Guest Of Death
Dengan deretan jadwal yang padat, ilmu yang telah didapat dimasa sarjanah awalnya saja, Ila merasa tak akan ada habisnya. Ditemani kekasihnya yang bernama Abrisam lelaki taat dan tokoh dari keluarga yang berada. Seutuh kegiatannya banyak disegani oleh masyarakat, dia anak pertama dari dua saudaranya maksudnya Silvi adik perempuannya.
Kegiatan Abrisam hanyalah mengajar pendidikan agama yang didalamnya mengandung materi kepercayaan dan suatu jalan untuk mencapai cahaya terang. Meski demikian semua yang berlangsung berjalan sesuai aturan lembaga formal.
Selain itu Abrisam juga dikenal karena biasa diundang dibanyak tempat untuk berdakwah. Pergi dengan menyerukan kebaikan atau ancaman dari kerusakan yang sedang merajalela. Sesekali pergi selalu ada istri menemani dan tentu didampingi supir, terkadang ibu mertua juga ikut kalau memang sedang ada tujuan yang sama.
Mobil yang dimiliki cukup terawat bersih mengkilap dan warna hitam legamnya yang nampak gagah. Kalau orang paham dunia mobil mungkin akan tertarik untuk mereviewnya. Semua ini adalah pencapaian hidup yang sudah sepatutnya untuk disyukuri.
Lelaki yang sholeh dengan istri yang kufu maksudnya sudah sederajat. Sekarang tinggal mengerahkan ilmu yang dimiliki sedangkan soal ekonomi keluarga, Ila sendiri sering mengungkapkan rasa takjub itu tentang bagaimana rizki itu muncul dengan sendirinya tanpa disangka. Sederhana, beginilah Tuhan saat mempermudahkan segala urusan yang ada.
Untuk tempat berisitirahat adalah hunian yang tak besar jika cukup untuk berduaan saja. Yang masih bernuansakan manisnya pengantin baru. Kalaupun ramai itu sebab kebaikan para pelajar yang asramanya tak jauh dari rumah. Kediaman mertua juga masih satu kampung di sekitar sana, ada Ibu Aminah, Ayah Idrus, Silvi dan ada pula adik ipar bernama Fadhol. Ada paman dan saudara yang lainnya juga yang mungkin tidak bisa disebutkan secara terperinci.
Ayah Idrus yang biasa menjadi Imam Masjid pun membawa hawa tentram, dimata Ila beliau adalah pemimpin agama yang juara dan langka. Terkadang kesibukannya juga lebih tlaten memantau pengolahan tanahnya yang ada sekitar 12 hektar. Beberapa tahun lalu semenjak hadirnya Fadhol agaknya pertanian ayah menjadi lebih tidak lagi terasa beban, sebab itupun yang mendekatkanya ke orang-orang dan membawanya terjun ke dunia pemerintahan.
Ila dilamar bertepatan dengan wisuda di sarjanah awalnya itu namun masih bertekad untuk tetap melanjutkan pendidikannya di program magister.
Itu sudah sekitar delapan bulan yang lalu, sekali terdengar...kabarpun bisa tersebar kemana-mana. Apalagi Ila juga sibuk menghadiri acara-acara rutinan yang membuat orang-orang berjilbab ingin berpatok pada dunianya yang memukau.
Mungkin pantas untuk dijadikan duta wanita islami. Entah datang atau tidak, senyum manisnya sering dinanti dan membuat tetangga rindu menyapanya. "Nah itu Non Ila mau lewat" Ibuk-ibuk mulai berbisik saat memberi tempat. Diiringi ibu mertua yang anggun dan lebih dulu membuka kegiatan.
Dengan sambut gembira yang has menanyakan "Umi... Senangnya anda hadir... Sehat dan Sehati ya... " seolah menghadang maju tapi ada orang lain yang turut bersuara "Ehh... Gak sopan... Umik itu didepan tempatnya," mungkin lupa karena saking senangnya padahal sudah tiap taun terang Ibu Mertua.
"Ayo Nak..." mengajak menantunya halus "Permisi Buk... " Ila sungkan
"Sekalian kamu yang ngisi sambutannya ya nak" Ibu pasti begini.
"Oh... " mengangguk terpaksa dan ibu mertua malah tertawa bercanda menepuk pundak ibuk tadi soal usulan yang mengusik. Seenggaknya Ibu Mertua mengurangi beban dengan sanggahannya "Maaf lo ya... saya mendahului... " lanjutnya tanpa malu dan percaya diri.
Seperti kata mereka, Abrisam menuruni sifat ibunya dalam hal mengolah penyampaian. Sedangkan Ila memang mempersiapkan apa yang menjadi pradugannya, tertantang untuk mewakili acara yang biasa diisi. Mengingat pengalaman pendidikan Ila lebih baik dibandingkan Silvi.
"Aneh, sepertinya kali ini saya tidak diminta mengisi sambutan. Entahlah... Apa panitia lupa melihat undangannya juga tidak ada catatan husus". Lalu temannya seorang wanita tua yang sebaya datang menghampiri dan berkata "Lho...Sudah disini... " menyalami sambil cium pipi kiri dan kanan terlihat akrab.
"Kali ini bukan aku" gegas ibu mertua memotong pembicaraan. "Oh... Iy... ya biasanya yang sambutan, lo terus siapa? " menggertak tak percaya dan tak mau tau "Entah" aduh si ibuk lirik-lirik ke Ila meragukan "Siapa lagi umik? "
Keduanya sama sibuk berdebat basa basi tentu aku dibuat jengkel dengan ketidak pastian ini rasa was-was yang mendebarkan. Lalu muncullah laki-laki tampan diatas panggung siap sebagai pengisi. Sempat tak mengenali pakaian putih yang lumrah dan gaya yang bersahaja.
"Siapa namanya tadi...? " yang tadinya ribut jadi terfokus mendengarkan MC "Seperti kenal" kata teman ibuk "Masak dia Abrisam putraku, gak mungkin ah" - "Sepertinya itu dia Buk" Ila bernafas lega karena keraguannya telah berahir. Tatkala pemuda itu bersuara di atas panggung dengan tampilan kumis tipisnya telah membuat kami tercengang. Bisa-bisanya... "Ya ampun Mas Sam... "
Siapa menyangka semua ini direncanakan, bahwa orang-orang kampung sekitar memang mengenal Abrisam sejak kecil sebagai anak yang suka jail usil mengerjai orang. Memberikan kejutan-kejutan yang tak terlupakan dimasa yang telah lewat. Dari kulitnya yang dulu manis kecoklatan sekarang sudah makin bersih meski rambutnya masih agak panjang dengan diikat itupun masih terlihat dari garis-garis arah rambutnya.
Saat satu kata diucapkan masyarakat kampung tak percaya, yah ini undangan pertama kali di kampung halaman. Sungguh tak percaya bahkan hingga usaipun ibu mertua tetap tak percaya. "Le... kami melongo dengerinnya" - "Masak Ila gak mengenaliku Buk". Mas Abrisam dan Silvi lebih biasa memanggilnya ibuk tapi orang-orang sekitar yang lainnya lebih terasa akrab dan suka dengan memanggilnya umik, pasti ada kisah panjang dalam perjalanan itu.
"Bener Le... " dan Ila hanya terkekeh mendengarnya. Di mobil jadi tambah asik obrolannya apalagi Pak Supir pribadi itu menilai edan, dan kupas-kupas julukan-julukan yang pernah disematkan ke mas Abrisam baik dimasa hidup dikampung atau masa kuliahnya. Dulu disebut Jaelani dan pas masa-masa belajar didoakan Al Alim "Ah apalah arti sebutan itu biasa saja, cuma tafa'ulan".
Mas Abrisam sendiri juga mah apaan kalau jawab sekenanya saja kalaupun diguyur dengan lontaran tanda tanya. "Sesekali biar tambah erat hubungan kita Buk" namun kemudian Mas Abrisan bersalaman dan seolah mau pergi. Berpisah ditengah perjalanan Ila mengira bakal turun mobil dan naik mobil mitsubisi yang barusan papasan tapi malah cuma motor yamaha. Ila lumayan kebingungan...
Disitulah ibuk mulai bercerita panjang, dulu pas masih SMP Abrisam malah terkenal hobi bertengkar dan sesudah itu jadi jarang aktif sekolahnya. Berulang kali di score dengan masalah yang berbeda memang saat itu dia belum bisa kendalikan emosi masih temperamental. Alasannya ada-ada dasar omong kosong bocah itu kadang ga bisa disepelekan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments
coco
sudah mampir
2021-07-25
0
rynoyen
Aku suka dengan pemilihan kata-katanya ❤️ semangat terus Thor
2021-07-05
0
Seul Ye
Seul ye mampir nih bawa boom like. Feedback yayuhu ❤
2020-12-18
0