Rani yang berdiri di ujung ruangan. Rani menggigit bibir, ia tidak tega melihat Ruby menangis seperti itu. Ingin rasanya ia merebut Ruby dan langsung menggendongnya.
Karena tak ada pilihan lain, Juna akhirnya mengalah. Ia berjalan ke arah Rani dan membiarkan istrinya itu menggendong Ruby. Tak perlu menunggu waktu lama, tangis Ruby langsung berhenti. Bahkan anak berumur tiga tahun itu meminta dibuatkan susu.
"Maafkanlah Rani Jun, setiap orang kan pernah membuat kesalahan. Rani juga sudah menyesalinya. Memang wajar kalau kamu marah. Tapi kan kamu nggak bisa mengabaikan perasaan Ruby juga. Diusianya yang masih sangat kecil, dia butuh sosok seorang ibu,"
Juna terdiam. Kata-kata sang ibu ada benarnya. Hanya saja dirinya belum bisa memaafkan Rani begitu saja. Apalagi Rani adalah orang yang ia curigai sebagai pelaku yang membunuh Ratih. Jadi bagaimana mungkin ia mempercayakan putri semata wayangnya kepada seseorang yang menurutnya berbahaya?
"Aku harus cari pengasuh secepat mungkin," gumam Juna geram. Ia tak rela Ruby diasuh oleh seorang 'pembunuh'.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Hafifah Hafifah
aku yakin kamu bisa rani dan buat dia bersujud dikakimu
2024-12-23
1
Ros Konggoasa
Juna tolol td pux hati
2024-02-22
3
Eva Karmita
lanjut
2024-01-06
1