“Social and cultural right berkaitan dengan teori kontrak atau hak?” Ila menanyakan itu pada Abrisam sebagai tokoh public meski pada dasarnya juga tak mengerti “Hanya perlu tindakan profresif untuk memenuhinya” yang Abrisam tahu Ila memang sering kali tertarik untuk meneliti beberapa hal, tapi tugas itu tak menarik baginya “Kamu membahas hal yang rumit” ujar Abrisam menambahi.
“Kebenaran telah menyampaikan kita pada tempatnya” Ila tersenyum segera memasuki kediaman mbak “Wooh…amazing masih banyak yang tertutup” Abrisam yang kaget nyadar juga ini tentang room tour. “Loh mbak dieman terus” kata Abrisam membuat ibu mertua tersenyum…
“Itu ndak papa bongkrahi, aja enaknya gimana?” kata ibuk tapi ya tetep dibantu sama Mas Iparlah sebagai pemilik. Melihat banyak kardusan yang dibawa juga so, “Entar Adik balik kesinikah?” Tanya Ila ke Mbak. “Sekarang dianya gak jauh beda dengan kita dulu…” sinis Mbak “Barangkali bermalam disini sekalian…” Ajak Ila “Itu sih terserah anaknya La” Mbak memang begitu orangnya.
“Tidak masalah juga untukku, hanya mungkin lebih baik” kata Ila yang masih berjalan mau duduk-duduk manis di ruang tamu. “La rawatin anak aku dong, aku masih bantu ibuk hehe” ujar Mbak memanggil. “Udah gak rewel lagi nih anak” senyum Ila pada si kecil.
“Ada yang bisa dibantu Mbak, sepertinya penting?” Ila mendekatkan anak pada ibunya. Sesuatu yang dilihat didepannya memang berserakan apalagi rak lemari yang isinya masih longgar. Diruang husus yang menjadi alasan keunikan Mbak.
Yang juga mendukung Ila untuk setiap ketertarikannya dari mengklasifikasikan dan mengumpulkan. “Aku dulu juga suka mangkanya terkumpul sebanyak ini, rata-rata hadiah dari Bapak” katanya Mbak “Kok aku gak nyadarya…” dengan raut merasa gemas dengan si baby yang membuat Ila merasa kembar.
“Mutlak, tidak hanya dari kita” ujar Mbak lebih bijak, artinya setiap kekuasaan dari perubahan kondisi apapun masih ada pada tangan orang tua “Kita sebagai anak hanya bagaimana membuatnya bangga, begitu kan” ujar Ila dengan tampang cutenya.
“Tapi dari staff” Mbak mengingat sesuatu yang terkadang mereka berguna sebagai keutuhan akan wujudnya sesuatu. Adalah saling salut dan menjaga, dengan buku-buku yang bertumpukan Ila membiarkan balita merangkak ikut bermain lalu membuka-buka lembaran kertas yang sedang ingin dilihatnya.
“Yang mana akan ada banyak manusia mengelilingi, orang-orang disekitar sebagai penunjang keberhasilan” begitu tenang ditempatnya, ini seperti hal yang lumrah dilakukan dengan saudaranya. Sebagai Mbak yang baik mungkin ini termasuk hal yang bisa mengntungkan bagi lainya.
“Ada bukuku disini juga” saat Ila melihat judul-judul yang agak tertata. “Aku tidak tahu, paling beberapa ada…” jawab Mbak yang menaiki tangga untuk meraih bagian atas. “So, it will be okay” kata ila ragu “Hanya yang ada dikamarku dan di ruang tengah, ku bilang kalau punyamu itu hakmu” terang Mbak “Oohh, Yes I see I want to read this book” ungkap Ila sambil mengembalikan buku yang tidak ingin di baca.
Adalah ibu seseungguhnya yang selalu mendoakan anak-anaknya juga memafkan segala apa yang terucap oleh bibir juga prilaku anak yang tak kuasa. Begitu betapa sulitnya mengasihi orang tua yang takan terulang kembali.
Kesepakatan merupakan kesiapan awal menjadi besar, tapi pesan ibu telah memasuki relung jiwa “Dahulukan akhlak sebelum ilmu, dengan akhlaklah kau bisa memahami ilmu!” Ila dan Mbak sedang berada dalam rangkulan Ibu “Thanks mom” kata Mbak saat Ila hanya terhipnotis oleh suasana.
“Menulis bagiku hanya seperti dairy” ujar Ila menghangatkan “Paling kamu ngerjainnya sambil nangis” cela Mbak mengambilkan Ibuk kursi untuk duduk. Padahal juga itu kesibukan yang menghabiskan waktu Ila.
“Itu dulu, tapi menyelesaikan kuliah juga gak sekedar menyimak” kata Ila menyangkal sedangkan ibuk hanya mengawasi apa yang sedang dikerjakan anaknya, bentar lagi juga pindah ke ruang depan memang banyak yang perlu dilakukan.
“Penting karena?” Ibu menanyakan sebuah alasan itu pada Ila “Pertama setelah aku menikah jadi lebih jarang tidur siang sih, so many things that must to do to make our life usefull” Ila menceritakan itu seperti apa yang biasa Ibu lakukan.
Seberapa banyak yang sudah dibaca dan dipelajari “Banyak” jelas Ila memasukkan satu buku lagi ke rak lemari “Pake banget?” Tanya Mbak melihat Ila ngangguk “Kita kayak tukeran hoby ya” ungkap Ila tertawa.
“Pentingkah memikirkan masa depan?” lanjut Ila yang sedikit tercengang apalagi Ibu hampir mau menangis setelah menemani pertumbuhan anak-anaknya karena malu bahkan jadi sebel meninggalkan. “Loh buk…hiks” Mbak tersenyum kaget mau mengejar gak tahu tiba-tiba saja.
“HEMAT…buku apa ini” Ila menemukan buku unik sepertinya mengupas kesabaran. “Aku perlu juga, untuk memperbaiki diri menjadi ibu smart” Ila kembali ketempat duduknya yang kosong. Atau ikutan keluar berkumpul dengan lain sepertinya sedang meneguk air dingin seadem wajahnya Mas Abrisam.
“Duit itu seperti jodoh” singgung Mas Ipar menyambut kedatangan Ila melihat judul yang bertuliskan besar. Ila jadi canggung mengutarakan maksudnya bergabung disebelah suami “ Ya aku hidup dengan duit suami aku” sungut Ila cuek.
Jadi Mas Ipar hanya membujuk Ila agar tidak repot-repot semuanya sudah ada yang atur tinggal kitanya mau diatur atau enggak. “Maulah tapi gimana kita bisa tahu” kata Ila membalikkan, apalagi Abrisam gak mau jelasin apa-apa dan hanya tersenyum manis gitu.
Bisa gak betah deh, sebenarnya suka aja ngobrol banyak tapi bukunya kapan kelar terlihat banyak yang bagus pula “La ayok kita kembali aja… urusan perempuan” senyum mbak ketip-ketip “Oke aku ada” Ila pun berdiri hanya lewat.
“Nabung juga bagian dari hemat” lanjut Mbak menggandeng ikut membahas “Yah..yah..” Ila hanya mengangguk mengiyakan pendapat orang yang menilai dari cover. Meletakkan bacaan dan segera menuntaskan hal yang perlu dikembalikan pada tempat yang dirancang.
“Kalau besar jangan diatas Mbak, biar gampang ambilnya” ujar Ibuk mengulurkan buku-buku yang didekat Ila. Ibuk mah cuman nganterin minuman “Beres Buk” kata Mbak, “Tapi sesuai bidangnya” ketus ibuk “Iyah…iyah” . Malahan ibuk juga yang momong cicitnya.
“Mau cek judulnya pisan La” kata Mbak ke Ila memang ditandai terus sambil membacakannya dengan lantang dan cepat. “Terkadang ibuk jadi pingin pamer soal keuwuan family kita” dan ibuk yang bergembira.
“Meet up sekalian acara Ila aja buk” usul Mbak “Yang diundang jangan banyak-banyak buk” request Ila “Tadinya ibuk Cuma ngundang dua puluhan tapi yang agak meriah, disini aja” permintaan ibu mah bisa saja turuti.
“Virtual kita kemas sebagai kenangan” Ila menambahi “Soal itu buat aja sesuka hati” kata Mbak tanpa pusing. Masih seru juga membayangkan sebuah pesta dan isinya berbagi kebahagian. Tentang hal-hal yang ingin diceritakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments