Jadi terkadang saudara berguna sebagai pelampiasan suatu perasaan begitupun saat berehenti didepan sekolahan Adik dan terdiam terpaku menatap dari dalam kaca jendela. “Dia gak bawa ponsel…biar aku cek…ke teman-temannya” kata Mbak mencari informasi.
Pemalu itu bedanya dengan adik yang terahir ini, menurutnya biasa dijemput sama Bapak tapi mesti hubungi dulu lewat wartel. Nah ini dikunjungi gerombolan saudarannya, cukup berasa manis setelah hampir satu jam menunggu.
Tapi ada juga orangnya, seperti apa yang tadi terjadi dalam rangkulan Mbak menggandeng menuju mobil. “Masyaallah…hehem” tiga dara sedang berkumpul dalam satu deret. "Ouh... " Ila yang bengong imut sedang beralih ke ponselnya.
Malulah sekarang keadaanya sudah beda dari sebelumnya walau masih ada kesempatan mungkin nanti bisa pulih kembali. Lagipula Ila sudah siap menghadapinya dengan modal apa yang telah dipelajari selama ini.
"How komandan" Ila menanyakan suatu perihal pada Abrisam yang sedang nampak kesulitan. "Okeh... Semua peralatan semacam koper sudah terkirim ke alamat tertera" sedangkan Mbak tiba-tiba terdengar menasihati adik "Paham ulahkan.. " sedikit menegangkan berperan seperti ibu. "Iya ya gak aku ulang... " jawab Adik bawel.
"Can you explain to me what was happen?" Ila ikut memundurkan Adik tanpa disengaja "Apa sih, Mbak aja yang ekspetasinya kelewatan" dan masih bisa membantah. Mengomentari secara panjang apa yang telah dilakukan anak SMA kalau tidak tahu aturan bisa-bisa timbul dendam.
"lt will be your bad character if you not try to change" Ila cukup tegas dengan kata yang menggugah. Bahkan itupun bisa dilihat dari pakean Adik yang kotor, padahal itu tidak ada dalam kebiasaan keluarga Ila. Mungkin sebab masih tersisa rasa tahu diri yang mana ada di dalam mobil kakak ipar dan tentu selain mengusik kenyamanan itu akan sangat memalukan.
"Ngeceng anak orang, maksud kamu apa sih dek? " Mbak sendiri angkat tangan kalau sampai Bapak. Maunya Adik tidak menggubris ocehan saudaranya dan berpaling. Sudah jelas ini salah tapi sampai darinya tersentuh "Marah-marah mulu, budayakan sifat keberanian itu aja" dan Adik kembali berpaling. "Biar kamu kapok" ujar Mbak mengahiri luapannya.
Adalah pemandangan yang berbeda dari jarak yang Ila perhatikan dari kejauhan sedikit tertegun menelan ludah, Abrisam pun tak menilai untuk menjuri mana yang benar dan salah. "Ribet" ungkap Ila singkat, perjalanan berlangsung sepi tanpa gurauan bahkan Adik tertidur. "Kalau memang Adik ada gangguan, mungkin sebaiknya dibawa ke Psikiater" hanya itu pesan suami Ila.
"Jualan es didepan situ donk Pak" Mbak sengaja menghentikan Supir berasa kepanasan. "Mendingan aku mas kamu daftarkan sebagai pasien" Ila menyelai saran suaminya. "Ila say... Mau juga, Dek Bri mungkin?" kata Mbak saat turun dari mobil.
Tampang Mas Abrisam sepertinya tidak tertarik, Mbak jadi kelihatan perhatiannya. Ternyata yang didapat ada lima es buble yogurt, segernya mendinginkan kepala pening dicuaca yang terik.
"Enak sih Mbak... " Ila menyukainya "Pasti mau buat referensi" Adik yang kebangun keburu nyelatuk gak enak. "Sudahlah... " Mbak tidak memasukkannya kedalam hati. "Aku gak mau ikut campur" lah katanya Mbak gitu membingungkan amat.
"Pokoknya selama Mbak emosi sebenarnya dia sedang lari" kata Adik menertawakan sikap saudaranya yang kuno. Perempuan kalau ngumpul ladang bisa juga menguasai tempat tanpa memperduliakan yang lain apalagi menganggap ada.
"Hari ini cukup" Ila yang tersinggung mencegah saudaranya bersikap keterlaluan, mungkin mewakili suaminya. Begitulah yang terahir terucap saat sudah sampai depan gerbang rumah megah milik orang tua tercinta.
"Esoknya butuh jalan lagi mungkin Pak, habis ini mungkin cek lagi mesinnya kalau ada apa-apa" begitu pun pesan Abrisam disamping luar kursi Supir yang hendak memarkirkan. Orang yang lain terlebih Adik secepatnya menuju kamar menyembunyikan aib dari kecerobohan yang dilakukan.
Seorang saja yang akan bisa meluluhkan hatinya mungkin ibu atau kakak atau Ila serba diantara. Datang dan langsung ngumpul aja, kebetulan ada Bapak di ruang keluarga kalau Mbak ya... Nyari anaknya mungkin pada lelap "Gimana tes nya... " ibu cium pipi kanan kiri putrinya.
"Pendosa itu lo buk Adek...Aku ga nyangka banget" Mbak berbisik serius dan Ibu masih menutupinya dari Bapak. Ilanya bersalaman biasa aja deketin Bapak ngikutin suaminya. "Hush ngomong apa toh kamu nduk" Ibu yang gemeteran membuat Abrisam menoleh sepintas.
Cepat atau lambat Ila bikin konsentrasi Bapak teralih, "Sepertinya kakak ada di kamar" kata Ila sambil clingak-clinguk. Bahkan Bapak yang terusik dan menuju ke ruang pribadinya, semacam tempat yang dilakukan untuk bekerja.
"Cepatlah...ambilkan aku tas itu" Ila sedang menunjuk sesuatu yang tak bisa dijangkau, setelah mengambilkan Abrisam pun menyandarkan kepalanya di pangkuan Ila dengan tidur miring "Ponakanmu saja tidur sembarangan" kata Abrisam tersenyum tipis berasa nyaman.
"Perbaiki tugas...hah ada sheet excel masih berantakan" Ila belum merespon. "Fixs... Gak kok cuman sehari, setengah dulu deh" Ila bergumam diri "Mas kamu ke kamar aja... " Ila rewel banget yah. "Ponakan bangun, manggil tante-tante" kata Abrisam, sedang tak ada yang bisa diajak ngobrol.
***
"Malming begini, gak ada yang keluar? " Abrisam setelah menanti Ila. "Ada Mbak" Ila jawab sambil ngerjakan tugasnya dalam waktu 24 jam. "Itu mah pulang kerumah" kata Abrisam "Mbak siapa hayooo... Mbak pacar barunya Kakak" Ila tersenyum "Itu namanya diculik" dari kata Abrisam itu membuat Ila menoleh shock dengar kesimpulan suami yang gak jelas.
"Tapi dulu kita pernah juga ya" Ila melanjutkan lembar kerjanya "Emang kamu berani.." Abrisam mengetes. "Enggaklah" Ila menggelengkan kepala "Aku ke Bapak dulu yah... " saat Mas Bri menuju ke lantai satu. Awalnya sih sepi biasa tapi pas terdengar braaak Ila langsung teriak "Aaaaa" segera menyusul.
"Hujan..." Mas Bri memandangi Ila ketakutan. Saking siapnya Bapak memang menyediakan apa saja untuk mencegah lampu mati. "Supaya aman... " ujar Bapak begitu, menyetting cahaya sekedar istirahat ada sendiri.
"Lupa, aku Pak" Ibu yang menyeru sekedar memahamkan "Guntingnya sudah dicari sayangnya belum ketemu.. " dan masih mengingat-ingat. "Kamu merasa ketakutan" tanya tulus Bapak ke Ila tapi ia mengelak dan menggelengkan kepalanya.
"Gegara sama gengsinya Adikmu buat kerusuhan disekolah" Bapak sangat hawatir "Oohh Bapak habis ngobrol sama Adek? " Ila mungkin orang yang pas untuk memahami "Nah disitu Buk" menunjuk meja yang bertumpuk koran, sedang tertutupi tapi alatnya ketemu disana sampai Ibu menghampiri dan duduk sebelah Bapak.
"Apa an?" Ila yang tidak dengar ucapan Mas Bri "Orang-orang yang diundang keacaramu besok, sudah dikabari semua? " pandangannya sih merunduk ke ponsel sambil tertawa-tawa sendiri dan juga singgung acara pas tadi pagi, sepertinya memang banyak yang mengenal Bapak. Usut-usut bahas pertanian yang sering kali dibilang sukses.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments