"Astaga ya...ini belanja apa ae dari kemarin... Ampun bocah muda ndak bisa diatur lagi" dengan enteng mengomentari apa yang dilihatnya. Berlagak senior yang baik membongkrah ingin tahu, ketimbang merepotkan dan tak ingin berlama-lama cukup sampai disini saja sarapan pagi bersama keluarga Bibik Aura yah walaupun ndak lengkap.
"Eh... Gakpapa... Anggap kakak wae, bibik darimana toh? Sekira bisa ikromu dhoif (Memuliakan Tamu) benarkan" menyangka orang-orang sedang lupa, cengengesnya Aura menawan dan menantang.
"Kemarin sowan apa study banding untuk sekolahan, loh iya katanya Ila lanjut S2 sekarang gimana kabarnya?" lebay beutul Aura lembaian tanganya pun cus rempong gak berhenti-henti deh usut usulnya.
Pertama Abrisam yang masuk pembicaraan berlagak humor "Madrasah mana sih Dhol? " ketawa mulu gak ngerasa, dilanjut dengan Ila "Oh iya bener cuman S2 nya accelerasi (akselerasi)".
"Cantik dan pinter, apa ndak banyak yang gangguin?" menggoda Ila agar mau merenung dan hati-hati. "Ya kalo pinter... Tapi menurut aku sih bisa diatasi dengan attitude dan gak ngeganggu yang lainnya, insyaallah sungkan sendiri deh yang lain" hanya pandangan sekilas seorang Ila.
"Maksudmu semacam karma baik karma buruk begitu, gimana sih? " memang kalo dikulik lebih dalam juga merembetnya kemana mana. Abrisam deh yang ngejawab "Yah dijalani aja... Ra, " tahukan Aura juga pernah kuliah dan gak sepuas itu "Hemm... Maksudnya kamu udah ngizinin dan ridlo dengan yang dilakukan Ila?, salut aku Sam... yaudah lanjutkan! Memang begitu suami dan istri bisa hheeehhhmm jika memang sudah saling percaya, oke aku turun dulu sama anak-anak trimakasih kunjungannya" keluar dan good bye yang lucu dengan gerak-gerakan tangan yang menguatkan penggambaran kelincahan.
Dengan mengunakan busana yang rapi dan tertutup Aura lebih kelihatan tentram dengan keadaannya yang sekarang, kehidupan sehari-harinya juga berguna bagi yang lainya orang dekat dan kesayangan. Kalau sama Abrisam terpaut lima tahunan lah kakak kelas jauh. Hubungan kekerabatan adik sepupunya ibu aminah, nanti coba ceritakan dengan orang rumah mereka pasti akan antusias mendengar.
Bisa-bisanya bahas masa menjadi mahasiswa menurut abrisam pribadi kerumitan saat kuliah fifty fifty, lebih sulit sebelumnya gimana memperjuangkan kesukaan di bidang professionalitas. Jadi gak cuman sekedar berharap doa semua ada usaha banting tulang.
"Ya gak sendiri juga" terang Abrisam tentu ada tongkat yang diikuti ibarat dirinya sebagai bayangan. Yang paling susah tetap diam meski ditonjok, Fadhol nyengir gak percaya. Abrisam sendiri mengaku waktu itu memang keras, kenapa diam apakah lari... "Wooh ya tidak".
Sekali pukulan biarlah tetap santai berjalan dengan apa yang dimiliki, jalanya aja yang beda bukan dengan ketakutan. Mau coba, tiba-tiba "Busshhh" tangan meluncur... Dan mengerem mendadak. Fadhol hanya diam angkuh melihat kakak ipar yang bersifat kekanak-kanakan. "Awhh" memegangi luka dan masih berbaik hati melanjutkan kendali setirnya.
"Seperti itu.. Sorry! " sebagai istri Ila tak berkutik sama sekali. Namun dengan keberanian yang luar biasa Abrisam masih melanjutkan ceritanya. "Besok mungkin aku harus datang ke sekolahan, Apa ayah sudah bilang ke kamu Dhol? " dan sayangnya tak mau menanggapi.
"Baiklah tak mau menjawab" menyindir menunggu apa yang sebenarnya dirasa adik iparnya akankah mendemdam atau amarah yang bersifat sementara.
"Emmm... Ya.. Ya bilang... Ayah Penasehatkan disana! " gelagat gugupnya agak takut, jelas dia sayang sama Silvi.
"Baiklah... Nanti kubawakan obat" dengan memegang pundak kiri Fadhol.
***
Mengingat waktu perjalanan singkat, mungkin sepulang dari sini Ila akan semakin banyak tugas yang berkaitan dengan pendidikannya. Keamanan di kampus yah banyak pengagum disana yang akan menjaga tanpa diketahui dan disadari oleh Ila.
Membela kehormatan harga diri adalah keharusan. Tak ada yang mempersulit kenapa tidak dilanjutkan saja toh yang kecil kurang beruntung juga masih banyak. Terbilang mampu sih mampu kalau beayain pendidikan sendiri memang tidak dengan besar jiwa Abrisam siap mencukupinya dari mana asalnya Ila perlu berupaya mengimbangi kerja keras dan keringat suaminya itu.
"Pernah si mas temen-temen nanya ke aku, Suamimu kerja apa La? " kedengar menggerutu didepan mata hati yang rapuh ada kekerasan fisik kejantanan laki-laki.
"Na terus kamu jawab apa? " luluh mendengar istrinya yang manja.
"Yang pasti memberi nafkah, tempat tinggal dan pakaian" mulai memanas kebakar gimana padahal suhunya ber AC. Syukurny Fadhol agak ketawa sih.. Manusia memang suka sama lihat yang lainya tak sadari akui kelebihan yang telah diperoleh. Apakah Abrisam meneruskan dengan mendebat hal sepele yang disampaikan Ila...buat apa.
Tak menyalahkan, mengarahkan mungkin kalaupun sudah tahu apa salahnya daripada gak bisa berkata baik maksudnya menyerukan kebenaran tapi gak tahu seluk beluk ya serba salah nantinya. Dari tenangnya Abrisam bisa diterjemahkan seperti itu...
Malah menggoda si Fadhol terus mencairkan hening "Sebenarnya aku suka dengan caramu berstatemen" saat membalikkan mata "Aku tidak merasa berpendapat.. " melirik dan menahan senyum "Tahu sendirilah..." sambil ujung telunjuk jari yang mengetuk-ketuk.
"Petunjuk apa tuh? Aku juga sudah siapkan bingkisan untuk Silvi dirumah ada juga pesanan Ibu Aminah nanti aku bantu sampaikan dan tolong diterima yah... " merapikan apa saja yang akan dibawa dengan mengangguk sigap merespon "Sangat berguna" dengan asik pula "Iyakah... Tapikan masih banyak yang dibutuhkan" menyahut sewot. Merasa beres selanjutnya Ila angkat tangan, buru-buru amat yak...
"Mas beli buah-buahan dulu" berkata lembut.
"Kamu istri apa pembantu sih... " menyahut pelan agar Ila tidak berani bertindak sewenang-wenang. Abrisam sudah pasti menolaknya karena tahu dirumah juga banyak orang yang akan membantu. "Yang di mobil itu jangan maenan ponsel nanti pusing, inswecure apalah" saat hendak minum air mineral.
***
Kata-kata abrisam sudah hampir tak mempan untuk hadapi tingkah masyarakat yang semakin melenceng itulah yang membuatnya panik. Dijaman seperti kenapa masih saja ada propokator, pembuat gaduh juga golongan yang senang berhura-hura mabok. Ala orang kere dengan mencampur aduk obat racun sesuka mereka. Fadhol sendiri merasa kaget saat baru mengenal lingkup warga sekitar.
Roda berputar melewati depan madrasah Abrisam membuka jendela menyapa orang yang dikenalnya melihat ada serpihan kaca yang berserakan, saat ada yang mendekat ia pun berbisik "Segera bereskan dan atasi agar tidak terulang lagi! " .
Kalau meninjau lokasinya yang tidak jauh dari lapangan mungkin wajar namun tidak boleh dibiarkan begitu saja, sebelum mewabah dan membawa kehancuran bagi generasi selanjutnya. "Atau mungkin bekas berantem... " sanggah adik ipar disisi lain "Bisa jadi ada razia" pekik seorang Ila. "Aku tidak akan bertindak gegabah" sudah sepantasnya pemantauan diperketat. Lagipula semua bisa berimbas pada keluarga besar ayah Idris sebagai orang berada dan berpengaruh mereka sering kali beralasan seolah hidup orang kaya hanya menghamburkan harta atau gaya-gayaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments