“Sudah gak usah dibahas..!” ujar Abrisam saat di kamar. Ila yang lagi melepas jilbabnya jadi semakin cerewet pas berada di tanah kelahirannya. “Terus soal anjing-anjing, itu apa tadi?” Ila biasa sih cuman memang kadang kedengeran dari rumah, sambil berbisik-bisik. “Apa..kan gak jadi ke lahan yang dikabari Mbak” kata Abrisam rebahan.
“Lunas…” Ila menyodorkan uang sejumlah delapan ratus ribuan untuk gamis putih yang sedang disiapkan sekaligus pasminanya. Malah ganti Abrisam yang masih singgung soal Anjing yang berkeliaran itu… “Kalau memang ada yang punya seharusnya di kasih tanda..nah kalau kambingnya atau hewan ternak lain kemakan jadi ada yang tanggung jawab” kata Abrisam.
Sejak presepsi yang terungkap “Kog kamu lebih penasaran dengan anjingnya sih..”Ila menggoda “Mungkin saja kakakmu menggunakannya sebagai pancingan” sebenarnya Abrisam juga tidak bermaksud melibatkan satu sama lainya.
“Dulu belum ada, sekitar setahunan mungkin..” terang Ila ikut memperkirakan keadaan tadi yang sempat lewat dan mengambil beberapa gambar yang dijadikan dalam satu sheet. “Lumayan strategis sih menurut aku” kata Abrisam.
“Kamu tahu padahal itu salah perhitungan, temboknya salah” Ila yang suka membuat sesuatu jadi rumit “Bukan temboknya tapi perbedaan tinggi lantai” Abrisam justru lebih bisa mengammbarkan secara umum. “Sebelahnya juga ada yang dijual ukuran 650 m2 kalau gak salah harga 3,5 juta” memandang dengan percaya diri Ila mempromosikannya.
“Gak, kan lahanya ayah idris masih ada yang Mas awasi” Abrisam teringat oleh keluarganya sendiri. Bahkan melarang Ila menawari hal yang seperti itu, lebih baik segera tuntaskan sarjanahnya yang kedua. “Yang satunya, siapa tahu buat buka toko disini kan kamu bilang strategis” Ila sedikit malu.
“Pernah bilang iya, tapi gak sebelahnya kandang kali” Abrisam berbaring miring menyibukkan pikiran Ila agar tidak teringat akan suasana menyeramkan. Hingga berbaur layaknya suami istri diatas ranjang, berlalu seperti terhipnotis.
“Nolong aku uang yang tadi disimpen atu Mas” Ila mengingatkan “Nanti, kalo tangan mas sudah gak bisa pegang duit baru nyari-nyari” Abrisam yang sedang bergairah begitu aktif “Maksudnya Mas?” padahal Ila hanya mencoba mengalihkan.
“Aku sekarang belum bisa genggam uangnya…” Abrisam mengulangi perkataannya “Tadi kog mau nyari apa ya..?” Ila ih gemes membingungkan “Masih perlu di plurut-plurut lecek seperti kernet bis” sergap Abrisam “HA” kata Ila.
***
Sehat itu jerih payah yang butuh dipertahankan, tidak mungkin dengan tanpa mensuplainya tubuh orang bisa terpenuhi. Setiap hari orang bekerja sebuah aktifitas yang bermula dari gerakan, untuk mendapatkan hasil.
“Gausah ditengok…” kata Abrisam ke Ila “Memangnya kamu kira ini jam berapa?” masih melanjutkan. Namanya juga keluarga besar yang sudah pasti ada banyak orang dirumah, sekalinya rame bisa bikin resah takut ketinggalan informasi itu bagi Ila.
“Hawatir yang demikian itu nafsu” kenapa jadi Abrisam yang jengkel yang menjelaskan bahwa secara tidak langsung ketergesaan juga akan menggaggu keberadaan orang lain. “Itu ada lagi pada ngumpul, masak kita disini sendiri” sungut Ila tapi Abrisam membiarkannya.
Gak jadi kesana tersadar itu jam berapa “12.00 bukan jam Sembilan yak..” kok kedenger gonggongan anjing lagi dari sebelah rumah Ila pun bersembunyi dibalik selimutnya. Pandangan itu focus ke pintu dan ada yang mengundangnya.
“Pernah memainkannya la..?” Abrisam menanyai yang juga ikutan melihat kerangka boneka kayu kepala batok kelapa dengan iringan lagu mengundang datang tak dijemput pulang tak diantar. Sambil membacakan doa dan ayat kursi… sekitar lima menit menghilang.
Menang dan menyalakan lampu di jam satu… Abrisam memeluk Ila erat mengamankan. Seperti bawaan dari penduduk desa kediaman keluarga Abrisam dengan ilmu pengetahuan semua bisa terkendali. Meskipun kepanasan ya masih ditahan asal tenang…
***
“Dihatimu apa yang sedang terlintas?” Abrisam menyapa pagi untuk Ila istrinya dengan senyum tipis “Kamu iih…tuhanlah” gegabah membuka selimut dan keluar kamar kembali “Eh…udah pada ngumpul semua” terkejut seperti ekspresi kejadian semalam.
Hanya untuk mengecek tampang dan rambutnya sewaktu bangun tidur “Good looking” godaan Abrisam yang menyebalkan. Meski sebenarnya masih terlihat raut gelisah dari seorang Ila kalaupun mungkin membasuhnya dengan air mandi akan lebih baik. Apalagi suami tersayang telah menyiapkan dengan air hangat pula… “Loh iya ta?” langsung capcus menikmati siramanya.
“Buatin sarapan nyummy sayang … aku lapar” menyampaikannya saat Ila keluar dari bathroom “Yah Mas aku mens” kata Ila dan suaminya hanya tersenyum datar. Sudah di depan pintu mau keluar lagian siapa lagi yang akan menyiapkan sajian untuk suami, para istrilah mestinya.
Coba-coba lihat lagi pada masak apa yang lainya Ila akan membicarakannya pada Ibu. “Buk…aku mau masak buat Mas Abrisam” kata Ila yang baru saja datang “Seharusnya kamu melakukan itu setiap hari, tapi…” Ibu memang sibuk “Tapia apa?” Tanya ila “Apa yang kamu laukan semalam? “ Ibu membalikkan “Nothing to do” kikuk Ila “Aku hanya tidak tahu apa yang harus kamu lakukan disini, bagaimana kalau pergi saja” Ibu mempercepat ucapan membuat Ila mencari tahu isi meja makan.
“Thank you” Ila memeluk sayang pada ibunya padahal seorang ibu sedang membutuhkan Ila membelikan sesuatu “Hehe I am forget, thanks so much ibu telah menolongku” Ila seperti sedang merayu “SIapa aku? Apa yang kulakukan? Maksud ibu mungkin Nak Abrisam menyukai suatu hal yang lain” jelas ibunya.
Mana saja yang kurang Ila lantas membuka satu persatu lemari di dapur dengan begitu yang namanya kakak kalau lagi deket seperti musuh sedangkan adik sedang ada sesuatu yang disuka.
Nomer dibantu oleh adik untuk mencatatnya dari apa saja, jumlah dan total. Semua keperluan untuk sepuluh hari kedepan, “Aku ke kamar dulu, Mas Abrisam nyari entar…” kata Ila pada saudaranya.
***
“Kartu ada, apalagi ya…?” Ila bergumam dan terdengar suaminya “Mau ngajak kemana?” Tanya Abrisam. “Disini dulu jangan keluar kemana-mana sampai aku panggil” begitu akrabnya sampai terkadang Ila bersifat galak.
Misalkan telat nanti tinggal yang buruk juga, sambil makan sambil berunding begitulah pentingnya komunikasi. “Deg degan aslii” ungkap Ila “Anggap aja belanja dipasar seperti biasanya” Abrisam tahu padahal Ila sedang seneng.
“Mau apapun masalahmu, gak perlu ngomong aku tahu” ujar abrisam yang perhatian. Pak supir juga sudah dihubungi, ila juga gak bilang apa-apa sih. Banyak keputusan yang dilakukan sendiri katanya itu lebih bisa membuatnya merasa berharga.
***
“Lobi gimana buk?” Tanya anak pada seorang ibuk yang hendak berpesan “Belinya ditempat biasanya…udah ibuk kasih tahu nah kamu tinggal ambil sama bayarnya” eh si ibuk ngasih saku yang lumayanlah. “Aku pergi dulu yah…muach” adik Ila yang centil, padahal cuma ikut-ikutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments