Senja Di Langit Jakarta

Senja Di Langit Jakarta

Prolog

Deras air langit jatuh sudah 30menit lamanya, membawa dingin udara sore itu. Seorang gadis berjalan tanpa payung mengadahkan wajahnya ke langit. Menerima air-air itu jatuh bercampur dengan air dari matanya. Begitulah cara dia menipu dunia. Menangis saat hujan adalah salah satu cara mengelabui manusia. Air mata akan jatuh bersama derasnya hujan. Siapa yang bisa membedakan mana air mata mana air hujan.

Duduk di atas bangku panjang di sebuah taman, kakinya lalu menekuk, kepalanya ia tenggelamkan di antara kedua lututnya. Sesenggukan. Terlihat pundaknya naik turun. Perlahan hujan mereda, namun dia masih meringkuk. Dering teleponnya sedari tadi meminta untuk disentuh. Matanya melirik, melihat sebuah nama di layar ponsel.

"Hallo..." suaranya parau.

"De.. Kamu di mana? Pulanglah, please!! Pulang sekarang juga atau kamu mau melihatku mendekam di kantor polisi?"

Dia menutup panggilan di ponselnya. Dengan ragu, dia menaiki sepeda motor maticnya berwarna merah yang terparkir di sisi. Pulang seperti permintaan seorang lelaki tadi dalam telepon sete6seharian memilih menghilang dari rumahnya.

Pandangannya lurus dan kosong. Terlihat masih ada sisa genangan air di kedua bola matanya. Pikirannya kacau. Dia bertekad minggat dari rumah dan tak ingin pulang, tapi ada resiko besar yang menghadang jika dia tak mengiyakan.

Pulanglah, dan menghadapi bentakan hebat dari kedua orangtuanya yang menentang keputusan besar di hidupnya. Jika sore itu dia tak juga pulang ke rumah, maka kekasihnya sudah dilaporkan polisi oleh ibunya dengan tuduhan membawa lari anak gadis orang.

Cih, sungguh picik. Hatinya muak. Sebuah tamparan mendarat ke pipinya saat ia baru saja menjejakkan kaki ke dalam rumah. Matanya merah memendam sakit dan benci yang terasa hingga ke ulu hatinya.

Dia berlari masuk ke dalam kamar. Menghempaskan diri, dan melanjutkan tangisnya. Entah manusia macam apa yang tengah ia hadapi sore ini. Begitu kata hatinya. Bagaimana bisa ada batu lebih keras dari karang yang tak mau sedikit saja mendengar keinginan anak gadisnya. Bahkan ini bukan jaman Siti Nurbaya. Ini jaman di mana seharusnya bisa bebas menentukan pilihan pada siapa dia melabuhkan cintanya.

Dia menjerit sejadinya di dalam kamar, membuat dua orang tua itu beberapa kali memanggil namanya dari luar kamar.

Ayahnya mengetuk pintu, tak juga dia hiraukan.

"Ayo bicara pada ayah. Kita cari jalan keluarnya nak." suara lelaki tua itu kencoba bernegosiasi

"Untuk apa bicara kalau ibu saja tak punya telinga untuk mendengarku."

"Ayah akan coba berunding dengan ibumu."

"Terserah!!!" dia melemparkan sebuah benda ke arah pintu.

Sejak itu diapun tak sedikitpun keluar dari kamarnya. Tidak juga ingin mengisi perutnya yang sebenarnya kosong sedari siang. Rupanya cinta sudah membuatnya kenyang.

Matanya sembab, wajahnya sedih teramat sedih mengingat kejadian kemarin sore ketika kekasihnya datang ke rumahnya untuk meminta restu pada sang ibu agar mereka berdua bisa menjalani hubungan yang lebih serius namun ditolak mentah-mentah.

Dan ini bukan penolakan yang pertama kalinya. Entah apa alasan dari ibu hingga tak mengijinkan mereka berdua. Rasanya dunia begitu suram, pagi tadi dia pun berniat membawa beberapa lembar baju dari lemari dan pergi diam-diam dari rumah. Bukan iba yang diterima dari kedua orang tuanya, justru murka malah tumbuh di hati ibunya.

Gadis itu memejamkan kedua matanya erat, menghabiskan seluruh sisa air mata yang masih mengatung. Hingga semua suara senyap. Tersisa hanya gemericik air yang masih turun dari genting, jatuh menimpa tanah dan batu.

Terpopuler

Comments

Susana

Susana

Jejak. ❤

2023-12-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!