Seorang gadis berkerudung sedang duduk melamun sambil menatap pemandangan dari luar jendela kaca. Ia sedang berada di dalam mobil untuk menuju tempat kerja. Tidak biasanya ia mau berangkat ke tempat kerja dengan menggunakan mobil.
Ayahnya begitu memaksa, sebab lelaki itu meminjam mobil miliknya yang juga pemberian dari lelaki itu.
Sesekali ia membuang napas besar ketika mengingat keadaan pagi tadi di kamar tamu. Masih bingung dengan kenyataan yang sedang terjadi.
"Mungkinkah ibu sudah membuka hatinya?"
"Sejak kapan mereka berdua menjadi sangat dekat?"
"Apa mereka akan rujuk sebentar lagi?"
"Mengapa hatiku terasa begitu berat, meski aku tahu jika aku membutuhkan kehadirannya sebagai sosok ayah?"
Shanum terus berbisik dalam hati. Benar saja ketika sarapan bersama tadi, terlihat ayah dan ibunya begitu akur bahkan tampak saling memperhatikan. Sesuatu hal yang tidak pernah ia sangka-sangka akan menjadi nyata.
Bagaimana sosok wanita yang melahirkannya mengambilkan makanan juga minuman hingga mengantarkan sang ayah pergi bersamanya tanpa melunturkan senyuman sama sekali. Sangat berbanding terbalik dengan biasanya.
"Sayang."
Dan baru saja Shanum menyadari panggilan ayahnya. Seketika ia pun mengalihkan pandangannya. Menatap ke samping dimana sosok lelaki dewasa yang tampan sedang mengemudikan mobilnya.
"Hei, lagi ngelamunin apa, sih?"
Tersenyum kaku Shanum menanggapi.
"Eh ... Itu Pa."
"Mmmm ... Shanum sedang mikirin customer ibu yang pesen kue ulang tahun buat minggu depan, modelnya minta diganti. Kayaknya Shanum lupa bilang ke ibu."
Terdengar kekehan kecil yang keluar dari mulut Radit. Disusul dengan gerakan kepala bergerak ke kiri dan ke kanan. Yang kemudian ditanggapi senyuman tipis oleh Shanum.
"Jika papa sangat mencintai ibu, mengapa papa tega menduakan cinta ibu hingga dia juga memiliki seorang anak," batin Shanum kembali berbisik.
Shanum mengembuskan napas setelah hatinya kembali bergejolak mengingat kesalahan yang terjadi.
"Kirim chat aja sekarang, Sayang! Nanti kelupaan lagi, loh!"
Radit kembali berucap sambil sesekali menatap wajah putrinya yang begitu cantik alami. Setelah diperhatikan semakin lama, Radit semakin mengakui kecantikan putrinya yang satu ini. Luar biasa bangga dirinya, menjadi pemilik benih yang menjadikan sosok gadis cantik terlihat sangat sempurna kini.
"Ah ... Iya, Pa."
Masih sangat menjaga jarak. Tidak biasa baginya bersikap akrab dengan sosok lelaki yang berstatus sebagai ayahnya. Meski lelaki itu telah banyak memberinya dana untuk biaya sekolah juga hidupnya, tetap Shanum memilih untuk tidak menggunakannya bahkan masih begitu enggan bersikap ramah.
Ia pikir lagi, hasil dari usaha penjualan kue yang dikelola oleh ibunya sudah lebih dari cukup. Shanum tidak ingin meminta lebih, karena sedari kecil neneknya selalu mengajarkan cara hidup sederhana, dan tidak bergantung pada orang lain. Benar saja, kini gadis itu telah tumbuh menjadi seseorang yang mandiri.
"Nanti Papa jemput jam berapa?"
Setelah keheningan sejenak mengambil alih, Radit kembali mencairkan suasana.
"Mmmm ... tidak usah dijemput. Biar Shanum pulang sendiri, Pa."
Gadis itu tersenyum tipis menanggapi pertanyaan ayahnya. Sangat tidak nyaman baginya terlalu lama bersama dengan lelaki itu. Meski ia tahu jika mereka memiliki hubungan yang sangat dekat. Sebab kenyataannya tidak demikian.
"Kenapa kamu masih saja sungkan? Terbiasalah untuk menerima, jika saya ini Papa kamu, Shanum!"
"Papa tidak pernah bisa memilih di antara kamu dan Alina. Tapi, ketika diminta untuk memberi pelukan sayang, kamu akan selalu menjadi nomor satu yang akan Papa peluk."
Sangat diluar dugaan, Radit meraih tangan kanan putrinya dan menggenggamnya erat.
"Kesalahan Papa memang sangat fatal, Sayang. Papa harap kamu bisa memaafkannya."
Mereka berdua saling menatap dalam keadaan yang tidak biasa. sepertinya Radit terlalu dalam menanggapi keadaan sekarang. Sedangkan Shanum, ia masih belum bisa menerima kenyataan dengan lapang dada.
Tidak dirasa jika perusahaan tempat Shanum bekerja telah ada di depan sana. Radit sebenarnya menunggu jawaban yang memuaskan dari putrinya. Sayang, gadis itu sepertinya masih enggan membuka hati. Radit pun segera membelokkan setir kemudinya untuk memasuki halaman perusahaan dengan hati yang masih mengganjal.
Shanum yang menyadari jika sang ayah membawa masuk mobilnya ke dalam halaman perusahaan tiba-tiba merasa sangat malu. Sebab tidak ada yang tahu jika dirinya adalah anak orang kaya.
"Astaga ... Papa." Batin Shanum menjerit kesal.
Kendaraan roda empat berwarna putih itu berhenti tepat di depan pintu masuk perusahaan. Shanum menatap beberapa orang yang melintas dengan tatapan horor.
"Sayang, kenapa?"
Melihat keadaan Shanum yang masih duduk terdiam sambil menatap ke arah luar jendela mobil, membuat Radit mengerutkan keningnya. Ia merasa heran.
"Ah ... Tidak apa kok, Pa."
Sedikit tersenyum kaku Shanum menanggapi. Ia kembali melihat beberapa orang yang melangkah masuk ke dalam perusahaan. Masih merasa tidak aman jika dirinya turun saat itu.
"Hei, kenapa kamu tidak turun?"
Radit menatap ke arah luar. Melihat mereka yang sedang berjalan masuk ke dalam perusahaan. Ia perhatian keadaan putrinya kemudian.
"Apa yang terjadi padanya?"
"Apa dia tidak ingin terlihat seperti orang kaya?"
Radit menyuarakan pendapat hanya di dalam hati. Sambil ia memperhatikan gelagat putrinya.
Dan tiba-tiba saja Shanum bergerak cepat.
"Papa, Shanum berangkat dulu!"
Meraih tangan ayahnya yang siap untuk dicium. Cepat ia membuka pintu mobil dan segera keluar. Radit yang melihat itu hanya menggelengkan kepala menanggapi putrinya. Seketika itu ia terkejut ketika pandangan mata menatap sebuah tas bekal berwarna hijau mint yang ada di dashboard mobil.
"Astaga, dia melupakan tas bekalnya."
Dengan gerakan tergopoh, Radit pun turun dari mobil dan melangkah besar supaya tidak kehilangan jejak putrinya.
"Sayang!"
Teriakan reflek yang dilakukan oleh Radit ternyata sangat ampuh untuk memanggil gadisnya. Entah Shanum bisa mengenali suaranya atau memang ia sadar bahwa tidak ada orang lain disana, sehingga kini dirinya menghentikan langkah dan menoleh ke belakang.
"Bekalnya ketinggalan."
Saling melemparkan senyuman saat Shanum dengan tergesa menghampiri sosok ayahnya yang sedang mengulurkan sebuah tas.
"Makasih, Pa."
Cepat gadis itu menjawab dan segera ia kembali melangkah masuk ke dalam perusahaan. Sedikit lega karena saat itu tidak ada karyawan lain yang melintas.
Akan tetapi, dia tidak pernah menyangka jika sebuah mobil mewah berwarna hitam telah berhenti tepat di belakang mobilnya yang sedang dipinjam oleh ayahnya.
Dengan postur tubuh Radit yang terlihat seperti anak muda meski usianya sudah kepala empat. Apalagi lelaki itu menggunakan kemeja dan jas yang pas dengan tubuhnya. Radit benar-benar terlihat seperti masih bujang.
Seseorang berdiri tegap. Dadanya naik turun dengan cepat sembari menahan rasa kecewa. Ia menatap ke arah Shanum yang melangkah pergi dengan tersenyum senang. Tanpa fokus pada pria yang tadi memanggil gadis itu dengan sebutan "sayang".
Hatinya dirasa hancur seketika Dengan wajah mengeras, ia menggeretkan gigi juga mengepalkan tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celana.
Sebuah gambar diri yang sempat terlukis indah, seketika hancur berantakan hanya karena mendengar sebutan dari seseorang yang kini membuatnya harus menahan sesak di dada.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Rita Riau
sayang anak,,, Ken bukan kekasih🤭
2024-02-09
0
Riri
salah paham bro....
2023-12-12
1
Sri Hastuti
mulai panas membara
2023-12-10
0