Gemetar berkeringat payau tergagu-gagu tak yakin dalam menyimpulkan muslihat penguasaan, menatap mengikuti seolah sedang menantang harga diri melambung. Kembali meradang berupaya supaya mampu mengangkat kaki dan beranjak melewati. "Mas... " dengan wajah pucat pasinya.
"Ila kenapa? " Bibik Aura membuntuti. Abrisam sama sekali merasa tidak ada yang memanggil. Menunjukkan bagaimana menghembuskan nafasnya, Abrisam mengurungkan maksud dan memilih berbisik pada Ila "Kamu bilangin...mau keanaku dulu". Dengan melepaskan tangan Ila, Abrisam mendahului "Ila jangan terlalu halus, katakan! Aku sedikit kurang konsentrasi".
Dan semuanya sudah siap dari apa yang Ila perhatikan, secara agak linglung sepintas ada yang aneh atau sekedar halusinasi semata. Sedangkan Aura bersama anak-anaknya sedang baper akan suasana, tidak ada yang mendramatisir dan apa adanya. "Nanti arah-arahnya aku tunjukin, ayok ah" Bibik ganggu aja padahal Ila dan Abrisam masih pandang memandang seperti mau melahap satu sama lain. Ila mengandeng lengan suaminya dan mengembalikan senyum itu mencoba tenang tak ada apa-apa.
Taukah yang dilakukan Fadhol, "Bik Aura di rumah memang biasa sepiya...? " dengan terburu-buru membukakan kunci mobil. Juga berkenalan sekalian, sebab disini yang kenal cuma Ila dan Abrisam, panjanglah ceritanya.
Menyadari kejanggalan samar-samar tidak, "Eh.. Tunggu dulu ada yang tertinggal dikamar" Ila memberanikan diri untuk masuk, termasuk sikapnya yang teliti sering kali dia mencoba untuk tidak ceroboh, merunduk gelisah kedalam ruangan dengan cahaya yang agak redup sampai berhasil lolos ke pintu dan menguncinya.
Meninjau suasana hati dan jalan hidup yang berubah, apapun mungkin bisa dijadikan petunjuk. Tetap bercanda riang gembira meresapi sorot pandangan polos bocah yang belum ternoda oleh segala macam bentuk dosa, pantulan dari hati sejahtera dengan mengelus pipi lembut kenyalnya. "Yang adiknya namanya siapa Ra?" pasti gemas, hanya ingin mengajaknya bermain tapi tak mampu menjaga sambil ketawa. "Apa ndak sarapan bubur bayi...
"Ishss... Kamu la sekarang itu jamannya instan pake biscuit juga bisa... Mangkanya jangat takut momong bayi... " lalu yang satunya ikut dipangkuan Abrisam cari muka lucu kali siapa sih namanya Ahmed. "Noh... Sudah panteslah jadi Bapak" memerahlah sang wajah para anak muda calon ayah dan ibu.
"Eghem... Hem... Yang mau punya ponakan baru" Ila mengagetkan Abrisam dan disaut Fadhol "Habis ini terus apa belok Bik.." benerkan yang dibilang, memang tak ada yang mengelak semua bakalan rame dengan sendirinya.
Giliran Fadhol yang ngobrol si Ila malah diam merunduk mentelengi ponselnya, sesibuk-sibuknya kalau sudah gak bisa diatasi dengan yang sesuai yah paling ada kerjakan yang bisa dikerjakan lewat elektronik kecil yang digenggamnya.
"Mas Bri juga sudah pernah kesini to... " disela Aura mengarahkan. Alurnya memang mudah dimengerti oleh Fadhol, masalahnya setelah lurus ada keterangan yang masih ragu, dan Aura masih berkesempatan untuk mencari manakah yang valid. "Aku buka via online dulu ya... Pasti ada alamatnya.. "
Abrisam yang gagal fokus lagi-lagi salah sambung " Apa? Tanya aku atau Bibik Aura". Penyebabnya waktu itu Ila lagi ngirim pesan pribadi pada suaminya hahaha kocak kan atau kurang kerjaan, jadi isinya begini "Apa anda merasa ada perubahan pada diri saya?" memang belum terjawab.
Abrisam pun melepas Ahmed yang cenderung banyak tingkah dan rewel mau pindah duduk ditengah. Lagian kurang kenal siapa juga sosok tampan yang sedang memangkunya, pinternya juga gak tanya-tanya bapaknya lagi dimana?.
"Ahhh... Ibuk aku mau beliin kucing" mengganggu saja geram rewel si anak. Tapi tak apa biarlah si ibuknya aja cuek. Pengendara dan saudaranya malah asik bincang yang isinya lebih dikuasai oleh cowok.
"Nah ketemu... " padahal anaknya senggol-senggol tarik-tarik eh ikutan kepo. Fadhol bilang "Tapi sebelum udah pernah nyobain". Sepertinya laki-laki lebih gak sabaran kalau urusan makan-memakan. Bahkan Silvi beralih menghubungi kakak iparnya yang cantik membuat yang lain hening menyimak kecuali Ahmed yang berisik mau mencicipi jajan yang dipegang adiknya.
"Woi... Woii... Xixixi" bergoyang goyang menghadap kebalik.
#Pembicaraan Telephone#
Angkat tidak, panggilan pertama memang terlanjur tak terjawab, panggilan kedua sudah diangkat tapi dimatiin dari sana, panggilan ketiga Ila sadar sepertinya Silvi sedang kesal, mungkin kesepian. Baiklah santai saja
SILVI : "ASSALAMUALAIKUM"
ILA :"WAALAAIKUMSALAM...IY SIL KENAPA?"
SILVI :"SEBENTAR KOG... NOMERKU UDAH KESIMPEN YA ALHAMDULILLAH MAKASIH"
ILA :"IYAPS... BETUL SEKALI ON THE WAY, "
SILVI :"JADI BEGINI, AKU HARAP MASIH BISA DI PERBAIKI.. "
ILA : " MASAK SIH..? "
SILVI : " TOLONG BILANGIN KE MAS DHOL, TAKUTNYA GANGGU NYETIR"
ILA : "APA DULU, TAK BILANGIN KE ABANG MU WAE YA.. "
SILVI : "OKEH INI SEKALIAN ADA TITIPAN DARI IBUK, BLA BLA BLA"
ILA : "CUMA YA KAGAK INGET, MUNGKIN KALAU KAMU BOSEN AMBIL AJA DIRUMAH AKU PUNYA"
SILVI : "YA, SEDANG AKU CARI"
ILA : "SEKARANG MASIH DILUAR JANGKAUAN, "
Setelah mengucapkan salam keduanya sama menutup panggilan. Ila menyentuh pundak Abrisam mulai membahas secara empat mata dalam keriwehan. Semua akan terkendali dan teratasi, ceritanya Aura pernah beli sistem COD antar kerumah tahu tempatnya baru kali ini, hasil tidak menipu usahanya.
"Oalah lesehan apung... " tak segan-segan bahkan Bibik yang siap nraktir sudah tempatnya cocok gak nyesel jauh-jauh berkunjung. Bibik memang kawan yang tak ada tandingannya semoga lancar rizkinya dan berkah pada anak-anaknya.
"Sibuk apa sih La... Kayak bibik nih buktinya sehat" sarapan gaya terbaru yang diikuti dua orang cowok tampan tapi gak meyakikan. Ya sudah ahirnya biar Ila dan Bibik Aura saja yang bertindak. Mereka selainnya senyum-senyum gak jelas..
"Nah kenapa bibik milih disini soalnya menunya ala-ala bintang lima" gak norak sih cuman malu-maluin, mau dibilang ngimbangin kek apapun alasannya tapi gak ngelarang juga. Hidup perlu makan... Hidup makanan... Kehidupan akan hidup menyala membara.
Keadaan Ila baik-baik saja asam lambungnya juga agak enteng setelah di minumin yang bersifat dingin di perut sedangkan Abrisam juga tak memesan kopi demi menjaga kestabilan kesehatan. Abrisam membiarkan Ila begitu saja membayangkan dan memperhatikan bagaimana caranya berinteraktif.
Sedangkan terhadap keluarganya masih ada rasa was was yang Ila perkirakan dalam hati dan tak mau terungkap didepan kesaksian suaminya itu. Lebih menilai bagus bahkan tanpa komentar sambil mengawasi perkembangan anak-anak melihat ikan-ikan dikolam. Tak sengaja pula Abrisam mempergogi Fadhol yang curi pandang dengan Ila dan telah merubah suasana tertawa melayangnya. Baru kali ini mendadak pudar... walau masih bisa ditutupi.
Pendekatan yang tak terbilang sok akrab Aura menjelaskan "Kita itu harus berusaha utuh, ketika menjalani peran". Berlagak tak paham Ila melihat tak paham, "Ya Allah... nak.. Oi" mendudukan Ahmed yang nampak bahaya dengan tingkah yang ndak karuan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments