NovelToon NovelToon

Guest Of Death

Tamu Pertama_Kemuliaan

Dengan deretan jadwal yang padat, ilmu yang telah didapat dimasa sarjanah awalnya saja, Ila merasa tak akan ada habisnya. Ditemani kekasihnya yang bernama Abrisam lelaki taat dan tokoh dari keluarga yang berada. Seutuh kegiatannya banyak disegani oleh masyarakat, dia anak pertama dari dua saudaranya maksudnya Silvi adik perempuannya.

Kegiatan Abrisam hanyalah mengajar pendidikan agama yang didalamnya mengandung materi kepercayaan dan suatu jalan untuk mencapai cahaya terang. Meski demikian semua yang berlangsung berjalan sesuai aturan lembaga formal.

Selain itu Abrisam juga dikenal karena biasa diundang dibanyak tempat untuk berdakwah. Pergi dengan menyerukan kebaikan atau ancaman dari kerusakan yang sedang merajalela. Sesekali pergi selalu ada istri menemani dan tentu didampingi supir, terkadang ibu mertua juga ikut kalau memang sedang ada tujuan yang sama.

Mobil yang dimiliki cukup terawat bersih mengkilap dan warna hitam legamnya yang nampak gagah. Kalau orang paham dunia mobil mungkin akan tertarik untuk mereviewnya. Semua ini adalah pencapaian hidup yang sudah sepatutnya untuk disyukuri.

Lelaki yang sholeh dengan istri yang kufu maksudnya sudah sederajat. Sekarang tinggal mengerahkan ilmu yang dimiliki sedangkan soal ekonomi keluarga, Ila sendiri sering mengungkapkan rasa takjub itu tentang bagaimana rizki itu muncul dengan sendirinya tanpa disangka. Sederhana, beginilah Tuhan saat mempermudahkan segala urusan yang ada.

Untuk tempat berisitirahat adalah hunian yang tak besar jika cukup untuk berduaan saja. Yang masih bernuansakan manisnya pengantin baru. Kalaupun ramai itu sebab kebaikan para pelajar yang asramanya tak jauh dari rumah. Kediaman mertua juga masih satu kampung di sekitar sana, ada Ibu Aminah, Ayah Idrus, Silvi dan ada pula adik ipar bernama Fadhol. Ada paman dan saudara yang lainnya juga yang mungkin tidak bisa disebutkan secara terperinci.

Ayah Idrus yang biasa menjadi Imam Masjid pun membawa hawa tentram,  dimata Ila beliau adalah pemimpin agama yang juara dan langka. Terkadang kesibukannya juga lebih tlaten memantau pengolahan tanahnya yang ada sekitar 12 hektar. Beberapa tahun lalu semenjak hadirnya Fadhol agaknya pertanian ayah menjadi lebih tidak lagi terasa beban, sebab itupun yang mendekatkanya ke orang-orang dan membawanya terjun ke dunia pemerintahan.

Ila dilamar bertepatan dengan wisuda di sarjanah awalnya itu namun masih bertekad untuk tetap melanjutkan pendidikannya di program magister.

Itu sudah sekitar delapan bulan yang lalu, sekali terdengar...kabarpun bisa tersebar kemana-mana. Apalagi Ila juga sibuk menghadiri acara-acara rutinan yang membuat orang-orang berjilbab ingin berpatok pada dunianya yang memukau.

Mungkin pantas untuk dijadikan duta wanita islami. Entah datang atau tidak, senyum manisnya sering dinanti dan membuat tetangga rindu menyapanya. "Nah itu Non Ila mau lewat" Ibuk-ibuk mulai berbisik saat memberi tempat. Diiringi ibu mertua yang anggun dan lebih dulu membuka kegiatan.

Dengan sambut gembira yang has menanyakan "Umi... Senangnya anda hadir... Sehat dan Sehati ya... " seolah menghadang maju tapi ada orang lain yang turut bersuara "Ehh... Gak sopan... Umik itu didepan tempatnya," mungkin lupa karena saking senangnya padahal sudah tiap taun terang Ibu Mertua.

"Ayo Nak..." mengajak menantunya halus "Permisi Buk... " Ila sungkan

"Sekalian kamu yang ngisi sambutannya ya nak" Ibu pasti begini.

"Oh... " mengangguk terpaksa dan ibu mertua malah tertawa bercanda menepuk pundak ibuk tadi soal usulan yang mengusik. Seenggaknya Ibu Mertua mengurangi beban dengan sanggahannya "Maaf lo ya... saya mendahului... " lanjutnya tanpa malu dan percaya diri.

Seperti kata mereka, Abrisam menuruni sifat ibunya dalam hal mengolah penyampaian. Sedangkan Ila memang mempersiapkan apa yang menjadi pradugannya, tertantang untuk mewakili acara yang biasa diisi. Mengingat pengalaman pendidikan Ila lebih baik dibandingkan Silvi.

"Aneh, sepertinya kali ini saya tidak diminta mengisi sambutan. Entahlah... Apa panitia lupa melihat undangannya juga tidak ada catatan husus". Lalu temannya seorang wanita tua yang sebaya datang menghampiri dan berkata "Lho...Sudah disini... " menyalami sambil cium pipi kiri dan kanan terlihat akrab.

"Kali ini bukan aku" gegas ibu mertua memotong pembicaraan. "Oh... Iy... ya biasanya yang sambutan, lo terus siapa? " menggertak tak percaya dan tak mau tau "Entah" aduh si ibuk lirik-lirik ke Ila meragukan "Siapa lagi umik? "

Keduanya sama sibuk berdebat basa basi tentu aku dibuat jengkel dengan ketidak pastian ini rasa was-was yang mendebarkan. Lalu muncullah laki-laki tampan diatas panggung siap sebagai pengisi. Sempat tak mengenali pakaian putih yang lumrah dan gaya yang bersahaja.

"Siapa namanya tadi...? " yang tadinya ribut jadi terfokus mendengarkan MC "Seperti kenal" kata teman ibuk "Masak dia Abrisam putraku, gak mungkin ah" - "Sepertinya itu dia Buk" Ila bernafas lega karena keraguannya telah berahir. Tatkala pemuda itu bersuara di atas panggung dengan tampilan kumis tipisnya telah membuat kami tercengang. Bisa-bisanya... "Ya ampun Mas Sam... "

Siapa menyangka semua ini direncanakan, bahwa orang-orang kampung sekitar memang mengenal Abrisam sejak kecil sebagai anak yang suka jail usil mengerjai orang. Memberikan kejutan-kejutan yang tak terlupakan dimasa yang telah lewat. Dari kulitnya yang dulu manis kecoklatan sekarang sudah makin bersih meski rambutnya masih agak panjang dengan diikat itupun masih terlihat dari garis-garis arah rambutnya.

Saat satu kata diucapkan masyarakat kampung tak percaya, yah ini undangan pertama kali di kampung halaman. Sungguh tak percaya bahkan hingga usaipun ibu mertua tetap tak percaya. "Le... kami melongo dengerinnya" - "Masak Ila gak mengenaliku Buk". Mas Abrisam dan Silvi lebih biasa memanggilnya ibuk tapi orang-orang sekitar yang lainnya lebih terasa akrab dan suka dengan memanggilnya umik, pasti ada kisah panjang dalam perjalanan itu.

"Bener Le... " dan Ila hanya terkekeh mendengarnya. Di mobil jadi tambah asik obrolannya apalagi Pak Supir pribadi itu menilai edan, dan kupas-kupas julukan-julukan yang pernah disematkan ke mas Abrisam baik dimasa hidup dikampung atau masa kuliahnya. Dulu disebut Jaelani dan pas masa-masa belajar didoakan Al Alim "Ah apalah arti sebutan itu biasa saja, cuma tafa'ulan".

Mas Abrisam sendiri juga mah apaan kalau jawab sekenanya saja kalaupun diguyur dengan lontaran tanda tanya. "Sesekali biar tambah erat hubungan kita Buk" namun kemudian Mas Abrisan bersalaman dan seolah mau pergi. Berpisah ditengah perjalanan Ila mengira bakal turun mobil dan naik mobil mitsubisi yang barusan papasan tapi malah cuma motor yamaha. Ila lumayan kebingungan...

Disitulah ibuk mulai bercerita panjang, dulu pas masih SMP Abrisam malah terkenal hobi bertengkar dan sesudah itu jadi jarang aktif sekolahnya. Berulang kali di score dengan masalah yang berbeda memang saat itu dia belum bisa kendalikan emosi masih temperamental. Alasannya ada-ada dasar omong kosong bocah itu kadang ga bisa disepelekan.

Tamu Kedua_Penyelidikan

Menghitung detik berdetak, ada tombol disini bersimbol tapi bukan kode rahasia. Waspada akan sekitar ruangan, sampai saat disitulah permulaan terjebak. Ada gadis muda melihat hanya melihat dingin. Tersentak kaget dan berhasil melarikan diri...

"Di kamar... " berpaling dan berlagak biasa.

***

Abrisam datang setelah meminta istrinya untuk menunggu. Ditempat itu yang sedang Ila ingin intip. "Kalo boleh tak repotin... Malam ini kita menginap di rumah sesepuh" melipat bibir menciutkan pandangan kikuk, bergeser memandangi pundak sang suami lantas berbalik "Bawakan mukenahku sekalian!" Abrisam tak pernah lupa menjalankan sholat berjamaah "Iya... Yang lain gak mau? "

Ila sebenarnya sadar dan tak suka merepotkan. Suaminya saja yang suka memperlakukannya secara special apalagi otaknya Ila yang encer kebangeten. "Kelamaan kah? " maksudnya Abrisam baik mungkin kalo istrinya diajak keluar lebih senang meski bolak balik "Sebentar kok" memegangi tangan sang istri dan mencium keningnya.

"Kamu lapar" curhatan Abrisam pada Ila "Tidak... Alhamdulillah" katanya setiap dapat rizki jangan ditolak "Ada jualan tahu bulat diluar, kamu mau? " Ila pun tersenyum dan terhibur. Membuktikan cinta mereka yang semata-mata pada jalan Allah membuat hidup berasa lucu. Tidak berlebihan sesederhana itu saja...

Meskipun baru saja dari rumah mertua Ila masih tetap patuh pada Abrisam. Satu lagi Abrisam bukan tipe perfeksionis yang terlalu menuntut ini itu. Ila bertanya "Bayar sendiri?" hal yang cukup menohok. Sedangkan Abrisam menghindarinya dengan memanggil anak-anak sekitar asrama untuk menjaga rumah dengan imbalan uang jajan.

Ila tak mengingat detel siapa saja yang dipasrahi merasa berbeda status, itu bukan masalah menurutnya. Membawa tas agak besar Ila lebih dulu masuk mobil dan barulah disusul oleh Abrisam berpesan "Jangan terlalu mengatur, sepertinya aku tidak begitu padamu".

Dengan canggung Ila mengangguk "I will do anything must I do" tapi Abrisam mulai tidak suka jika Ila tak ikuti kehendaknya. Sedangkan Ila bukan tipe orang yang mudah penasaran meskipun belum pernah "Sebatas kemampuanku".

Manusia bisa saja lalai keduanya sibuk berbincang sendiri dan pergi berlalu. Hari ini kesempatan terahir, besok belum tentu karena sudah waktunya dikirim tugaskan kembali. Menanamkan niat yang baik dan tidak bermaksiat supaya bisa selamat dijalan.

***

Sampai untuk tujuan quality time bersama keluarga, pendapat Ila tentang Abrisam "Kamu cukup bisa membagi waktu" caranya adalah "Selamat bersenang senang😁" hidup ala orang terhormat , lagi-lagi menatap Abrisam bengong.

Sejak pertama kali kesini sepasang kekasih itu belum pernah menginap bak pengantin baru. Belum ngapa-ngapain sudah kasih sinyal terserah "Iya gak papa" senyuman bak bunga merekah yang melelehkan. Tanpa harus menyapu bersih-bersih halaman anggaplah sama dengan kebiasan sebelumnya. Mau apa ambil saja kalau dirumah sepuh... Hehehe. Tinggal dandan yang cantik penampilannya...

"Assalammualaikum... " dan langsung menunaikan jama'ah isyak.

Disambut layaknya tamu, duduk disebelah mas Abrisam "Pada masak enak... " menikmati suguhan makan malam bersama dan mengutarakan maksud, namun sebagian yang lain sudah makan sejak sore. "Ya kan udah dari dulu beritanya" sama asik mengobrol dan ada Silvi menghampiri dan mengusik kemesraan.

Mengajak dan mengantar ke kamar yang akan Ila tiduri dengan lelap. "Disini rame-rame lagi apa? " Ila sudah kenyang dan menyukai cumi dan somay tadi namun kalo sudah diantar disini mungkin tidak akan kemana-mana lagi. "Lucu amat kamu... " pegang-pegang jilbab, gamis, jam tangan, cincin sampai gelang kaki yang dipake. "Weeww... Habis acara ulang tahunku Kak Ila".

"Gimana dengan kandunganmu?" dengan tidak melakukan banyak aktifitas itu akan membuat Silvi baik-baik saja. Dilain tempat kaum lelaki bapak ataupun yang muda sedang berbincang santai menikmati kopi dipekarangan teras rumah dengan semilir angin malam terbuka.

Ila memandangi lemari berukuran besar disepanjang lorong menuju kamar yang berisikan deretan buku juga kitab klasik. Misalkan dihitung ada berapa jumlahnya, pasti tak terjawab "Aw... Sendi pelana sekitar paha agak nyeri" membuatnya susah berotasi.

Satu persatu jari Ila menyentuh sudut kotak dengan mengulas memori "Besok aja Sil". Padahal nyerinya belum hilang menggenggam tangan Ila "Heh.. " dia tahu tapi tak mengerti "Yang mana?" saat menoleh " Jangan tidur saja ndek dalem nanti malah gak dapet faedah loh... "

"Ila... Silvi... Kesini nak... " nah kebetulan ibu mertua memanggil, dengan demikian kisah akan semakin menarik untuk diceritakan "Ibu lagi repot nyiapin buat perjalanan Mas Bri yang akan datang" mengarah ke beberapa paket yang tergeletak di meja "Itu ada milky sacet" kemudian Silvi mengambil beberapa buah di lemari es. "Kita saling bertemu seperti kawan jadi jangan dimasukkan kehati kalau ada bahasa yang campur aduk".

Sepertinya biasa... namun Silvi malah membalikannya "Pernah nge-judge? Aku dulu gitu sih sama asatidz yang mengajar alif bak tak hijaiyah" dan tak bosan-bosannya. Silvi juga menyarankan agar dua hari kedepan menginap disini saja, untuk seru seruan bareng. Menjadi anggota keluarga Mas Abrisam tentu kebanggaan tersendiri, meskipun Silvinya agak kolot.

Kemudian Ila melirik ke jendela melihat Mas Abrisam mengomando seseorang untuk membenahi mobil yang akan dibawa pergi jauh. "La kog bisa ndak tahu kalo tadinya Mas Bri adalah calon suami Kak Ila? " mengatai sebelum ibu mertua mendengar "Sempat jadi mantan, mungkin ada banyak tujuan."

Didekat ibu, kami sama merayunya dan bersikap manis seperti buah-buahan yang siap dikupas dan dimasukan ke wadah kotak yang cukup banyak. Termasuk favorite di keluarga, tidak ada kegiatan yang penuh makna dibandingkan dengan berbakti. Terenyuh benar-benar membuat hati berdebar "Nanti... Juga sering tak critain masa laluku supaya kamu tahu aku berusaha menjadi ibu yang setia".

Sekali berkunjung dan setiap kali menjenguk, ibu akan mengantarkan pada perhatian dan tanggungan. Tapi paling... masih ada hilaf yang turut terucap oleh menantu seperti Ila, dengan rendah hati ibu menanggapi "Ahe.. Lupa diri... memang melebihi sampai apa?" seolah bercanda tapi itu adalah peringatan. Ila pun terharu...

Mas Abrisam mau datang mendekat antara menengahiku dan ibuk, untungnya tak melihat apa yang barusan bisa saja dia kepikiran dan sewot malam ini. Ila dan suaminya tentu meminta doa restu... Sampai merasa lega dengan mengangguk angguk menunjukkan faham akan harapan ibuk pada putranya.

"Iya ... Semua keamanan sudah disiapkan, aku dan yang lainnya akan jaga jarak jika sedang ada musibah". Ibu mertua yang terlihat sungkan pun membiarkan kami berdua untuk beristirahat ke kamar. Dengan agak sebel Ila malah berbisik "Maksud anda apa sih? " Abrisam sedikit menyenggolnya manja "Temen ya temen aja..jangan melebihi perhatian mu ke mas...😏" menyindir soal Silvi yang terlihat akrab.

Padahal dia juga banyak membantu di acara pernikahan kami, "Menjauh sana! " kenapa tiba-tiba malah runyam? "Keburu ngambek nih... Bukannya adik Ila yang ninggalin Mas.." manyun dan melotot "Huftt" Abrisam langsung saja sambar cium bibir mengodanya.

Sungguh sabar meladenin kerewelan seorang Ila. Tanpa harus mendengarkan penjelasan yang lebar bertele-tele Abrisam tahu Ila telah menepati janjinya di beberapa waktu. Ila yang terbangun dari gulinganya "Agak dipercepat gitulo Mas" . Dengan membelai rambut istrinya yang agak semerawut "Jangan gitu... Sudah...sudah... Tidur ya.. "

PENASARAN DAN KAGUM BUKAN. KALO BEGITU JANGAN SAMPAI DISINI SAJA BACANYA...

Tamu Ketiga_Kehadiranmu

Pagi-pagi sudah berdandan rapih seutas senyum mempesona tercuat dari aura arogan Ila "Pemandangan yang indah" . Abrisam mengangguk angguk paham soal itu, masih banyak hal yang perlu dibereskan dan tak ingin ada kecerobohan terjadi. "Jangan melamun kalau tidak penting sayang".

"Aku tidak akan menerangkan itu padamu" Ila menanggapinya namun Abrisam yang menggoda memperjelas konsonan "Jangan Melamun! " dengan memeluk mesra, hanya menyempatkan pengulangannya agar tidak menyinggung. Mau menceritakan apa seorang Ila masih terdiam "Hah.. Aku harus bertugas" menggandeng erat ...

"Annakkuu" Ibu Aminah memeluknya hangat dengan berkaca-kaca. Menciumi punggung tangan mertua, jelas waktu itu lepas... dan untungnya semua segera diatasi. "Semoga keselamatan menyertaimu menantuku" tuhan memang akan memberi segala yang dipinta tanpa tetapi, kebutuhan yang tercukupi begitu saja meski tanpa kepahaman dari penerima. "Amiin.. Jaga kesehatan ibu juga... " Ila mengiyakan.

"Hah.. Penyakit itu kadang muncul tanpa dijemput" membisik pasrah sosok mertua. Berarti orang tua selalu menunggu kabar selanjutnya... Stay di ruang tamu dengan mengucapkan sampai jumpa, "Waalaikum salam warah matullahi wabarakatuh".

***

(Di Kendaraan)

Maunya gak dipikir yang tidak-tidak, sampai orang tua bisa menganggap anak adalah kepercayaan dan bisa mandiri itu sudah termasuk obat. Dikatakan mandiri mumpuni ya... Itu artinya hidup sudah tidak terlantar lagi meskipun masih sering menginap diperjalanan. Semuanya hanya faktor yang menjadikan sebuah kendala dan untuk mencari solusinya kembalikan lagi pada asalnya.

"Perasaan mas sih kadang dilema juga..." sama minta di ambilkan minum. Awalnya Ila cuma menyimak, gimana ya.. gak bermaksud ngelanggar "Sudah di transfer in sama Ayah?" menanyakan ragu "Saldo menipis.." tapi Abrisam masih santai gak sadar sampai jajanannya dicemilin terus, lama-lama stok cemilan bisa habis.

"Mas blanja lagi kapan? " seketika diam "Loh... Kog kamu disini sayang haha" mana mungkin bingung "Kan... Anda yang pegangi tangan saya" Abrisam lupa dan mengelak "Yah terlanjur kan kalau diantar kerumah jalurnya sama tinggal turun"

KEBUNGKAMAN DIMULAI...

#A view minute letter#

"Gak papa sih... Ditunda dulu, cuman mas gak bisa jaga Ila". Sedangkan menurut Ila bisa saja gantian seperti tarik ulur tambang, tinggal cek kondisinya seperti apa. Sedangkan Mas Abrisam asik berbicara dengan adik ipar yang mengantar.

"Tadinya aku yang ditelpon sama Kyai Dahlan Kusuma Lc. MPdi, Lah... Dari mana kog bisa dapat nomer ku? " praduga demi praduga "Hmmm... Biar saya cari tahu, apa bagian dari group tapi masih family Leadership Education Networking" masih berfikir "Ya enggak lah, yang mana kamu ada juga? ".

"Kan dulu pernah dimasukkin, ya... Mungkin karena tahu jadi langsung di simpan sama orangnya" beranggapan yang hampir sama, hanya kurang yakin "Oalah Family LEN" . Kanyataannya memang itu hubungan Abrisam dan kemudian mereka bertiga beralih bahasan. Bawa-bawa adik ipar jadi ketularan repot, biarlah ...

"Terus sudah dibales? " Ila sekedar mengingatkan suaminya "Ha... Masih miscall". Malahan Abrisam puter ke Mall tepat jam delapan "Sarapan dulu, sekalian belanja bulanan sebaiknya jam sembilan sudah kesini". Adik ipar menerima ajakan makannya tapi untuk yang lainya tidak, sambil mengamati songkok nya "Males-males Boss.. Tabung saja duitnya".

***

Ila bisa-bisanya menghabiskan sebanyak 1.699.000 dalam waktu dua puluh empat menit. Kenapa begitu soalnya ketika Ila memaksa Abrisam untuk menilai barang paling sekedar "Ya Bagus" dan yang menyebalkan kalau keluar kata "Maksudnya pantas ndak? " datar kesimpulan suami ya... "Pantas saja... "

"Mas aku mau beli ini buat Silvi 290 K apa ini ya tapi harganya 550" . Cuekin, hanya saja Abrisam sedang menjawab panggilan "Apa? Masih milih" dan terkadang merespon Ila "Tapi disini begini" sepintas kejawab "Menurutmu yang? " dan selesai "Aku otw ke sana".

Abrisam nampaknya senang sekali ditemani Ila, ada beberapa yang digunakan di mobil seperti bantal atau hiasan magnet yang ada dimeja depannya. Tiba-tiba menyapa "Kalau kamu gimana ke istri kalau lagi ngebet Shopping? " cuman masih di stop dulu menjalankan mesin dan baru kupas soal aktifitas "Oohh... Silvi, jangan" katanya sih gitu gak dibolehin.

"Aaahhh... Lupa gak tanya namanya mungkin Mas bisa deteksi?" berhubung areanya agak susah disebutin, tadinya sudah ada yang belum kebaca biar tidak muter-muter. "Oke" tadi juga bayar toll atau parkir sekitar tujuh ribu.

"Aku saja yang nanya Bibik Aura, barusan ditanya nyampe mana? " seumpama capek bisa mampir kesana, semuanya diam "Kog belum dibaca... Gimana?" Abrisam menyuruh pake telpon. Menyambung dan mencari tahu jalur mana yang tidak ditutup. Ila yang mengaku sudah pernah kesana ingatanya ada sekitar empat gerbang yang bisa dilalui.

Kalau diingat kembali memang ada sebutannya.. Pengalaman disana juga gak lama karena urusan study dan penelitian. Memilih tempat sebagai pacuan karena ada fasilitas yang cukup memadai meski sebenarnya tidak perlu susah dan ribet pake laboratorium segala. Ila sendiri tak ingin menunjukan rasa semangatnya.. dadanya sedang berdetak cenat cenut gak sabaran.

Hamba Allah yang cerdas, Abrisam mendahului Ila dengan mengarahkan juga tindakkan. Permintaan yang belum terpenuhi, lagi pula bukan bahan candaan jadi Abrisam pun tak akan membentak pada Ila yang terlampau asik dengan keseruan kisahnya.

Sebagai kakak yang terlihat lebih dewasa menonjolkan sifat yang senang intropeksi diri, pas penilaian orang membuat ia menahan tawa. Sapanya "Aku gak denger kamu bilang apa Ila?" tidak bermaksud mau membela sana atau sini yang diharapkan cuman kerukunan dan saling berbagi kebahagiaan.

***

Keluar dari mobil dengan paras lebih memukai, alhasil disempatkan ganti baju apa belanja di mall... Sedangkan fadhol dikacangin deh, "Susah banget sih kamu.. " dengan wajah menyeringai memastikan "Enggak... Enggak... Udah" melihatkan lambaian yang berati tidak.

Namanya istri baru nempel mulu dengan suaminya "Ada banyak kerjaan" sedangkan ruas jari Ila memegangi kepala turut merasakan pening. "Dimana catatanku sudah ketemu?!" Abrisam mulai bersifat dingin di suasana kota yang serius ini "Sama sekali belum aku ambil" dan Ila meminta agar menungguinya.

Berpapasan dengan fadhol yang arahnya berkebalikan, keduanya terlihat merangkul akrab dari belakang. Dilihat dari media yang akan meliput tidak salah lagi ini adalah kolaborasi sosial project presentasi yang gemilang.

Wujud sayangnya seorang istri Ila mendukung dan mengikuti impian kekasihnya itu, karya tidak boleh dibiarkan hilang sambil mencari daftar pelatihan dan pembelajaran yang husus untuk instansi training. Didekatnya mendengar pembicaraan "Platform nya ya sama kaya planning suatu project" lalu fadhol mengangguk tertarik.

Memasuki ke tengah rundingan, keadaan yang setengah sadar mempengaruhi Ila menganggap dirinya tak sanggup mengakses pekerjaan, hiruk pikuk berlalu lalang manusia yang makin bertambah dan terasa sempit mendesak, tak bisa bernafas tak terlihat hanya suara berdenging di daun telinga. "Enggak paling siapnya bagian translete" Abrisam berbalik melihat Ila berdiri diam ditempatnya, mendekati dan menyentuhnya "Sudah dapat tapi belum paham".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!