Kalau adiknya Ila keburu pergi artinya jengkel, kalau kakak keburu pergi artinya sedang gak enak sama ortu, kalau mbak yang keburu pergi pasti ada urusan penting. Ila hanya menyimpulkan sekarang semuanya pindah beralih tempat di ruang keluarga. Setiap pendekatan membutuhkan dukungan kenyamanan.
Manusia hari-harinya akan dikelibetin hal yang sama, apalagi kalau bukan bukak-bukak rahasia dari pekerjaan atau macamnya primer dan sekunder. Memilih makan atau menghitung ongkos kendaran, memilih tempat untuk tinggal atau sibuk menamai apa saja yang ditemui.
"Sudah ah daripada sendirian" Ila pun bergegas menyusul yang lainnya disitulah bertemu sesuai tebakan "I need you" kata adiknya yang kembali mendekat meminggirkan Ila dari orang-orang yang berada di depan televisi. "No... " Ila menolak permintaan itu, sayang sekali.
Tak mau melepas bahkan mengganggu, sampai Ila berkomentar "Semalam kamu menakutiku, dan aku tidak akan melakukan apa-apa untukmu hehe" dan kakak pertama mendengar juga bertanya "Ila katanya semalam denger suara-suara, apa itu" sedikit tersenyum. "Bukanya itu hawa saja ya kak? " menurut adiknya yang dituduh Ila.
Mampu mendengar seperti ada yang memanggil-manggil itu memang hawa baik kekuatan dari diri sendiri atau suatu kecelakaan maksudnya ketidak stabilan atau ketidaksengajaan agar bisa dipahami. "Berkali kali suara perempuan bikin dredeg tauk" Ila lumayan melebihkan agar yang lain juga heboh
Lagi ketemu adik "Walah itu perasaan e kamu wae..." kata kakaknya menggoda tak tahu. Mbak nya yang lewat dan mendengar ikut menyumbangkan suara "Palingan Ila insecure akibat kemalasannya" dengan ekspresi juteknya.
"Menghukumimu apa kita gak pernah mengalami" lanjut kakaknya "Karena kamu merasa sendiri" sungut adiknya yang jelas ada disekitarnya waktu itu, mengaku tidak ada apa-apa teriakan dari Ila sih iya.
"Maka jadinya begitu" ulas kakak ada maksud memperhatikan "Jangan dipikir begitu, nanti kamu malah tumbuh jerawatnya" sanggah Ibu ikut bergabung yang membuat Abrisam senyum-senyum tipis.
Tuhanlah dalam prinsip Ila alasan panggilan itu berada yang samar-samar bergumam membuat yang lain sama tercengang. "Apa la? " gertak ibu yang paling menonjol, lagi-lagi membuat kakaknya sungkan dan hampir mengalihkan pada pembicaraan lainya.
"Yang mau pergi akan berisitirahat" suara lantang adiknya menyindir kakak, "Tidak, melihatnya adalah suatu ketidak mungkinan" ternyata sekedar hendak membenahi tangki air seperti yang ibu perintahkan. Kakak emang biarlah dan tak pernah lupa cara untuk tetap bahagia, setahu yang lain begitu. Mengetahui perkara begitu dalam yang bukan permasalahannya adalah tidak penting.
"Akan tetapi kalau kuingat kejadiannya ada tiga adegan, pada mau denger ceritanya gak?" Ila mengeraskan volume suaranya sampai-sampai mbak ikut bergabung sambil bawa buku disebelah adik.
Bertindak sebagai yang menjalani suasana mencekam yang tengah berlalu "Haaa" adiknya kog mendadak kaget teriak, tiba-tiba menunduk tersenyum malu "Okeh lanjutin... !" mengacaukan segenap feel yang Ila coba kumpulkan, ujungnya "Gak bakal ku ulangin lagi critanya... " mbaknya sih ketawa geleng-geleng padahal tertular merinding. Sedangkan Mas Abrisam mengecek apa yang sedang dilakukan Kakak.
***
Berhenti tepat disamping "Eh... Selang itu dong geser dikit" mas Abrisam menggerakan "Nah ya.." kata Kakak dan Abrisam yang seolah menjemput kembali lebih dulu sambil adalah yang di tanyakan Kakak "Jadi sekarang sudah gelar Kyai gitu... " tanya Kakak polos apa beneran gak tahu ya..
Berfikir untuk memberi petunjuk atau pengganti jawaban yang paling sering ditemukan "Ga mesti juga, itu lebih ke julukan" kata Abrisam di selip Kakak menyergap gorengan pisang hangat dan seduan kopi ada bapaknya pisan, tambah rame saja nuansa keluarga yang kental.
"Banyak cirinya kedua matanya gak sama sebelah black sebelah red" ujar Ila membayangkan. Si Mbak bertanya "Apa kamu kenal suaranya? " dengan sedikit membungkukan tubuh melihat raut Ila "Cuman mirip aja sih... " kalau sudah gini mulai agak linglung benar melihat atau halusinasi.
"Istirahat nak, capek mungkin kamu.. " ujar Bapak dan Ila meminjam kaca yang dibawa mbaknya untuk bercermin, "Loh iya, my dosen my workpage" tepok jidat itulah sebab Ila tak mau membantu adiknya. "Pendidikan itu penting bagimu juga bagiku" penolakan Ila secara halus.
"Apakah seperti ada orangnya asli" tanya mbak penasaran, "Bahas yang mana nih? " adiknya kebingungan toleh kanan kiri "Hantu" jelas mbak "Ada orange maksudnya siapa aku apa sista Ila" adiknya masih menengahi bahwa keduanya memang ada dan sama sadar. "Kalau di cermin ya pasti ada kamu sendiri" mbak menunjukan ke Ila dan merebut kacanya kembali.
"Hidup? " masih pada pertanyaan mbak "Jangan terlalu dipikir nak, ah kamu ini... " ibuknya gak tertarik mendengar agak takut, memang Ila kebiasaan menghayal. "Kemaren sore aku baca albaqarah dibawah pohon soalnya" mulai deh Ila mengaku. Padahal awalnya Ila hanya merasa rilex disana atau mungkin dalam pikirannya itu bisa menjaga setiap orang, benarkan?
Padahalnya lagi cuman suara tidak ada tindakan yang extreme tanpa memperdulikan dimana saja mereka tinggal. "Terus kenapa? Masak menganggu yang menghuni pohon" dengan melas adiknya bertanya, sampai Ila gak bisa menahan tawa mendengarkan pikiran berkata melalui mulut menyatakan.
Seharusnya Ila merespon dengan kata lain tapi malah berkata "Kog bisa? Kenapa begitu? " kata Ila. Yang cewek bergabung dan saling menyimak...
***
"Hidup bapak juga tanpa gelar tapi buktinya bisa jaya disegani juga" yang cowok mengangguk kagum. "Kalau dirumah ini nak Abrisam sejak anak pertama statusnya S2 mangkanya Ila juga ikut" terang Bapak ke menantunya.
"Itu kan menurut Bapak, kalau anaknya... asal ada gunanya yang di inginkan apa? Intinya ilmu yang di dapat untuk kesibukan yang dipilih sebagai kebutuhannya" terang ibu cerewet sedang kakak tenang-tenang aja.
Gak peduli sekolahnya bidang apa kerjaannya apa wajahnya seakan tak berdosa, "Akunya ada, disini cocoknya itu ya kulakukan" Kakak Ila juga baru akan menjadi seorang bapak, jadinya mumpung masih senang berkumpul, buat bangga untung orang tua.
"Usaha dan doa" kata Abrisam manis, "Lulusan apa sih Kak, aku lupa? " tanya ila serius "Dari teknik elektro menjadi beternak" Kakak mengenalkan dirinya disisi keluarga, bersenang hati ladenin tamu pengantin baru. Ila bahkan melangkah menyandarkan kepalanya pada sang suami untuk bernafas lega.
"Malu itu hambatan untuk maju, tidak bisa menunggu bagus saja selama maksudnya kehati-hatiannya" itu yang selama ini juga di praktekan sama Mas Abrisam. "Alhamdulillahh searah sarjana hukum" ungkap Ila "Loh bukannya Sarjana pendidikan agama" tanya si mbak
"Supaya jadi dosen? " tanya mbak... "Bukan, di Madrasah Stanawiy" yah begitu deh Abrisam masuknya cuma dua kali seminggu. Mestinya gak lupa kemaren undangannya kan sudah ada tulisannya.. Gegara ila gak jelas bilangnya jadi begitu sempat gimana namanya dan bla bla bla...
Bisa tahu banyak kalau ketemu dan ngobrol langsung dengan orangnya, paling bentar lagi bakal melejit. "Kita keluar yuk... Apa mau lihat lahannya Kakak" kata mbak singgung peternakan padahal cuma 50 ekor bebek dan tiga kambing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments