“Pagi…!” dengan laju agak cepat tetangga sebelah rumah masih sempat menyapa ke Ila yang sedang bengog di teras sedangkan Abrisam semprot-semprot bunga dengan air. “Iya Pak…hehe” Abrisam yang tanggappun merespon pada Ila “Kalau kenal dan biasa sebaiknya dijawab”.
“Sudah atau belum ya” Ila hanya tersenyum memperlihatkan gigi bersihnya, aslinya memang kurang tahu tapi hati membenarkan apa yang telah dilakukan Abrisam. “Mbak Ila…apa sudah makan?” adiknya lagi-lagi muncul sekilas menengahi “Sudah” Ila melirik “Ohh…Cuma aku yang terlambat” adiknya pelan-pelan bergegas pergi tak ingin mengganggu.
“Menyapa versi kamu seperti apa?” Tanya Ila “Kesunnahan” tegas Abrisam “Kalau menjawabnya?” Ila masih bertanya “Kebodohan” jawaban Abrisam telah membuat Ila tertawa terpingkal-pingkal. Sampai Abrisam melanjutkan penjelasannya Ila baru akan mengerti.
“Kamu kalau tak bisa menanggapi bisa jadi kurang percaya diri” Abrisam meredakan “Apa sih mas?” kikuk Ila. “Pagi…Mbak Mas” kan adalagi pedagang kaki lima yang lewat, masih suasana orang yang berlalu lalang. Padahal ila sedang menutupi raut malunya dengan kerudung…
“Mau apa heh..” kikuk Ila “Loh itulo ada orang kok” Abrisam menggoda Ila dengan mengimbangi suara Ia yang berbisik dan duduk sok cool disebelahnya. “Pagi Mbak… Bapak dirumah?” bahkan seorang tokoh pemuka juga tak sungkan menyapa “Eh iy” Ila keceplosan “Aku panggilin dulu…” keburu masuk rumah.
***
//Kasih sayang memang seringkali dipertanyakan eksistensinya…//
“Jadi mana orangnya?” pas Bapak keluar “Siapa? Bapak mau bicara dengan saya..” untung masih ada Abrisam disana sedangkan orang yang tadi memang kebetulan Cuma lewat. Sehingga saat Bapak sudah sedia orangnya malah tidak terlihat.
“Istri kamu ini hanya membantu saja begituh” kata si Bapak ke Abrisam yang mempersilahkan duduk santai. Lalu ila cuma berdiri tenang, “Kamu inih” padahal Bapak gak sedang sibuk tapi gak enakan sama anaknya.
“Kedua kali ini saya dikerjain Ila” intonasinya meninggi mana ada orang tua mau dibuat lelucon, belum sampai dijelaskan apa yang sedang terjadi. Kalau sama-sama bungkam bakal gak aman sampai suasana mencair dan Abrisam mulai memasuki ke alam penderitaan Bapak, atau belas kasih itu akan benar terasa adanya.
Miss communication malah terjadi gegara singgung “Tadinya mau menyapa saja Pak” eh malah blank ngelanjutin gimana ditunggu-tunggu gak jawab sama membisu. Abrisam kurang tahu juga ngehadapi karakter Bapak yang kereng dan sensi apalagi agak terbuka tempatnya kan jaim.
“You consciously believe” kata Bapak “About?” Abrisam yang bergaya polos “You don’t matter what we do to it” lanjut Bapak “How hard I train with the welfair , do you want to transmit?” ungkap Abrisam semakin menjurus “And I don’t care what the politiciants spout” geram Bapak.
***
“Rindu, apa yang kamu pikirkan tentang itu?” Adik Ila yang kepo dengan keadaan menarik Ila mundur “Perasaan rindu seperti sedang menyerah” yang tak sengaja Ila ikut mengalir begitu saja. “Sebenarnya apa yang terjadi” kata Ila menambahi “Yah itu yang baru kutanyakan, kau buat ku berputus asa” ujar Adik.
Biar cuman berdua dialah Adik yang sedang mencoba berbaik hati mengajak untuk jalan-jalan, meski Ila sedang menghindari dan mondar-mandir di dalam rumah. “Sekarang aja … “ antara memaksa dan merayu.
“Gak…” penolakan yang tegas dari Ila dan jika sampai Ila menyentuhkan pantatnya pada tempat duduk didepan TV artinya Ila kalah dari tantangan adik. Berpapasan juga dengan kakak cowok yang pertama dengan geleng-geleng “Terus…” Ila dan adiknya menatap menyeringai “Hah” dan si kakak kabur juga.
“Kesepian aku” waktu itu sedang melihat pemandangan dilantai atas berdiri dan menempelkan kedua lengan di pagar balkon. “Ngomong apa sih dek…” Ila mungkin agak sebal menghadapi remaja yang penuh sandiwara. “La, besok temani aku ya..” seru mbaknya dari dalam ruangan.
Duel dan saling bersaut-sautan dengan suara ibuk “Yah…asik, besok jalan-jalan” malak adik yang menari-nari padahal yang diajak siapa naik apa? “Kamu mau jadi apa?” Tanya Ila ke Adik “Ada deh, kadang masih ragu” padahal maksud Ila berkunjung karena ibuk yang kangen eh kenapa malah adik yang gelibet terus.
Ketawa bisa saja terjadi tanpa disadari ada hal lucu dari kata yang sebenarnya biasa saja “Saatnya bangkit” menutupi keluhan kaki Ila yang pegal. “Duduk di lantai yuk” Adik menyembunyikan maksud liciknya.
“Siapa yang kejar” Tanya Ila meledek dan masih mau lanjut ke kamar mengambil sesuatu “Aku” Adik menjawab dengan tetap berhenti di posisinya menunggu sampai ila kembali dengan apa yang dibawa kaca mata hitam untuk menghindari silaunya sinar mentari.
“Tahukan, tadi aku berharap kak Ila bawain aku air” singgung Adik “Hemm akunya yang males…males rebut” dari ekspresi Ila yang memelas kan senyuman berseri-seri meninggalkan.
***
“Maukah Jus Jeruk pake es” Ila datang bersama mbak yang duduk leha-leha dan ahirnya Adik nglimprek juga di lantai. “Nih orang gak mau sekolah…” nyinyir mbak pada saudara-saudaranya “Bukan gak mau sekolah, tapi gimana yah…” bahkan pipi pun menempel dengan dinginnya suhu pada keramik. “Maksudnya gimana itu apa?”Tanya Ila.
“Nanti aku jadi ikut campur dengan urusan orang lain” Adik mulai melemah “Maksudnya?” Ila yang bersandar di pagar dengan kepala tengkleng penuh curiga “Tu kan gak jelas nih anak, susah aturanya” gaya mbak resek juga sih.
“Kupinjemi kalau kamu butuh, tinggal bilang ae susah” yang sekolah siapa yang berontak siapa untungnya ada Ila yang bisa menengahi perselisihan diantara mereka berdua. “Pandemi online bukan system classnya” kikuk Ila.
“Apartemen baru aku, kamu tahu?” Tanya mbak menyelidik “Enggak, sejak kapan?” Ila ketinggalan berita. Remaja juga gak kalah cepetlo kalau diajak berpikir sampai mengeluarkan kata-kata “Halah pentas seni aja..” sungut Adik duduk bersila dibawah “Tu kan kena” Mbaknya malah bergeming heboh.
“Bukan karena apa-apa, Adik kita ini geng-gengan so gengsinya di gedeein” kata mbak yang mengagetkan bikin Ila menutup bibir senyum tawanya “Hadeeh…terus setelah ada geng yang diumbar adalah mencintai secara nyata hahaha”opini Ila mengacaukan pandangan yang lainnya.
“Sekarang ada pagelaran, ya libur aja tiga hari apa hubungannya dengan apartemen” maksud Adik membela diri tapi Ila malah memojokkan “Gak jadi ikut gak diijinin ya…atau mau pamer” Ila nyebelin juga, mentang-mentang paling berprestasi.
“Sabarlah, kalau kamu bilang sebelumya ya mbak kasih … open door” dengan mengeskpresikan kesewenangan Mbak, “Masak…” Adik jutek. “Kamu aja keburu benci so kamu yang mutusin” dan Mbak yang egois.
“Cantik… tidak ada yang menertawakanmu” Ila mencubit halus pipi adiknya dan bikin semuanya pingin peluk. Sesama saudara yang saling menyayangkan nasib yang dijalani masing-masing gak tau sedih, seneng apa heroic hahaha. “Pernah?” Adik bertanya pada mbak … yang sama mengangguk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments