Tak perlu lagi direnungkan “Mas Brisam juga gak suka dengan tatapan kosongku”. Menurut Ila memilih asisten butuh penyeleksian yang ketat jikalau memang tujuan tugas dan yang didampinginya kuasa, terlebih kejujuran yang bisa mempengaruhi hasil. Juga kesanggupan menghindari alasan itulah uraian penting untuk memperthankan martabat.
‘’Kenapa tadi aku gak ikut saja sama Mas Abrisam” Padahal Ila suka-suka saja, lalu bagaimana dengan Mas Abrisam saat melihat istrinya yang putih merona dibawah terik kepanasan “Mungkin tak tega” Ila menghindari prasangka yang buruk terhadap suaminya.
Dalam benak bayangan Ila aktivitas yang dilakukan di bale desa itu adalah semacam kegiatan amal dan itu agak menyenangkan termasuk factor yang bisa membantu Ila berinteraksi dengan penduduk desa. Ibu mertua memang sayang sama menantunya kalau tidak Ila bisa gak betah tinggal di desa ini karena memang tak semuanya berattitude, ada yang brutal maupun brandal.
Laki-laki selalu mempunyai banyak urusan yang bersifat rahasia sekali itu ditampakkan juga tak sesuatu yang sekedar. “Assalammualaikum…Assalammualaikum…Assalammualaikum..” Ila baru tersadar dari buku yang sedang dibacanya menengok ke depan, “Apa ada orang?” berasa De Javu hal yang seolah pernah dialami sebelumnya. Suara semakin jelas seperti sorak orang-orang tertawa, hati Ila masih menelisik mencari asal yang terlihat pelupuk mata.
“Hemm..hanya perasaan hawatir pada Mas Abrisam” anehnya Ila malah menuju ke belakang rumah yang penuh semak belukar untuk mengintai dari jarak jauh posisi desa. Terkejut dengan gerakan cepat yang melintas berlari menjerit melewati lorong rumah dan jendela jendela sampai sekitar asrama.
****
Membuat para muda-mudi berisik ikutan kagok “Heh .. Ada apa .. ada apa” Tina juga ada disitu namun sedikit tertinggal dengan adegan ngos ngosan Ila memegangi ujung kerudung menutupi sebagian wajahnya yang keringat beruntusan. “Kog habis lari-lari..emang guru olahraga ganti ya” pada bisik-bisik gak jelas.
Seorang pelajar yang lebih senior pun menemui Ila yang berbicara terbata-bata “Huh,..bisa tolong, ada biawak besar, aku kaget saja..” Ila ketakutan sedangkan yang lainnya berteriak kompak “Waaw…cantik ya katanya sih duta muslimah” membuat kepala Ila tertengadah teringat sesuatu yang membuatnya semakin gemeteran.
Disana pula disiapkan kursi dengan segerombolan anak muda berhijab hitam-hitam menyodorkan teh hangat namun Ila menolak dan memesan air putih mineral saja. Diam sampai mulai agak ketawa lucu sekali yang lain pada melongo, bikin sensasi saja. “Istrinya Pak Abrisam bukan?” ada yang baru datang dan sinis “Iya kenapa ya..” temanya yang sinis malah bilang “Halah..”
“Beneran gakpapa biarin kesitu” sama sekongkol “Ndak usah ikut-ikut banyak anak”. Karena dikerumuni Ila pun terjebak padahal tak bawa apa-apa.
****
Sedangkan dikantor kepala desa dengan jamuan yang banyak tapi isinya bukan mengerjakan berkas-berkas itu sudah ada di bagian yang lain. Yang ada malah bincang-bincang pengembangan desa atau statistic pendataan adu pendapat antar orang yang setara atau tantangan penyelesaian suatu persoalan jika ada.
Termasuk Ayah Idris, Fadhol juga Mas Abrisam semua hadir secara lengkap, tumben Mas Abrisam yang paling tutup mulut disana sekedar mencermati. Pikirannya hanya sedang terbagi walau terkadang dengan tersenyum simpul. Mencoba menghubungi Ila “Tutt..tttt” tak ada yang mengangkat sayangnya Ayah bertanya “Kenapa Nak?” mengeleng tidak ada apa-apa penampilannya seperti pusing.
Tak lama ada Ibu mertua dan adiknya Silvi memasuki ruangan dan memberi tahu Abrisam “Tadi ada pengurus asrama menghubungi Ila ada disana, apa kau tau apa yang dilakukan disana? Kenapa tidak kamu ajak sekalian bersama kita” Abrisam mengecup punggung tangan ibunya dengan lembut. “OOHH” Abrisam tak lagi cemas. Mereka sekeluarga dan berbagai bakan protocol desa berlanjut dengan makan bersama.
“Menantuku Fadhol, kau harus siap” Ibu mertua sekedar menyapa diikuti dengan sapaan Silvi yang tersenyum bangga. “Hemm…Silvi temani Ibu di tempat yang sepantasnya” berbicara didekat Silvi saat lewat. Silvi yang patuh “Ibuk..” ahirnya Ayah Idris mengundang perempuan penting lainnya di sisi Ibu Aminah. “Mari buk ini seharian di temani anak-anak yang berperan kepada bangsa, silahkan dicicipi” tentu saja berfikir keras mempercepat kosongnya perut.
****
Tak meninggalkan fase mengambil foto bersama, dengan resmi kehadiran Ila diterima baik oleh sekitar juga gagasan baru yang belum pernah ada sebelumya. Ketakutan terbalaskan dengan kepuasan dan senyum yang berkibar. “Saya masih kuliah.. sama dengan kalian yang masih berjuang” kata lugas yang sederhana tapi cukup membuat anak muda terbayang akan impian tinggi. Meski saling berdesakan ingin mengenal membuat kulit Ila tergores tanpa sengaja.
Akan terus melaju sampai memimpin jamaah ibadah mereka di siang hari. Sedangkan kembalinya Ila masih bersama dengan Tina yang pernah membantu menjaga dan membersihkan rumah. Ila sedang keadaanya yang paling rileks sedikit mengajari memasak dan membungkusnya untuk dinikmati bersama di Asrama.
Sejenak rasa kesepian itu kembali kambuh “Aku mimpi apa ya semalam? Tidak hanya tamparan mimpi buruk” kepalanya yang disandarkan pada bantal disisi kanan. Kalaupun petang mulai menyelimuti dan membuat larut dengan kesendirian yang sunyi tak terganggu.
“Ila..la ada Ibuk” atau hati yang konflik di alam bawah sadar. Berkunang-kunang mata memandang linglung, “Oh..Mas Abrisam” duduk dengan merapikan hijab “Ayo sholat jama’ah” memegangi pundak kepala Ila yang tertunduk menyadarkan diri, lalu bergegas membasuh wajah ayu dengan air wudlu menyusul yang lain.
“Ibuk mau menginap dirumah ini..” Ila mengutarakan harapannya dengan berdiri di dekat pintu “Haha..tidak .. duduklah, aku tidak akan lama” alih ibuk. Silvipun memberitahu Ila dengan akrab “Gimana tinggal disini? Kamu gak takut”.
Setelah itu Abrisam yang menjawil Ila bersama Silvi untuk menyiapkan makan malam bersama, berkumpul dan merasakan kekeluargaan yang utuh. “Gini loh Silvi, Istri baik itu masak apapun bisa” ketika kakak menggoda adiknya. “Enakan es teller ini, nyummy so good buat debay aku” cara bercanda ala siblings keduanya memang asik, Ila turut senang melihatnya.
“Mas Fadhol mana ya..Aku cari dulu dech” saat Silvi mau menghilang “Ndak usah lah Sil, kamu duduk aja” mungkin obrolan keduanya nyambung meski hanya asal jeplak. “Di depan sudah siap aku bantu bawa beberapa pecah belah” susul Silvi.
Saat makan bersama pun Ayah Idris memberikan banyak nasehat untuk putra putrinya, selain siraman rohani dan mendidik mental keberanian menghadapi perubahan social sekitar. Sangat baik, lalu Ila begitu focus, sedikit mencatat hal penting yang tak boleh diremehkan. “Rencananya nanti syukuran pelantikan disamakan tepat kelahiran bayi silvi” kata Ibuk. “Bagaimana menurutmu Brisam?” serang ayah pada putranya.
“mmm..Bagus…niatnya bagus mungkin bukan kebetulan saja” meski belum brasa siapa-siapa Abrisam perlu memperlihatkan ketegasan dan kebijakannya. “Kamu juga.. Ila jangan ditinggalkan sendiri” sebagai suami yang memahami “Siap Buk” . Si ibuk bilang “Ya sudah cukup, Ayah gimana?” yang sedang sama-sama menatap mesra, baru kali ini Ila mengerti suatu hubungan yang bertahan sampai tua “Yaudah Ayo” iya Ayah akan mendahului merasakan apa yang akan dirasakan kesayangannya walau itu tak terlihat seperti apa yang ada didekat mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments