“Apa aku telphon dulu?” Ila segera menghubungi “Terserah kamu” Mas Abrisam memang sudah pasrah dengan yang dilakukan Ila, suka-suka saja toh sama dengan sudah bisa jaga diri. Suasana sesaat sampai ditempat memang cukup disambut dengan baik, sesuai dengan paras yang cantik dan juga tampan. Walaupun belum bisa bertemu langsung dengan temannya.
“Jadi aku tunggu disana saja” Ila menunjuk kearah kursi luar dipinggiran supaya bisa menemukan temannya. “Ya Sudah aku kedalam dulu” begitu ujar Abrisam yang yakin Ila pasti hanya akan diam saja tidak kemana-mana.
“Kamu kan bentar lagi keatas panggung” Ila dengan sifat manusiawinya mana mungkin cuek dengan suaminya sendiri, kalau itu terjadi artinya Ila sedang marah. Ketipan Abrisam pun melegakan hati istri yang hendak bergabung bersama gerombolan tamu lainnya.
“Kenalin aku saudaranya manten, Mbak Ila dari desa sebelah yang katanya bunga desa itu yah” orang yang tidak dikenal (terima tamu) menyergap sekaligus menawarkan tempat yang kosong, Ila hanya tersenyum sebab seketika itu pula sedang melihat temannya. Saking senengnya bahkan kebablasan teriak memanggil “Hai..ukhti” baguslah! pihak terima tamupun juga sadar dan melihat.
“Ke saudaramu ini ada kado dariku sampaikan yah” ukhti temennya Ila malah menyambar orang yang disebelah sampai Ila tepok jidat menyimak. Sabarnya orang yang sedang bertugas “Heh…aku duluan juga yang manggil” sindir Ila ke ukhti.
“Kenapa sih?” ujar ukhti gak ngerasa bersalah “Sama mungkin iya” Ila sok lupa senyum-senyum dengan kerabat manten dan menarik tangan ukhti untuk segera duduk “Ooh..gak papa kok, biasa aja kali” Ukhti mengamankan suasana yang membingungkan itu.
“Perasaanku lega kamu ada disini” kata ukhti mendahului “Hemm…masih tinggal disini? Kog kenal..” ungkap Ila penasaran “Besarnya netep disini aja” dan ukhti membalasnya seperti itu. “Lah emangnya dulu..tinggal dimana” Ila sendiri ketawa saat menyadari perubahan siklus hidup manusia dari lahir, balita, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan kembali ke tanah air.
“Gak benci itu kuncinya” pendapat ukhti yang bijak, resepsi sama sapa temen lama... seru sekali, dan pada acara yang didatangi itu sempat jadi sahabat pena ukhti dalam sebuah komunitas wilayah setempat, Ila sendiri baru tahu sebab Ila dan ukti sendiri sebatas teman belajar agama di masa kecil. Lantas masih berkomunikasi melalui social media.
“Enak kamu kasih kedia langsung, sekalian aja ajakin ngobrol pengantin” Ila masih mengomentari dan memancing ukhti mengenalkan orang yang tadi. “Enak apanya kau kan cuma mau manfaatin aku” untuk ukhti yang salah sangka. “Bener enakkan didekatku?” Tanya Ila mendalam dengan pandangan menusuk.
“Banget.. banget.. banget menyenangkan” seolah ukhti sedang bersiap-siap akan suatu hal. Segala kebaikan hampir tak bisa dijelaskan secara konkrit dan banyak fatamorgana menyesatkan tapi pilihan teman tepat bisa menyelamatkan.
Suasana Mas Abrisam menjujung bulan November sebagai kemeriahan yang cocok untuk mempelai pengantin. Sebuah perhitungan yang tanpa ditunda-tunda namun bukan sembarangan dan untuk awal desember nanti soal keberangkatan ke tanah suci. Sebuah pidato yang berisikan wish you until tomorrow.
“Akrab disapa Mas Bri?” Ukhti yang terkagum heran memandangi Ila tersenyum bangga, bahagia sama saja. “Benar sekali…” Ila memang baru saja mengenalkan sebab tempo lalu ukhti tak sempat datang karena penasaran disinilah akhirnya bisa bertemu.
“Sekarang sibuk apa?” ini pun terucap oleh ukhti “Abis Sarjana awal langsung lanjut ke S2” tapi Ila tak sungkan menjelaskan, sampai penampilan Abrisam selesaipun “Apa aku temenin ke dalam,” ukhti menawarkan agar bisa bincang lebih dekat tapi Ila sedang nyaman ditempatnya.
“Internetan disini agak susah” ukhti memperhatikan Ila yang sedang membaca artikel setelah penampilan suaminya “Gak…ini tIdak butuh sinyal kuat ngangkatnya dikit” Ila masih saja mengelak bahkan memilih menikmati makanan yang sederhana dibanding sajian untuk suaminya aneh sekali.
Sampai ukhti merasa gak enakan berasa jadi gara-gara “Sekarang aja kok” Ila yang tetap bersi keras menolak dan mengedipkan sebelah matanya apa boleh buat. Langsung dan gak perlu lama-lama setelah menyantap ikan dan ukhti juga bisa dapat beberapa informasi.
“Puaspun sama dirasa” kata Abrisam melambaikan tapak tanganya ajak keluar dari area. “Disuruh nunggu udah main pergi aja..” Ukhti juga ngerasa berat tidak bisa berbuat lebih. “Ya Tuhan Kangen” Ila yang masih sempat cipika-cipiki pinggir jalan mengabari juga akan keberangkatan esok ke tanah kelahiran nabi dan masih ada sederet aktifitas.
“Gak ngebolehin tapi gimana” sedih ukhti yang tahu persis kejujuran Ila. Tak bisa dipaksakan dan hanya diri yang bisa mencukupi keluh kesah kekurangan. Ngungkapinya ya apa adanya asal tak menimbulkan bahaya, “Sudah cukup” Ila mengizinkan supir untuk melaju.
***
“Mahal amat Non” supir yang mencoba bertanya “Setahuku dia bukan siapa-siapa tapi idiih souvenirnya bagus” Ila yang heboh keheranan sama tetangga yang belum dikenal “Ah,,itu khusus kali Non” kata supir yang membuat Abrisam ikut tersenyum.
“Standarmu seperti apa sih La…lagi pula aku belum sempat cerita perihal temanku itu” sanggah Abrisam ragu. Kemarin memang bilangya adik kelas tapi kalau menjelaskan siapa dia yang pasti namanya baru menikah masih sedang memproses perjalanan hidupnya.
“Area pelosok seperti ini pastinya tidak akan membuat acara di gedong” kata Abrisam “Ya betul, gak ada” keterangan Ila menilai Susana di acara yang bersahabat meski gak mewah banget tapi cukup rame. Sampai sekarang orang-orang sekitar juga pasti membahasnya.
“Pagi kemaren kita ada di?” Abrisam bertanya kebingungan “Di Apartemen Mbak” jawab Ila “Dan sekarang ke?” Abrisam hanya mengomando “Ketemu Mbak atau gimanaya? Cowo aja deh yang putusin” Ila ketularan bingung membayangkan seumpama gak sama Mbak apa jadinya.
Segar meneguk air es Abrisam belum menyuruh Ila untuk mengabari tapi pasti ingat arah-arahnya kalau nyasar tanya aja. “Gede Non daripada Mbak itu versi saya” kata Pak Supir ngelantur “Heh ngomong apa kamu Pak?” Ila spontan ganas “Sifatnya maksudku…” Pak Supir merinci lebih.
“Yang cakep juga Mas Bri gak ada duanya, ya kan Pak” Ila malah mencari perhatian menengahi apalagi suaminya Ila jadi gak enak misal diajak bahas soal cewek-cewek. Tahan tawa tapi mukanya memerah “Nambah sekalian semua aja dijemput” itu yang disampaikan Pak Supir.
“Perlu lebih cepet sih Pak waktunya” Ila memang santai dan tahu-tahu menanyakan rahasia mesra pada sang suami “Mas … milih dicintai apa mencintai?” sulit bagi Ila tapi apa digubris sama Abrisam. “Dirasa” kata Abrisam samar-samar.
“Hanya merasa…” Ila yang berpikir kelamaan maksudnya apa juga kata Abrisam. “Ya Allah tuh tuh Mbak sudah di tepian…” tangannya mengulur agar cepet menghentikan mobil, kebetulan kan udah sama buyar. “Refresh..” sambil menarik nafas “Ada penumpang masuk…” Ila menyambut Mbaknya.
“Jangan jauhkan hati yang sedang menyayangi” Mbak mengucapkan mantra apa ya aneh gitu tiba-tiba merangkul adiknya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments
sekar 29
semangat upnya ya thor tadi sdh rate5 +like
saling suport ya jgn lupa mampir di cerita horor tanah kalimantan "Manis Dagingan"
2020-11-01
0