Destinasi bulan madu mereka seharusnya ke Bali, sesuai dengan kesepakatan kedua keluarga. Alasannya karena waktu cuti Juna tidak banyak, sehingga mereka memilih lokasi yang paling dekat saja. Seharusnya begitu. Tapi mereka saat ini tidak pergi ke bandara, melainkan ke sebuah gedung Laboratorium Forensik Kepolisian Republik Indonesia.
"Kenapa kita kesini?" Rani bertanya-tanya.
"Keluar!" perintah Juna sembari membuka pintu mobil dengan kasar. Rani yang masih kebingungan segera ditarik oleh Juna.
"Kak!" Rani mencoba melepaskan cengkraman tangan Juna. "Lepasin! Tangan saya sakit!"
Juna tidak peduli. Ia terus menyeret Rani hingga masuk ke dalam gedung. Ternyata, gedung itu adalah tempat untuk melakukan tes poligraf atau tes kejujuran. Tes itu menggunakan sebuah alat bernama lie detector yang bisa mendeteksi kebohongan seseorang yang diukur lewat perubahan pernapasan, keringat, dan detak jantung.
Rani dimasukkan ke dalam sebuah ruangan tertutup bersama satu orang penyidik wanita. Beberapa sensor ditempelkan pada jari, lengan dan daddanya.
"Tidak usah gugup. Saya hanya akan mengajukan beberapa pertanyaan. Silahkan jawab pertanyaan saya," ujar Penyidik itu lembut. Dia sepertinya tahu kalau Rani ketakutan.
Rani menelan ludahnya gugup. Penyidik mulai bertanya tentang identitas Rani, kemudian merambat pada peristiwa kecelakaan. Meski takut, Rani menjawab semuanya dengan jujur. Termasuk tentang ingatannya yang hilang. Sementara itu Juna menunggu di luar ruangan.
Dua jam kemudian, Rani dipersilahkan keluar. Penyidik mengatakan bahwa hasil tes poligraf Rani adalah plus 20, yang menandakan bahwa wanita itu tidak berbohong dengan kesaksiannya.
"Mustahil!" Juna mengacak rambutnya. "Silahkan diperiksa lagi Bu, dia pasti sudah memanipulasi ingatannya, membuat kebohongannya seolah nyata! Saya yakin sekali kalau wanita ini adalah pembunnuh istri saya!"
"Maaf Pak," ujar si penyidik. "Tes ini hanya salah satu upaya saja. Kami tidak bisa menentukan apakah seseorang benar bersalah atau tidak. Kalau memang bapak merasa tes hari ini kurang akurat, kita bisa lakukan tes kedua,"
"Oke," angguk Juna. "Kita lakukan tes kedua. Saya yakin dia akan ketahuan berbohong,"
Hari-hari selanjutnya benar-benar seperti neraka bagi Rani. Pasalnya, Juna selalu memaksanya untuk mengulangi tes poligraf. Meskipun hasilnya tetap sama bahwa Rani tidak berbohong, karena Rani benar-benar tidak ingat apapun yang terjadi pada hari kecelakaan.
"Kak, sudahlah, aku sudah capek. Berkali-kali aku masuk ke ruangan itu, menerima pertanyaan yang sama. Hasilnya kan sudah jelas, aku tidak berbohong!" bujuk Rani saat Juna kembali membawanya tes poligraf untuk yang ke empat kalinya.
"Aku tetap tidak percaya! Kamu adalah perempuan licik! Kamu pasti melakukan sesuatu! Kalau kamu capek, mengaku saja! Maka semuanya akan selesai!"
"Bagaimana aku bisa mengaku jika aku saja tidak ingat apa yang terjadi?"
"Maka kamu harus menurut!" Juna menuding Rani dengan jari telunjuknya. "Aku akan membuat kamu melakukan ini sampai kamu menyerah dan mengakui perbuatanmu!"
Rani hanya bisa menghela napas panjang. Juna benar-benar keras kepala. Rani terpaksa menurut untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
Setelah seminggu berlalu, barulah Juna menyerah. Itu pun karena mereka harus segera pulang karena jadwal bulan madu mereka sudah habis. Orangtua mereka bisa curiga jika mereka tidak pulang tepat waktu.
"Kesabaranku padamu benar-benar sudah habis," geram Juna saat mereka berada di mobil untuk pulang ke rumah. "Apa sulitnya mengakui kebohonganmu?"
"Karena aku tidak pernah berbohong Kak," Rani hampir menangis karena frustasi. "Harus berapa kali lagi aku di tes poligraf biar kamu bisa percaya? Bahkan ke-enam tes yang aku lakukan semuanya bilang aku tidak berbohong! Kenapa kamu masih tidak percaya padaku?"
"Karena satu-satunya orang yang terakhir bersama Ratih adalah kamu," ujar Juna sengit. "Kamu yang merencanakan perjalanan kalian, kamu yang memaksa Ratih untuk pergi berdua, padahal kamu sedang membuat siasat licik untuk mencelakai kakakmu sendiri!"
"Astaga.." Rani menghembuskan napas panjang. Mau dia bicara apapun, Juna tetap tidak akan percaya. Laki-laki itu benar-benar sudah dibutakan matanya.
Mobil yang dikendarai Juna tiba-tiba berhenti. Dengan nada datar, lelaki itu berkata:
"Turun,"
"Apa?" Rani menoleh ke luar jendela, kanan dan kiri. Hanya terlihat pepohonan sepanjang jalan. Hari mulai gelap, dan tidak ada mobil yang melintas bersama mereka.
"Kamu gila Kak? Kamu suruh aku turun di sini? Lalu bagaimana aku bisa pulang?"
"Bukan urusanku, turun!"
Rani ternganga. "Kak? Jangan begini! Kenapa kamu tega sekali pada istrimu sendiri?"
"Istri?" Juna tergelak. "Siapa bilang aku menganggapmu istri? Sampai kapanpun istriku itu hanya Ratih! Jangan berani-beraninya kamu menganggap derajat kalian sama!"
Dengan nafas memburu, Juna kemudian keluar dari mobil. Dibukanya pintu di sebelah Rani, lalu ia tarik gadis itu keluar dengan paksa.
"Jangan Kak! Kumohon! Jangan tinggalkan aku di sini! Aku takut! Kumohon Kak!"
Juna tentu saja tidak peduli. Dengan kasar, diseretnya Rani dengan kuat sampai wanita itu terjatuh ke jalanan. Juna lantas cepat-cepat masuk ke dalam mobil dan menghidupkan mesinnya.
"Kak!" Sambil menahan sakit, Rani bangkit dan mengejar mobil suaminya itu. Ia menggedor-gedor kaca mobil Juna. "Tolong buka Kak! Please! Jangan tinggalin aku! Aku nggak tau harus ke mana! Kak Juna! Kak!"
Mendengar itu, Juna malah semakin mempercepat laju mobilnya. Ia menekan pedal gas dalam-dalam sampai Rani terpelanting. Mobil merah itu kemudian meninggalkan Rani yang sedang menangis di tengah jalan sendirian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Suzanne Shine Cha
knpa kau buat wanita nya lemahh sihh Thorrrr..
bikin jagoan juga lahh🤩🤩😡 geram soalnya
2025-02-25
0
Hafifah Hafifah
kasihan banget ya si rani
2024-12-23
1
Dewa Rana
kok ada manusia sekejam itu...
2025-01-11
0