"Kak, kakak masih inget nggak dulu kita sering main ke sana?" tunjuk Laura pada sebuah lapangan di tengah kota. Saat ini mereka bertiga sedang dalam perjalanan menuju pusat perbelanjaan. "Dulu kan aku sering sekali ikut Kak Juna dan Kak Andre main di sana,"
"Iya, kamu kan sering sekali menangis minta digendong," jawab Juna sembari menyetir mobilnya.
"Ih, jangan diingetin lagi dong, Kak! Aku kan jadi malu!"
Rani mendengarkan percakapan mereka dari bangku belakang sambil memejamkan mata. Juna dan Laura duduk berdua di depannya sembari bercerita tentang kenangan masa kecil mereka. Sebenarnya Rani tidak tahu apa fungsinya berada di sini sekarang. Toh mereka berdua sudah asyik mengobrol sendiri tanpa menghiraukan keberadaan Rani. Kalau boleh memilih, Rani lebih baik ada di rumah dan tidur sekarang.
Sampai di mall, Laura langsung menggandeng tangan Juna dan mengajaknya berkeliling. Rani sebenarnya ingin menunggu saja di dalam mobil, tapi Juna memaksanya untuk turun.
"Kak, lihat itu yuk!" dengan penuh semangat, Laura mengajak Juna masuk ke sebuah toko barang-barang branded. Rani mengikuti mereka dengan ogah-ogahan.
"Kak, kakak coba yang ini deh!" Laura meminta Juna mencoba setelan yang ia pilih. Juna juga menurut saja seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Sedangkan Rani duduk di kursi tunggu sambil menguap lebar.
Sampai beberapa lama kemudian, mereka berdua akhirnya selesai berbelanja. Rani yang semula masih terkantuk-kantuk terperanjat kaget saat mereka berdua berjalan keluar dari toko. Rani juga berniat pergi dari sana, tapi tiba-tiba seorang pegawai toko mencegatnya.
"Ini barang-barang belanjaannya ya," ujar pegawai itu sambil memberikan beberapa kantong belanjaan pada Rani.
"Apa?" Rani tentu tidak mengerti. Kenapa dia diberikan itu? Dia kan tidak belanja apa-apa?
"Iya, ini kan belanjaannya majikan kamu. Ambil nih," ujar pegawai itu.
"Hah?" Rani masih kebingungan. Apa-apaan ini?
"Ya ampun, pasti pembantu baru ya," Pegawai itu berkata dengan nada meremehkan, kemudian meraih tangan Rani dan memaksanya mengambil barang belanjaan. Rani menerima kantong-kantong itu sambil terheran-heran. Jadi dirinya dianggap pembantu sekarang? Rani masih ingin menjelaskan, tapi Juna dan Laura sudah berjalan jauh di depan sana. Terpaksa Rani mengikuti mereka sambil membawa barang-barang itu agar tidak tertinggal.
"Kak, aku mau dibeliin itu dong!" pinta Laura sembari menunjuk sebuah kalung berlian.
"Boleh, ambil saja," jawab Juna enteng. Ia bahkan sudah mengeluarkan black cardnya. Rani ternganga, semudah itu meminta berlian?
"Yeyyy, terimakasih Kak Jun," Laura tersenyum senang, kemudian dengan sengaja melihat Rani dengan ekspresi wajah mengejek.
"Apa-apaan sih?" kesal Rani. Dia belum pernah sekesal ini dengan seseorang. Tapi Laura benar-benar menyebalkan.
"Sini, biar aku saja," Juna menawarkan diri memakaikan kalung berlian itu ke leher Laura. Laura jelas merasa sangat senang, hatinya berbunga-bunga.
"Cantik," puji Juna, Laura tersenyum malu-malu.
"Terimakasih Kak," ujarnya, lalu ia menoleh ke arah Rani. "Eh, tapi aku nggak enak deh Kak sama Rani. Rani nggak dibelikan juga?"
Rani memutar bola matanya kesal. Kenapa dirinya musti dibawa-bawa sih?
"Tidak usah, berlian Rani sudah banyak," jawab Juna. Yah, Juna memang tidak berbohong. Saat mereka menikah, Juna memberikan mas kawin berupa seperangkat perhiasan berlian mahal kepada Rani. Meskipun saat ini perhiasan itu sudah berpindah tangan ke Mama.
"Kalau gitu, kita sekarang makan yuk? Laura laper Kak," manja Laura sembari menempelkan tubuhnya pada Juna. Rani memperhatikan sikap wanita itu dengan ekspresi jijik.
"Oke, kamu mau kemana?"
"Kemana aja yang penting sama Kak Juna," jawab Laura sambil mengedipkan sebelah mata.
Akhirnya, mereka bertiga makan bersama di sebuah restoran mewah di mall itu. Laura dan Juna duduk bersebelahan, sedangkan Rani berada di seberang mereka.
"Aduh," keluh Laura saat ia tak berhasil memotong daging steaknya. "Tolong dong Kak,"
"Sini," Juna mengambil piring Laura dan mengiris daging itu kecil-kecil. Laura tersenyum kesenangan. Ia melirik Rani, tapi gadis itu sama sekali tidak terganggu. Rani malah fokus melahap makanannya.
Laura mengerucutkan bibir. Apa usahanya itu tidak membuat Rani cemburu? Padahal jelas-jelas dia sedang menggoda Juna di depan mata Rani, tapi kenapa wanita itu terlihat biasa-biasa saja?
"Nih," Juna menyerahkan steak yang telah ia iris pada Laura. Laura menerimanya dengan senang hati.
"Terimakasih Kak,"
Laura lagi-lagi melirik Rani, tapi tetap tidak ada perubahan ekspresi di wajah wanita itu. Laura kesal, dia merasa belum puas jika belum membuat Rani marah.
Laura lalu pura-pura hendak mengambil minumannya, tapi dengan sengaja ia menyenggol minuman itu ke arah depan hingga tumpah membasahi meja. Cairan itu dengan cepat mengalir dan mengotori pakaian Rani.
"Aduh, maaf Rani!" Laura berdiri dari tempatnya untuk pura-pura membantu Rani. "Aku nggak sengaja!"
Rani membersihkan pakaiannya dengan tisu, tapi noda jus itu tidak kunjung hilang.
"Aku mau ke kamar mandi dulu," pamitnya kemudian.
Di kamar mandi, Rani langsung mengecek apakah ada orang di sana. Saat sudah dipastikan tidak ada orang lain selain dirinya, Rani langsung berteriak sekeras mungkin.
"F*ck you! Wanita ular! Wanita jahat! Wanita sialan!" umpatnya di depan cermin. Ia mencengkram tisu toilet di tangannya dengan sekuat tenaga, membayangkan jika itu adalah wajah Laura.
"Hih, pengen aku injek-injek rasanya!" geram Rani jengkel. Ia memandang pakaiannya yang terkena noda jus dari pantulan cermin. Rani tahu, wanita itu pasti sengaja melakukannya.
"Sabar Rani.. Sabar.." Rani mencoba menenangkan dirinya sendiri, mengatur napas. Ia tak boleh kelihatan marah, atau Laura akan merasa menang.
Setelah dirasa sudah cukup menenangkan diri, Rani kembali ke meja mereka. Tapi yang ia temukan hanya kursi-kursi kosong dan tas belanja yang ditinggalkan. Meja itu bahkan sedang dibersihkan oleh beberapa pegawai.
"Kemana orang-orang yang ada di sini tadi?" tanya Rani pada salah satu pelayan.
"Oh, baru saja pergi Bu. Kata majikannya belanjaan ini dititipkan ke Anda,"
"Apa?" darah Rani langsung mendidih ke ubun-ubun. Dinding kesabaran yang susah payah ia bangun di dalam kamar mandi rubuh sudah. Dengan wajah geram, Rani meraih kantong-kantong belanja itu dan berjalan cepat menyusul mereka berdua.
Rani dengan cepat menemukan Juna dan Laura yang sedang berjalan menuju parkiran. Tampak Laura menggandeng tangan Juna dengan mesra.
BRAK!
Di depan mereka, Rani membanting tas-tas belanjaan itu dengan kasar. Juna dan Laura sontak terperanjat kaget.
"Apa-apaan kamu?" kening Juna berkerut, sudah siap untuk marah.
"Silahkan bawa barang-barang kalian sendiri," ujar Rani sambil menatap mereka tajam. "Aku bukan pembantu yang bisa kalian suruh-suruh seenaknya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Hafifah Hafifah
bagus rani jangan mau ditindas.semoga suatu saat kamu menyesal juna udah memperlakukan rani seperti itu
2024-12-23
1
Hafifah Hafifah
ngapain cemburu lw mau ambil aja si juna itu.jadi suami g ada gunanya juga cuma nyakitin doang kerjaannya
2024-12-23
1
Katherina Ajawaila
Laura tau malu kalau di singgung ms kecil tapi gandeng suami org ngk malu. dasar jalang 😡
2024-12-27
0