Hujan seperti tahu apa yang Dea inginkan, reda kala Dea ingin segera pulang. Meninggalkan Rey yang selama bertahun-tahun ini menguasai hatinya. Gerimis masih sedikit terasa saat Dea berjalan menuju stasiun untuk pulang. Matanya yang sudah berkantung masih mengeluarkan air sedikit sedikit.
Sudah malam, Dea menyandarkan kepalanya di dinding kereta yang sepi penumpang. Matanya memandang lurus dan kosong. Nafasnya bergetar, mengingat kejadian tadi bersama Rey.
"Awalnya aku menolak perjodohan ini, tapi aku kembali berpikir, aku akan menjadi sumber dosa bagimu kalau kita terus melawan restu. Aku tidak ingin pernikahan kita diawali dengan kebencian yang akan membuat kehidupan kita menjadi tidak nyaman. Aku terus menghubungi kamu, tapi kamu nggak pernah balas atau angkat telephoneku. Dan akhirnya aku mengiyakan untuk menerima gadis itu. Maafkan aku De." Kata-kata Rey kembali muncul dalam lamunan Dea
"Iya mas, aku sudah memutuskan untuk move on saat pertama kali ke Jakarta. Sudah terlalu banyak rasa sakit yang kita rasakan semenjak hubungan ini ada. Aku pun tidak ingin ibuku terus menyakiti hatimu dengan kata-katanya, apalagi dia pernah mencoba melaporkanmu ke polisi waktu itu. Aku sadar, kamu mungkin bukan jodohku. Kita akhiri hari ini mas.. Lupakan semua tentang kita. Aku ada pada jalanku, kamu dengan jalurmu."
Dea terus mengingat-ingat pertemuannya dengan Rey tadi. Setiap kata obrolan mereka ia rekam dengan sangat baik di hatinya. Air matanya menetes, Dea buru-buru mengelapnya karena malu terlihat oleh penumpang lain. Akan menjadi tanda tanya bagi mereka, Mengapa gadis menangis malam-malam di kereta dengan keadaan basah kuyup.
Namun, ada yang hilang setelah pertemuan itu. Perasaan gundah, hilang. Sedikit lega meskipun harus menahan perihnya di hati. Tapi itulah kenyataan yang harus dihadapi. Penyelesaian ini membuat semua beban yang selama ini bersemayam dalam hatinya hilang. Hidup harus berlanjut, tidak mungkin akan terus terjebak dalam semak belukar yang disimpan hingga meninggi menutupi mata dan hati.
Langkahnya lunglai, basah, dan dingin. Dea membuka pintu perlahan, tapi dikejutkan oleh sahabatnya yang justru masih sibuk membenahi barang-barangnya.
"Kamu ngapain Cin?" tanya Dea melihat sahabatnya memasukkan buku-bukunya ke dalam kardus.
"Eh, udah pulang lo?" jawab Cindy tanpa menoleh ke arah Dea.
"Udah, kamu lagi ngapain? ni kenapa barang-barang kamu masuk kardus semua? Mau dibuang?" Dea penasaran
"Gue mau cerita ini tadi pagi, tapi lo buru-buru berangkat. Jadi, gue diterima kerja di kantor akuntan lumayan gede di Bogor. Gajinya lumayan lebih besar dari yang di sini. Jadi ya gue mau pindah deh." Cindy menghentikan kegiatannya dan duduk menghadap sahabatnya itu.
"Huaaaaaa," Dea menangis memeluk Cindy.
"Iiiih, baju lo basah. Ujan-ujanan lo?" Cindy melepas pelukan Dea dan memandangi wajah sahabatnya.
"Sedih deh aku ditinggal, Nanti kamu kesepian Cin, gak ada yang dengerin ceritamu lagi." Dea memanyunkan bibirnya, memasang ekspresi sedih.
"Idiih,, nggak kebalik tuh siapa yang bakalan kesepian karna gak ada temen curhat? Tunggu.. tunggu, lo belum jawab pertanyaan gue. Kenapa lo basah sih? Kehujanan?"
Dea hanya mengangguk.
"Kenapa? emang gak dingin di kereta? Ya udah deh sana mandi, ganti baju dulu biar nggak masuk angin." Lanjut Cindy mendorong tubuh sahabatnya ke kamar mandi
Selesai mandi, Dea melanjutkan menonton Cindy berkemas.
"Jadi kamu udah mantap pindah Cin, terus kuliah lu gimana?" tanya Dea menyeduh dua cangkir teh panas dan memberikan satu untuk Cindy.
"Udah laah, gue kan pengen mengembangkan karir, nggak di sini-sini aja. Cari pengalaman dan cuan lebih. Kuliah gue masih bisa gue lanjut. Kantor gue juga udah menerima kalo gue masih kuliah" Cindy menyelesaikan kardus terakhirnya.
" Selamat deh kalo gitu, yaa.. walaupun aku bakal kesepian, tapi aku harus merelakan." Dea melepaskan nafas berat
"Jangan sedih dong. Tenang aja, Bogor-Jakarta itu deket. Kita masih bisa sering ketemu." Cindy mengusap punggung tangan Dea,"Eh, jadi kenapa nih basah-basahan di kereta??Mata lo juga udah sembab gitu, habis nangis lu yah?" lanjutnya.
"Aku ketemu Rey,dia datang ke kantor." Dea memulai cerita dengan lesu.
"Jadi Rey bener-bener datang? Maafin gue yaah.. kemarin Rey sempet hubungi gue minta alamat kost kita tapi gue gak kasih. Karna dia maksa akhirnya gue kasih alamat kantor lu aja. Jangan marah ke gue ya." Cindy memegang kedua tangan Dea memohon maaf
"Nggak apa-apa justru berkat kamu semua berakhir. Hu hu hu." Dea menumpahkan air mata di pundak Cindy. Kembali menangis, menumpahkan air mata yang belum habis.
Cindy menepuk punggungnya tanpa bersuara apapun. Membiarkan sahabatnya meluapkan segala isi di hati.
Dea memulai menceritakan semua yang dilaluinya hari ini dengan isak tangis yang sudah sedikit menipis.
"Lo bener. Kalian harus sudahi dengan pasti, biar nggak ngegantung. Gue yakin lo pasti bisa move on dari semua ini, cuma butuh waktu aja. lambat laun dengan kesibukan lo, lo akan lupain semuanya."Cindy memeluk sahabatnya itu.
"Thankyou banget ya Cin. " kata Dea, "Apa gue resign aja yah? terus ikutan kamu nyari kerja di Bogor deh." lanjutnya
"Kenapa harus resign? "
"Karena kan aku dah pernah cerita kalo di kantorku ada orang yang mirip banget sama Rey kan.. Semakin aku bertemu dia semakin aku gak bisa lepas dari bayang-bayang Rey. Tiap kali ketemu dia hatiku kacau."
"Gak perlu resign sih menurutku. Denger ya De, yang bikin kita gagal move on itu bukan benda, kenangan atau orang yang bikin inget dia, tapi perasaan kita. Kalo lo selalu baper, terlalu membawa semuanya dengan perasaan ya lo bakalan susah move on. Sekalipun lo resign di tempat baru apa lo bakal jamin bisa cepet lupain semuanya? Yang bikin lo bisa move on itu perasaan lo sendiri yang harus kuat dan kebal ketika ada sesuatu yang bikin inget sama doi. Gitu." Cindy begitu menggebu-gebu menjelaskan kepada Dea.
"Iya sih, sayang juga kalo aku resign. Aku udah nyaman sama kerjaan di sana. Orangnya juga asyik-asyik." Dea menjadi plin-plan
"Nah, kan? Belom tentu nanti lo dapet kerjaan dan tempat yang nyaman kalo udah resign. Kenyamanan kerja itu penting banget. Terus masalah si Abi itu, cuekin aja. Kalo emang lo belum sanggup ketemu ya hindari aja moment-moment yang bisa bikin kalian ketemu." Cindy tiba-tiba mendapat pelukan bar-bar dari sahabatnya.
"Aku sayang banget sama kamu Cin,, please jangan pergi." Dea mendekap Cindy erat-erat
"Ogah, gue mau pindah. Minggiiirrr!!!" Cindy mencoba melepaskan diri dari jeratan tangan Dea yang sangat kencang.
Dea memandangi wajah sahabatnya yang terlelap. Kakinya turun, meninggalkan tempat tidur, membuka jendela kamar lalu memandangi langit dingin yang berbintang setelah diguyur hujan. Diliriknya jam dinding menunjukkan pukul 01.00 pagi tapi jalanan masih ramai.
Warung angkringan di ujung jalan masih ramai pemuda pemudi menghabiskan malam sabtu mereka. Kucing tetangga berkelahi mengeluarkan suara "NGEONGnya" yang bikin berisik kemana-mana.
Dea tertunduk, kedua tangannya menutupi wajahnya lalu menangis lagi. Ia ingin mengeluarkan semuanya malam ini hingga tak bersisa hingga yang ada hanya ruang kosong untuk lembaran baru di hatinya.
Bintang-bintang mulai bermunculan di langit, menyapu sisa hujan semalam. Dinginnya pun mulai terasa. Perfect sekali suasana malam itu. Dea mengadahkan wajahnya ke langit. Pikirannya berkelana ke ruang cinta saat dulu masih bersama Rey. Bayang-bayang saat mereka sering menghabiskan weekend bersama saat masih kuliah. Kenangan saat Rey berusaha bertemu dengan kedua orang tuanya. Dan sore ini, semua cerita indah itu harus benar-benar berakhir. Takdir tidak mengizinkan mereka melanjutkan cerita tanpa restu orang tua. Tangannya mengusap undangan yang tadi dia terima dari Rey. Dibacanya kembali nama Rey yang bersanding dengan nama perempuan lain. Posisi yang pernah ia impikan bersama Rey dulu telah terisi oleh orang laih.
"Tuhan.. jika ini memang takdir yang kau tunjukkan, beri aku keikhlasan untuk merelakannya bersama yang lain. Dan semoga dia bahagia
Dea menutup jendela kamarnya. Dingin semakin terasa, sedingin hatinya malam ini. Wajahnya sangat lesu.
Matanya berat seperti didempul menggunakan tanah liat yang tebal, pedih, dan lelah. Ia pun kembali ke ranjang, meluruskan kakinya dan memejamkan kedua kelopak mata yang sudah teramat berat. Berharap esok pagi sudah tak akan ada lagi alasannya untuk bersedih dan menangis. Dea menutup kembali jendela kamarnya lalu menyusul sahabatnya yang mungkin sudah merajut mimpi hingga ke Mars.
***
Jangan Sedih Ya
Jangan Lupa KOmen n Follow
Thankyou
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Ima Kristina
bener banget kata Cindy gagalnya move on itu karena perasaan kita bukan orangnya atau kenangannya
2024-11-01
1
Damai Damaiyanti
thor,kenapa sih susunan kata" mu indah bgt bwt aku mirip puisi ga sih
2024-08-04
1