Suara langkah kaki terdengar kentara saat seseorang sedang berlari tergopoh menuruni anak tangga. Hal itu mengundang perhatian penghuni rumah lainnya yang merasa terusik oleh suara tersebut.
"Shanum jangan lari-lari!"
Teriakkan itu terdengar oleh pemilik nama. Siapa lagi yang ada di rumah ini jika tidak putrinya. Mereka memang hanya tinggal berdua di rumah mewah itu setelah neneknya meninggal lima tahun lalu. Yang mana saat itu Shanum masih berusia 20 tahun.
Begitu sepi memang, karena pembantu rumah tangga akan datang nanti di jam 8 pagi dan kembali pulang setelah rumah bersih.
Gadis cantik mengenakan setelan kemeja merah yang pas di tubuhnya dan celana kain berwarna hitam yang juga memakai kerudung hitam tersenyum tipis. Pagi ini ia melupakan sesuatu, jika di tempat dirinya bekerja akan kedatangan pemimpin baru yang katanya ialah putra dari direktur utama.
Ia lupa jika dirinya juga turut serta dalam menyambut kedatangannya. Tentu saja akan ada beberapa persiapan yang harus dilakukan. Nyatanya ia hingga pukul setengah tujuh belum juga berangkat kerja. Padahal pemimpin baru itu akan datang pada pukul tujuh katanya. Gadis itu sungguh merutuki kecerobohannya.
"Maaf Bu, Shanum buru-buru!"
Gadis dengan riasan tipis di wajahnya itu menghampiri seseorang yang sedang sibuk dengan urusan di dapur.
Menoleh ke belakang wanita setengah baya itu dan segera disambut dengan ciuman di tangan kanannya.
"Tumben? Nggak sarapan dulu?"
Sedikit berkerut keningnya, wanita setengah baya nan cantik itu menuntut jawaban.
"Shanum lupa kalau harus ikut menyambut kedatangan bos baru hari ini, Bu." jelas gadis cantik itu singkat.
"Shanum berangkat dulu, Bu! Takut telat, assalamualaikum," sambungnya cepat.
Tanpa menunggu tanggapan dari sang ibu. Gadis itu kemudian kembali berlari untuk berangkat ke kantor. Tidak lupa ia mengambil heels formal yang biasa ia pakai saat kerja di rak belakang pintu dapur.
Wanita setengah baya itu hanya menggelengkan kepala menanggapi kelakuan putri semata wayangnya.
Kembali ia fokus pada kegiatannya mencuci peralatan yang baru saja digunakan untuk memasak.
Ada napas yang terbuang kasar. Kadang kala ia merasa bersalah atas kehidupan putrinya yang kini harus bekerja keras demi meraih masa depan, tapi di sisi lain ia juga harus tega membiarkan putrinya berjuang. Sebab ia tahu jika dunia kadang sangat jahat mempermainkan jalan kehidupan manusia.
Shanum bergegas mengendarai motor matic yang biasa ia gunakan untuk bekerja. Sebenarnya ada mobil pemberian dari sang ayah, gadis itu sangat jarang memakainya. Bahkan dulu sempat ingin menjualnya, tapi sang ibu melarang. Ia harus bisa menghargai pemberian, begitulah wejangannya.
Dibawanya motor matic berwarna hitam itu membelah jalanan ibukota yang sudah padat. Hati yang cemas ia coba redam sesekali dengan membuang napas besar. Berharap ada keajaiban supaya ia tidak terlambat.
"Semoga saja aku tidak terlambat."
Beruntungnya jarak rumah dari tempat dirinya bekerja tidak terlalu jauh sebenarnya. Akan tetapi, jika jalanan macet seperti sekarang, bisa jadi dua kali lipat waktu yang akan ditempuh.
Shanum memilih untuk memarkirkan motornya di gang samping bangunan kantor. Sudah sangat dekat sebenarnya, mungkin hanya dalam waktu lima menit ia bisa sampai dan benar saja waktu yang dipunya sekarang memang tinggal lima menit. Namun, jalanan sangat padat dan berjalan merayap.
Membelokkan setir ke kanan gadis itu. Cepat ia melepaskan helm berwarna merah dan meletakkannya pada spion motor.
"Pak Bejo, minta nomor karcisnya?"
Melangkah terburu menghampiri sosok lelaki setengah baya yang sedang sibuk menata sepeda motor.
"Owalah Mbak Shanum ngagetin aja."
Merogoh saku celana, pak Bejo memberinya karcis berwarna hijau.
"Yang satu, taruh di sepeda ya, Mbak!'
Seperti biasanya, Shanum mengangguk paham.
"Siap Pak."
Cepat ia membawa langkahnya untuk berlari setelah menggantungkan salah satu karcis pada spion motornya.
Napas terengah saat dirinya baru sampai di halaman perusahaan. Gadis cantik itu tampak sedikit berantakan akibat mengejar waktu.
"Pagi Mbak Shanum!"
Melemparkan senyum tipis pada sosok petugas keamanan yang cukup akrab dengannya.
"Pagi juga Pak Andi!"
Berjalan cepat memasuki pintu utama. Shanum mengedarkan pandangannya. Terlihat beberapa petinggi perusahaan sudah siap menunggu kedatangan pemimpin baru mereka.
Shanum yang berada dibawah naungan anggota HRD tampak membungkuk hormat saat melewati orang-orang itu.
"Astaghfirullah halazim ...."
"Aku lupa nggak pakai jas."
Shanum melangkah menuju lift dengan merutuki kebodohannya. Ia melupakan sesuatu yang harusnya dipakai saat ini. Benar-benar tidak mengerti lagi apa yang akan ia lakukan.
Saat pintu lift terbuka, di lihat kepala bagian HRD yang juga atasannya. Seorang lelaki dewasa berdiri di depannya dengan beberapa orang dari departemen lain juga berdiri menunggu lift terbuka. Mereka sudah siap turun untuk menyambut kedatangan pemimpin baru yang rumornya masih sangat muda.
"Astaga ... Shanum! Kau tidak lupa kan, jika hari ini hari penting untuk kita!" ucap seseorang yang berdiri di depan gadis itu.
Beberapa orang dari mereka ada yang menggelengkan kepala menanggapi keadaan Shanum.
"Iy-iya Pak, saya tidak lupa kok."
Dengan cepat Shanum keluar dari dalam lift, digantikan dengan beberapa orang yang telah berdiri di depannya setelah beberapa menit menunggu lift yang terbuka.
"Yasudah, cepat ke bawah!" ucap atasan Shanum sebelum pintu lift tertutup dan membawa beberapa orang tadi untuk ke lantai dasar.
"Aduh ... Gimana ini?"
Shanum mencemaskan diri karena ia lupa memakai jas. Jika dirinya meminta sang ibu untuk mengantarkan jas kerjanya ke sana, itu sangat mustahil dan pasti butuh waktu lama.
Saat gadis itu akan memasuki ruangan tempat dirinya bekerja, seseorang menyapa dengan tergopoh.
"Shanum, kamu kok belum siap-siap sih!"
Menoleh gadis itu saat mendengar suara yang tidak asing di telinga. Alea adalah sahabat Shanum sejak mereka berdua menjadi anak baru. Meski berada di departemen berbeda, itu sama sekali tidak memutuskan hubungan yang telah terjalin.
"Alea ... Bantu aku dong! Aku nggak bawa jas."
Menghembuskan napas besar.
"Ya ampun, kamu ini ada-ada saja!"
Shanum memejamkan mata frustasi.
"Masa aku nggak ikut aja?"
Menggelengkan kepalanya Alea.
"Tidak perlu! Sepertinya jasku yang Minggu lalu basah masih ada di tempat ku."
Sambil membuka kedua telapak tangan, Alea pun kembali menuju tempat kerjanya.
"Tunggu bentar! Semoga aja belum kubawa pulang."
Berlari cepat gadis itu, tidak ingin menunggu kedatangan Alea dengan cemas. Akhirnya Shanum pun ikut menyusul Alea.
Cepat-cepat Shanum membenarkan keadaan diri yang sedikit berantakan.
"Benerin sekalian kerudungmu itu!" pinta Alea.
Shanum pun mengangguk patuh.
"Yasudah kamu duluan turun, gih! Takut terlambat nanti kalau nungguin aku."
Kali ini Alea yang mengangguk.
"Baiklah, cepat nyusul! Jangan lama-lama!"
Jempol kanan Shanum terangkat. Ia melemparkan senyuman saat membenahi kerudungnya yang sedang ia rapikan seperti seorang ibu DPR.
Beberapa menit berlalu.
Keadaan di lobby perusahaan yang bergerak di bidang percetakan itu tampak ramai. Bahkan parkiran mobil pun penuh.
Setiap-setiap orang memposisikan diri dengan baik untuk menyambut kedatangan pemimpin baru mereka.
Di antara mereka semua yang masih terlihat cemas hanya Alea. Gadis itu merasa khawatir pada sahabatnya yang tidak kunjung datang.
"Kenapa dia belum turun juga sih!"
Dan semakin dibuat panik ketika terdengar seseorang berseloroh, "Ayo siap-siap, orangnya sudah datang!"
"Aduhhh ... Gimana ini?" ucap Alea dalam hati.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Riri
ini ayahnya si Radit kah??
2023-12-12
0
MACA
pasti terlambat si shanum
2023-12-06
0