Datang Untuk Pergi

Setelah sekian lama aku mencoba menghindari masalah ini, datang juga bagian paling kutakuti. Aku takut bertemu dengannya, aku takut tidak mampu membuang perasaan cintaku padanya setelah pertemuan ini. Tapi mau bagaimana, semakin lama kuhindari semakin berat beban di hati. Aku ingin membuka lembar baru di hidupku tanpa bayang-bayangnya tapi mengapa aku harus bertemu dengan seseorang dengan wajah semirip itu. Dan semakin aku ingin menghindar, semakin sering pula kita bertemu.

Aku, yang terluka karena ketidakmampuanku menyelesaikan masalah ini, bingung, apakah keputusanku datang ke kota ini adalah keputusan yang baik dengan meninggalkan semuanya begitu saja tanpa penyelesaian? Aku yang pengecut karena tidak mampu mempertahankan keinginanku bersamanya hingga kita semua terluka. Aku yang hanya mampu menangis ketika keadaan semakin runyam dan kini terjebak dalam bayang-bayangmu.

Dea mengusap kasar wajahnya, menghapus air mata yang membanjiri pipinya. Duduk memandangi senja kota Jakarta yang tegerus hujan deras. Wajahnya menengok ke arah bangunan Mall di samping gedung kantornya.

Sore ini Dea berjanji akan bertemu dengan Rey, mantan kekasihnya, di Mall itu. Hatinya ragu, takut, gelisah. Dea meremas tangannya yang mulai merasa dingin di ujung-ujung jarinya. Hujan sangat deras, tidak ada payung atau sesuatu yang bisa mengantarnya menyeberang ke arah Mall. Dia celingukan barangkali ada anak-anak ojek payung yang memang sering mangkal di sini di kala musim hujan. Tidak ada.

Dea melihat Abi keluar dari pintu loby, Abi pun melihatnya lalu melempar sebuah senyum.

"Mau pulang?" tanya Abi malu-malu

"E.. enggak, mau mampir ke Mall dulu." jawab Dea terbata

"Oh, mau bareng nggak" Abi mencoba menawarkan jasa sambil menunjuk payung yang dia genggam

"Mas Abi mau ke Mall juga?" tanya Dea sedikit heran

"Iya, kebetulan mau cari sesuatu." kata Abi yang sebenarnya cuma alasan saja.

"Boleh deh." Dea pun menerima tawaran Abi.

Mereka berjalan berdua di bawah satu payung dalam guyuran hujan. Jarak yang sangat dekat membuat jantung Abi berdebar kencang. Abi berpura-pura tenang menyembunyikan perasaan geroginya bisa berjalan sedekat itu dengan Dea. Satu tangannya ia masukkan ke dalam kantong celananya untuk menyembunyikan betapa gemetarnya dia saat itu.

" Makasih ya mas Abi." Dea mengusap lengan bajunya yang sedikit basah.

"Iya, Dea mau beli apa?" Abi melipat payungnya

"Enggak, ada janji sama orang aja kok. Em... maaf ya mas, Dea duluan. Makasih banyak loh." Dea pun meninggalkan Abi sendiri.

Abi memasukkan payungnya ke dalam kantong tas ranselnya dan melihat Dea menaiki eskalator. Ada perasaan ingin mengikuti kemana Dea pergi karena sudah sejauh ini masuk ke Mall, sayang kalau harus langsung pulang. Tetapi dia kehilangan jejak Dea, entah kemana Dea pergi. Langkah kaki Dea sangat cepat hingga menghilang begitu saja.

"Yah udah, nanggung udah same sini jadi mari kita berkeliling aja Abi..." gerutu Abi pada dirinya sendiri.

Mall di sore hari saat hujan ramai pengunjung. Beberapa adalah orang-orang kantor yang bekerja dekat sini yang memang bemaksud ingin berbelanja. Beberapa terlihat seperti para ABG yang sengaja nongkrong bareng teman-teman. Beberapa lagi mungkin seperti dirinya, orang-orang yang numpang berteduh menunggu hujan reda. Semakin sore semakin ramai.

Langkah kakinya terhenti, tertarik pada sebuah toko aksesoris. Dengan canggung Abi memasuki toko untuk melihat-lihat. Baginya ini pertama kali dirinya masuk ke dalam toko tanpa tahu apa yang dia inginkan.

"Mari, cari apa kakak?" tanya seorang penjaga toko.

"Apa ya mbak, saya mau lihat-lihat dulu." jawab Abi memasukan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana.

Abi tersenyum, melihat benda manis di depannya. Ia pun segera meminta kepada penjaga toko untuk membungkuskan itu untuknya. Setelah membayar, Abi melangkah keluar toko.

Tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah ketika dirinya masih berdiri di depan toko. Dia melihat Dea sedang berdiri bersama seorang laki-laki.

**

Dea melambatkan langkahnya saat melihat punggung Rey berdiri di depannya. Rey pun berbalik melihat kedatangan Dea dan segera memeluknya dengan sangat erat. Seperti seorang kekasih yang telah lama menahan rindu. Dea hanya pasrah saat tubuhnya merasakan kembali pelukan Rey. Rasa itu masih sama, sama seperti saat mereka masih bersama dulu. Tak kuasa menahan perasaan yang runyam di hati, Dea membalas pelukan Rey dengan wajah sendu.

"Kita ngobrol sambil makan yah, kamu pasti capek." Rey melepaskan pelukannya dan mengusap lembut pipi Dea.

Seperti gelas kaca yang jatuh, lalu pecah. PYARRRRR... Begitu perasaan Abi saat ini melihat adegan itu di depan matanya. Hatinya seperti langit senja hari ini yang tiba-tiba diguyur hujan saat sebelumnya menyinarkan guratan jingga yang indah.

Abi membalikkan badannya, berjalan lemas menuju pintu keluar mall. Raut wajahnya sedih, kecewa. Dia patah hati. Tidak peduli langit masih hujan, Abi terus berjalan melupakan payung yang ia simpan. Basah sudah bajunya, sebasah perasaannya saat ini, Abi duduk dengan tatapan kosong. Merasakan perih yang tiba-tiba menusuk di hatinya.

Di saat yang sama, di sebuah food court. Rey memancarkan rona bahagia bisa bertemu dengan Dea. Tapi tidak dengan Dea, wajahnya datar, matanya tidak ingin menatap ke arah Rey.

"Tau darimana kamu kantor aku disini?" Dea menanyakan pada Rey.

"Maaf aku memaksa tanya ke Cindy." Jawab Rey, "De, kenapa kamu gak pernah balas chatku?'' Rey mencoba menggenggam tangan Dea, namum segera ditepis oleh Dea.

"Aku sudah mencari tahu kamu kemana-mana dengan bertanya kepada teman-teman dekatmu. Aku pun pernah lihat postingan kamu di media sosial, dan tahu kamu sedang di Jakarta. Akhirnya aku ke Jakarta untuk ketemu kamu." Rey melanjutkan penjelasannya.

Dea hanya menunduk, tanpa kata.

"Maafkan untuk semuanya, maafkan sikapku dan sikap orang tuaku De, aku tahu maaf aja gak cukup mengobati kekesalanmu. Aku hanya ingin bertemu kamu sebelum aku nggak bisa lagi ketemu kamu." Rey masih melanjutkan pembicaraannya sementara Dea melempar mata ke arahnya.

"Memang, maaf aja gak cukup mas. Apa kamu juga merasa apa yang aku rasa? Tapi kamu ngilang gitu aja. Kamu tahu gak mas apa yang kamu lakukan itu malah bikin semua yang kita usahakan berantakan?"

"Iya aku salah, nggak seharusnya aku pergi. Tapi aku juga manusia yang punya perasaan De, 4tahun kita bersama tanpa restu dari ibumu. Dan sikap ibumu yang terus menghinaku. Aku juga bisa sakit hati. Saat malam itu aku datang kesekian kalinya baik-baik ke rumahmu, tapi kata-kata ibumu malah sangat menyakitkan."

"OKe.. oke.. mas, aku tahu ibuku keterlaluan. Tapi besoknya aku sedang berusaha bernegosiasi, dan tiba-tiba kamu hilang saat ibuku mau memberi kesempatan. Kamu tahu nggak? Aku nyariin kamu ke rumah-rumah temenmu, aku kerumahmu dan pada akhirnya ibu kamu tahu bahwa ibuku gak pernah setuju, lalu ibu kamu berbalik nggak suka sama aku. Kamu tahu nggak? malam itu kamu di mana saat ibu kamu bilang kamu mau dijodohkan saja. Kamu tahu gak perasaanku sehancur apa?....." tangis Dea pecah di hadapan Rey, emosinya memuncak membuat beberapa orang di dalam resto memperhatikan mereka.

Rey hanya terdiam, menerima kesalahannya kemudian mendekatkan kursinya kepada Dea dan memeluk wanita yang sedang menutupi wajahnya karena berderai air mata. Keduanya hening, Dea menumpahkan segala isi hatinya, perasaan yang sudah dia pendam selama berbulan-bulan ini.

"Maafkan aku De, aku masih sayang kamu.." Rey mengusap rambut Dea yang menempel di pundaknya.

"Lalu kenapa kamu pergi ke Jakarta dan nggak mau balas chatku?" lanjut Rey

"Aku gak tahu kamu ke mana saat itu, yang aku tahu ibu kamu meminta kita mengakhiri semuanya baik-baik. Kedua ibu kita tidak punya hubungan yang baik, ibuku tidak merestui, ibumu pun pada akhirnya memilihkan jodoh untukmu. Dan saat aku menghadapi keadaan itu, kamu nggak ada. Aku melewati semuanya sendiri." Dea mengeluarkan suaranya lirih.

"Hmmh.." Rey mengendus kasar ," Waktu itu aku juga kaget, bapakku tiba-tiba memintaku pergi ke Banten bertemu dengan teman lamanya. Diperjalanan tasku kecopetan, semua dompet, handphone hilang. dan aku baru tahu saat di Banten teman lama bapakku itu meninggal dunia, menitipkan anak perempuan satu-satunya kepada bapakku sebagai wasiat. Itu adalah saat paling hancur dalam hidupku. Aku tidak bisa melawan keinginan orang tuaku, wasiat itu membuat bapak dan ibuku kukuh untuk menjodohkan kami. Aku bingung harus memberitahumu bagaimana karena kamu pasti akan sangat kecewa."

Dea menatap tajam ke arah Rey, tatapan penuh rasa kecewa dan sakit. Air matanya semakin deras, sederas hujan diluar sana.

"Sepulang dari Banten aku pergi ke rumahmu, ibumu mencaci maki dan tidak memberi tahu kemana kamu pergi." Rey mengusap matanya yang mulai basah.

"Tidak ada yang salah diantara kita, kita sama-sama pergi dari keadaan ini. Kamu pergi terlebih dahulu, aku pun menyusul pergi untuk melupakanmu mas. Aku berusaha untuk melupakan semua tentang kita di sini. Aku berusaha ikhlas menerima takdir kita yang tak mungkin bersama. Aku meninggalkan semuanya di sana, tidak membawa sedikitpun ke sini. Kita sudah dewasa,'' Dea mengusap matanya, lalu tersenyum kecil pada Rey.

Mereka berpandangan, saling memegang tangan. Rey menyodorkan sebuah amplop. Undangan Pernikahan. Senyum Dea mengembang bergetar, entah senyum menahan sakit, atau senyum mengikhlaskan semuanya. Dea memandangi undangan pernikahan antara Rey dengan perempuan pilihan orang tuanya itu. Air matanya tidak berhenti keluar. Rey hanya mampu menunduk dan meminta maaf untuk keputusannya menikahi perempuan yang dijodohkan dengannya.

Keduanya memutuskan untuk benar-benar saling mengikhlaskan. Dea menangis sejadi-jadinya di dalam toilet setelah Rey pergi. Hatinya yang luka seperti ditabur air garam. Perih sekali. Melihat kekasihnya memberikan sebuah undangan pernikahan adalah hal yang tidak pernah ia bayangkan. Hari ini, mungkin adalah pertemuan terakhir mereka sebelum dia menjadi suami orang. Sakiiit rasanya harus mengikhlaskan seseorang yang sudah bertahun-tahun ia cintai.

***

Semoga kalian suka ya guys..

jangan lupa like, follow, n komen

kita berangkat ke part selanjutnya..

Terima kasih sudah membaca

Terpopuler

Comments

Ima Kristina

Ima Kristina

kasihan banget Dea pasti sakit rasanya tapi itulah takdir

2024-11-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!