Shanum Marwah
Plakk
"Kurang ajar kamu, Dit!"
"Kamu beralasan pergi keluar kota, nyatanya apa?"
"Kali ini aku tidak bisa memaafkan tindakanmu!"
Suara terdengar lantang dan menggema di penjuru rumah. Tampak seorang lelaki memegangi pipinya yang mulai terasa panas. Ia bisa merasakan jika tamparan yang diterima cukup meyakinkan bahwasanya amarah telah memuncak.
"Apa maksudmu, May?"
"Mengapa kamu marah-marah begini?"
Dilihatnya lamat-lamat wajah wanita yang berdiri di depannya, kedamaian tidak ditemukan lagi. Benar, wanita itu telah berubah menjadi sangat menakutkan saat ini. Kedua matanya melotot dengan dada naik turun.
Lelaki yang dipanggil "Dit" itu tahu jika wanita berparas cantik dengan menggunakan gamis rumahan itu sedang berada di atas puncak lelah. Sebab tidak pernah ia saksikan keadaan seperti ini dalam perjalanan hidupnya dari saat mereka menikah.
"Breng sek kau memang! Masih berani kau datang kemari, hah!"
"Aku sudah tahu semuanya! Mama mengirimkan video pernikahanmu dengan wanita itu!"
Kali ini tampak lelaki itu memejamkan mata sembari mengembuskan napas besar. Sungguh tidak disangka jika keadaan akan sangat sulit sekarang. Tidak ada keputusan yang ingin diambilnya untuk saat ini. Sebab ia tidak ingin memilih.
"Maafkan aku, May!" balas lelaki itu lemas.
"Aku tidak butuh permintaan maafmu! Aku tidak butuh! Lebih baik kau tidak usah datang lagi!"
"Maya, mengertilah! Aku melakukan semua ini karena terpaksa menuruti permintaan mama."
"Aku sungguh pusing dengan pertanyaan-pertanyaan yang sangat memuakkan bagiku."
"Cukup berat bagiku melakukan semua ini jika kamu tahu, May. Mama bahkan mengancam akan memaksaku untuk menceraikanmu."
Mencoba menjelaskan lelaki itu atas keadaan diri yang tidak berdaya oleh permintaan seorang ibu.
"Aku tidak butuh semua omong kosongmu, Radit. Kau bebas menentukan pilihan, entah kau mau menikah lagi atau mau pergi, bahkan menceraikan aku, silakan! Yang jelas aku tidak mau dimadu!"
Menghembuskan napas besar. Wanita cantik itu tadinya sedang beberes rumah dengan perasaan campur aduk setelah menerima pesan dari mertuanya semalam.
Merasa marah juga teriris hatinya saat membuka kiriman video yang menunjukkan acara pesta digelar cukup meriah, yang mana ia sangat kenal dengan mempelai lelaki yang bersanding dengan wanita cantik dan masih cukup muda dari dirinya.
Sesimpel itu dunia mempermainkan sebuah hubungan. Bahkan lelaki yang begitu ia cintai turut serta dalam mempermainkan hidupnya.
Siapa yang menyangka jika setelah tiga hari pergi beralasan untuk keluar kota, nyatanya lelaki yang sudah menjadi separuh jiwanya telah bersandiwara.
Pelukan sayang yang diberikan saat ingin melepaskan rindu pada kekasih hati, sungguh tidak disangka jika kerinduannya harus pupus saat sebuah tamparan sebagai imbalan.
"Cukup! Semua sudah cukup bagiku. Aku tidak bisa lanjut denganmu!"
Tetap mempertahankan keadaan diri yang masih dikuasai oleh amarah. Begitu kokoh pendiriannya meski melihat lelaki yang dicintainya tampak memelas.
"Apa yang kamu katakan, Sayang?"
Terperangah tidak percaya atas apa yang baru saja didengar. Seperti ada bom yang kini menghancurkan seluruh isi hatinya. Begitu saja lelaki itu merasa lemas.
"Sungguh aku tidak akan pernah mau menceraikan mu. Meski kamu memaksa. Aku hanya mencintaimu, May. Sedikit pun aku tidak memiliki cinta untuknya. Semua aku lakukan hanya untuk mendapatkan keinginan mama, tidak lebih."
Kini bisa dilihat dengan kedua mata wanita cantik di depannya. Lelaki itu menangis tanpa suara. Ia benar-benar merasa sangat sakit saat mendengar istrinya meminta cerai. Hal itulah yang selama ini tidak bisa ia lakukan, sebabnya pernikahan diam-diam itu dilakukan supaya tidak kehilangan kekasih hatinya. Wanita pujaan hatinya.
Menggelengkan kepalanya Maya. Ia merasa semua ini tidak perlu dibicarakan lagi, benar-benar tidak ada kebenaran yang telah dilakukan oleh suaminya.
"Sungguh, aku sangat menghormati setiap permintaan mama mu yang kadang suka dibuat-buat. Tapi, kali ini maaf, Radit. Keluargamu telah menghina harga diriku secara terang-terangan!"
"Aku tahu jika aku bukan berasal dari keluarga terpandang, tapi ibuku jauh lebih baik dalam memperlakukan orang meski dulunya ia berasal dari keluarga terpandang sebelum menikah dengan ayahku."
"Maya, mengertilah! Aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak ingin bercerai denganmu."
Lelaki itu tidak berdaya lagi ketika melihat sosok wanita pujaan hatinya yang menggeleng. Ia tidak siap dengan apa yang terjadi saat ini. Sungguh diluar dugaan.
"Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini!"
"Maya!" teriak Radit yang kali ini tersulut emosi. Ia benar-benar tidak sanggup jika harus kehilangan wanita itu.
"Lebih baik kamu pulang saja ke rumah wanita itu! Kurasa tiga hari tidak cukup untuk berbulan madu."
"Aku tidak akan melarangmu pergi."
"Kamu bisa bersenang-senang dengannya dan menghabiskan malam berdua."
"Maya, cukup!"
Plakkk
Sebuah suara yang terdengar mengerikan. Sangat keras dan cukup sakit kini dirasa. Sebuah tamparan yang terbayar lunas. Maya menatap sosok lelaki yang begitu lembut dan sangat menyayanginya kini ia pikir telah berubah.
Tidak terasa air tiba-tiba menggenang di pelupuk mata. Ia tidak sanggup menahan diri atas rasa kecewa dan sakit hati. Tidak disangka jika lelaki itu tega membalas tamparannya karena masalah ini.
Berlinang air mata kemudian. Maya hanya membutuhkan pelukan hangat dan penuh cinta saat ini. Akan tetapi, apa yang ia terima. Bukan hanya pengkhianatan yang didapat, tapi harga dirinya juga direndahkan atas keputusan yang saat ini dijalani oleh sang suami tanpa ada ijin darinya.
"Kamu bisa memintaku pulang ke rumah ibu tanpa harus melakukan semua ini, Dit!"
Mulai terisak wanita cantik itu. Ia sudah tidak sanggup bertahan di atas ketegaran. Rasa sakit itu kini juga ia rasakan di kulit pipi. Sangat disayangkan.
"Sayang, maafkan aku!"
Mencoba untuk memeluk tubuh wanita pujaan hatinya. Radit meraih tubuh sang istri untuk dibawanya masuk dalam rengkuhan. Tidak, Maya lebih dulu menghindar.
"Jangan sentuh aku!" teriak Maya.
"Sayang, kumohon maafkan aku!"
"Aku terbawa emosi."
Menggelengkan kepalanya wanita itu.
"Lebih baik hubungan ini sampai di sini saja, Radit!"
Tanpa berpikir panjang, dibantu oleh perasaan kecewa juga sakit hati, Maya kini telah berlari menaiki tangga. Ia telah memikirkan sesuatu untuk dijadikan sebagai keputusan terbaik saat ini.
"Maya!"
Disusul kemudian langkah kaki yang telah melangkah menaiki tangga. Maya membawa langkahnya berbelok ke arah kiri setelah menaiki tangga. Tujuannya memang untuk segera masuk ke dalam kamar. Ia tidak sanggup untuk bertahan. Menatap wajah suaminya terus menerus membuatnya muak dan emosi semakin bertambah.
"Maya!"
Brakkk
pintu kamar tertutup cukup keras. Radit tidak bisa menyusul langkah yang tertinggal. Kini ia hanya bisa menatap pintu kayu kamarnya yang telah tertutup.
"Maya, maafkan aku!"
Telapak tangan bergerak memukul pintu untuk membuat suara supaya istrinya mau membuka pintunya. Sayang sekali, ia hanya bisa menangis sambil memanggil nama istrinya. Sebab pintu kamar itu tidak juga terbuka.
Begitu pula yang terjadi di dalam sana. Maya membanting tubuhnya di atas kasur. Wanita itu juga sedang menangis. Masih belum bisa percaya jika orang yang begitu sangat dicintainya telah berkhianat hanya untuk menuruti permintaan ibunya.
Kedua orang yang saling cinta itu akhirnya menangisi keadaan diri yang tidak berdaya atas permainan takdir.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
MACA
terakhir baca tentang mala...
semoga yangini lanjut terus ya kak
2023-12-06
0
🌷Bubu.id
yeaa, lagi pulang kampung, Mak? Semangat, ditunggu bab selanjutnya❤
2023-11-26
1