Sebagai anker (anak kereta) yang tiap pagi harus berebut masuk gerbong kereta, Dea sudah hafal di mana dia harus berdiri agar tidak terlalu terhimpit sana-sini. Dea tidak suka masuk ke dalam gerbong khusus wanita. Karena menurutnya di sana para penumpang justru lebih arogan dibanding gerbong biasa meskipun bercampur laki-laki dan perempuan.Tapi semahir-mahirnya mengindari himpitan tetap saja, penuh sesak KRL di jam-jam orang berangkat kerja tidak bisa dihindari. Kadang bila ia beruntung, ia akan mendapatkan bangku kosong dari laki-laki yang berbaik hati merelakan tempat duduknya untuk perempuan.
Gerbong sedikit demi sedikit terlihat lega meski masih ada beberapa yang harus berdiri, termasuk Abi. Abi terlihat berdiri pada gerbong yang sama dengan Dea hari ini. Pagi ini dia ditemani oleh nyanyian dari band Sheila on 7 favoritnya yang ia dengarkan lewat earphone nya sembari menikmati pemandangan luar jendela yang berkelebat.
Abi memutar sedikit tubuhnya agar bisa bersandar pada tiang besi di sebelah pintu. Wajahnya menemukan sebuah pemandangan yang tak kalah indah dari yang ia lihat di luar jendela. Seorang gadis berambut sebahu memakai kemeja putih gading dan celana hitam. Kepalanya setengah tertunduk memandangi gadget di tangannya. Dalam hati ingin menyapa, tapi Abi lebih memilih diam ditempat untuk memandangnya. Setidaknya masih ada sekitar beberapa menit untuk sampai di stasiun tujuan mereka.
Ketika pintu terbuka, ia membiarkan gadis itu berjalan lebih dulu tanpa menyadari kehadiran Abi di belakangnya. Mereka keluar dari stasiun,menyeberangi jalan raya yang macet, melewati beberapa pedagang kaki lima penjual menu-menu sarapan. Abi berhenti saat gadis itu juga berhenti di sebuah gerobak bubur ayam yang cukup ramai dekat kantor mereka.
"Pak, satu dibungkus komplit sambal pisah ya" pesan Dea lalu mengambil kursi plastik untuknya duduk menunggu
"Pak, bungkus 1 komplit." Abi ikut memesan "Hay,!" lalu berpura-pura menyapa
"Eh, hay." Jawab Dea gugup, gadis yang sedari tadi dipandanginya
"Suka sarapan bubur juga?" Abi mulai basa-basi
"Lumayan," jawab Dea singkat
"Bubur disini paling enak di antara bubur yang lain se komplek kantor kita." Abi mencoba melanjutkan percakapan
"Oh ya? Pantesan ramai, Mas udah coba semua?" kata Dea
"Udah, dulu awal kerja di sini suka coba-coba beli yang lain, tetap yang ini yang paling enak." Abi tersenyum
"Oh," Dea gugup melihat senyum Abi, lalu dia menunduk.
"Ini mbak." penjual bubur menyodorkan satu bungkus kepada Dea, "Ini punya mas," dilanjut untuk Abi
"Berapa? Sama mbak ini." Abi berdiri dari bangkunya.
"Gak usah mas, saya bayar sendiri" Dea menyodorkan uang ke arah penjual dan ditahan oleh Abi.
"Sekalian aja aku bayar." kata Abi.
"Oh, makasih yah." Dea tersenyum manis.
Di dalam lift keduanya lebih banyak diam tanpa percakapan. Canggung juga malu. Kebetulan lift juga penuh dengan orang-orang lain yang juga hendak masuk ke kantor mereka.
Lift terbuka di lantai sepuluh. Mereka berpisah haluan. Abi ke kanan, Dea ke kiri menuju ruang kerja masing-masing. Abi melihat ke arah Dea yang berjalan masuk kedalam ruangannya.
Dea meletakkan tas nya, mengganti sepatu dengan sendal crocs miliknya yang tersimpan rapi di bawah mejanya. Masih ada waktu untuknya menyantap bubur ayam yang masih panas. Dea membawa bubur ayamnya ke pantry dan memakannya di sana.
"Hay Dea!" Sapa seorang perempuan lalu mengambi tempat duduk di sebelahnya.
"Hay, Sorry?? Kamu Meli ya?" tanya Dea yang ,masih lupa-lupa ingat teman-teman barunya.
"Iiih, kamu lupa namaku yah? Nggak papa. Hari ini harus inget yah, aku Meli." Meli membuka bungkusan nasi uduk di depannya.
"Iya Meli aku inget-inget."
"Suka sarapan di pantry juga? Biasanya makan di exit lu"
"Em,, masih pagi belum ada temennya jadi makan di pantry aja."
"Iya bener, masih pagi exit masih horror. Eh bubur di mana itu?"
"Bubur ayam depan kantor yang rame itu."
"Iya itu emang enak, makanya rame. Dea nanti ke meja resepsionis yah, tuh ada berkas buat elu."
"Oke"
Yess, teman baru sudah mulai akrab. Dea dan Meli tampak terlibat obrolan yang seru sepanjang pagi ini sembari menghabiskan makanan sarapan mereka. Setelah itu kembali ke meja masing-masing untuk mulai bekerja.
"Dea, " Tia memanggil Dea lewat telephone mejanya
"Iya kak," jawab Dea menengok ruangan leadernya itu yang terletak di depan meja kerjanya.
Tia melambaikan tangan ke arahnya "Tolong ke sini bentar ya," Tia menutup teleponnya.
"Iya kak?" Dea masuk ruangan Tia yang pintunya memang sengaja terbuka.
Dea duduk mendengarkan penjelasan Tia. Mereka tampak sangat serius.
"Makanya, setelah ini lo coba ke ruang staf pembiayaan, tanyain ke Nina ini pemecahan masalahnya gimana. Karena customer kita komplain." Tia menyerahkan map merah pada Dea
"Baik kak, tapi, saya sekarang lagi pegang aplikasi yang harus dicairkan siang ini juga gimana?" kata Dea
"Bawa sini aja nanti gue yang selesein, karena yang ini penting banget." kata Tia dengan pandangan Tegas
"Oke kak, saya permisi." jawab Dea
"Oke, thanks ya."
Dea membawa map merah itu ke ruang Staf pembiayaan untuk bertemu dengan Nina seperti yang dijelaskan Tia tadi. Ini pertama kalinya Dea masuk ke ruang itu. Biasanya pekerjaannya hanya seputar meja kerjanya-marketing-atau resepsionis.
Dea nampak bingung siapa bernama Nina. Beberapa kali dia bertanya, beberapa kali juga orang menjawab "Anak baru ya?"
Sampai akhirnya sampai di ruangan yang dimaksud, namun yang dia lihat adalah Abi.
Abi melihat Dea berjalan ragu-ragu ke arahnya. Gugup namun senang. Ia berpura-pura cuek dan sibuk dengan komputernya.
"Dea ya?" suara seorang wanita mengagetkan.
"Iya," jawab Dea pelan sambil melirik sebuah meja kerja disampingnya.
"Tia udah calling gue, mana sini coba lihat giro nya." Ternyata dia yang Bernama Nina, perempuan bernama Nina ini sangat ramah dan cekatan,
"Eh, duduk dong! Masa berdiri terus ntar kram loh." Nina menyilakan Dea duduk
Dea celingukan, di mana dia akan duduk karena tidak ada bangku nganggur dan semua orang tampak sibuk.
"Eh, Abi. kasih bangku dong buat cewek nih. Gimana si lu!" Teriak Nina pada Abi dengan nada bercanda.
"Mana ada bangku." jawab Abi salah tingkah melihat Dea yang sedang memperhatikannya.
"Eh, kak Nina! Itu anak baru ya?" terdengar suara dari meja lain
"Yoi. Sini-sini kenalan nih, ada cewek cakep." mendadak Nina meneriaki seisi ruangan membuat semua berkumpul
Dea tampak terkejut dengan sikap mereka yang sangat humble dan lucu. Mereka semua mengerubuti Dea dan berkenalan dengannya. Beberapa terlihat mencoba akrab, lalu saling menyahut dengan candaan-candaan mereka. Dea tidak pernah kehilangan senyum di ruangan itu karena banyolan mereka yang lucu dan menyenangkan.
"Asyik banget mereka ini, kerja sama orang-orang se frekuensi." gumam Dea dalam hati
"Eh, siapa tadi nama lu? Dea?" tanya seorang bername tag Gita Rosita
"Iya kak." jawab Dea ramah
"Udah punya cowok belom?" pertanyaan Gita membuat Dea bingung menjawabnya, hanya tersipu malu
"Ahh kalo begini jawabannya sih jomblo nih artinya. Heh!! kerja terus lu yang lain pada kenalan kenapa lu liatin komputer mulu?" tiba-tiba Gita menepuk pundak Abi yang memang terdiam dari tadi
"Udah kenal." jawabnya singkat
"Wah,,, pantesan diem bae ternyata udah maju tiga langkah duluan nih." ledek Gita membuat mereka saling membalas ke arah Abi dan Dea
"Eh, Dea. Lu kalo mau cari cowok disini ada tiga yang jomblo. Nih pertama si Abi, jomblo dari lahir (semua orang tertawa), yang kedua tuh di pojok sana ada namanya Rian, pimpinan operation kita, dia baru putus kemaren, tiga tuh depan lu namanya Kong Ali udah expired tapi. Ha ha ha..." Gita rupanya pintar melucu membuat Dea tidak henti-hentinya tertawa geli.
"Hay Dea," terdengar suara menyapa dari meja yang ada dipojok sana namun yang terlihat hanya tangan yang melambai.
Dea memiringkan kepalanya ke kanan dan kiri karena penasaran dengan pemilik suara yang tak berwujud itu. Dea kembali memperhatikan Abi yang berada di sampingnya.
Abi melirik-lirik ke arah Dea di tengah keramaian meja kerjanya lalu mereka saling salah tingkah ketika bertemu pandang.
"Yan, Rian.. sini lu, kenalan nih ada cewek!" teriak Gita membuat semua orang menengok ke arahnya.
"Kagak ah, sibuk!!" Jawab pemilik suara Rian itu.
"Ssssstttt, udah udah.. Bubaar bubaar!!!" teriak Nina disusul dengan langkah bubar para stafnya.
"Dea sini deh duduk sebelah gue. Sorry yah kalo lu illfeel sama mereka. Emang orang-orang di ruangan ini otaknya konslet semua. He he he" kata Nina
"Iya kak, tapi mereka asyik dan lucu kok. Jadi kerjanya banyak hiburannya."
Dea pun kemudian menuruti perintah Nina untuk memperhatikan layar komputer sambil mendengarkan penjelasannya.
"Nah, jadi lo harus ke lantai tujuh nih ketemu sama Customer service Banknya buat ngecairin ini." kata Nina lalu meraih telephone di atas mejanya
"Hallo.. Tia, ini si Dea gue suruh ke lantai tujuh ya biar di selesein di CS. Oke..Oke." lanjut Nina melakukan panggilan kepada Tia.
"Tapi ini udah mau jam 12 kak, emang gak istirahat CS nya?" tanya Dea
"Oiya, yaudah nanti aja habis makan siang. Nanti gue hubungin kepala CSnya dulu ya." kata Nina menekan beberapa nomor telephone yang dituju.
"Baik kak." Dea masih duduk menunggu perintah lanjutan
"Oke, gue udah bilang ke CS nanti lo ketemu Pak Tatang. Lo ditemenin sama... mmmm Abi deh. Bi.. Bi" lanjut NIna
Abi mendekat membawa sebuah map ke arah meja Nina.
"Ya?" jawab Abi sambil menyodorkan map ke arah Nina.
"Nanti tolong temenin Dea ke lantai tujuh ngurus giro yang bermasalah ini sama pak Tatang ya." kata Nina
"Oke. Eh ini laporan yang dimaksud." Abi menunjuk map merah ke arah Nina.
"IYa nanti gue cek pas makan siang yah. Gue mau makan siang di luar nih, udah janji sama orang. Oke, bye!!" Nina buru-buru dan membawa map laporan itu meninggalkan Dea dan Abi.
"Habis makan siang aku tunggu di resepsionis ya!" kata Abi singkat kepada Dea.
"Iya mas." Dea lalu berdiri membawa mapnya tadi pulang ke meja kerjanya lalu segera pergi lagi setelah ia mematikan telephone dan membawa handphonenya.
Abi bergegas menuju resepsionis, takut kalau Dea sudah menunggunya lebih dulu. Matanya berkeliling mencari, rupanya Dea belum datang.
"Nungguin siapa Bi? gelisah amat." tanya Meli si resepsionis
"Eh, Meli. Nunggu Dea nih." jawab Abi ramah.
Abi memang dikenal sebagai pria yang manis dan ramah. Kulitnya cerah, bersih dan selalu wangi. Penampilannya rapih terlihat seperti pria manis yang terawat.
"Oh, Dea." jawab Meli
"Udah kenal?" tanya Abi
"Udah dong. Malah kita udah bestie," jawab Meli mengaitkan kedua jari telunjuknya membentuk simbol persahabatan
"Ooh,"
"Itu dia, cakep ya ?" tanya Meli sambil tersenyum meledek kepada Abi
"Siapa?" Abi pura-pura lugu
"Dia lah, cakep kan?" Meli terus meledek melihat Dea berjalan ke arah mereka
"Iya," jawab Abi tersenyum lalu menunduk malu
"Cie, malu." Meli terus meledek
"Maaf mas ....?" Dea lupa dengan namanya, ragu menyebut nama laki-laki itu lalu melirik pada name tag yang dipakainya, "lama nunggunya yah mas Abi?" lanjut Dea setelah membaca nama Abimanyu Nugraha Pasha.
"Yuk !" ajak Abi meninggalkan ruangan itu.
Mereka masuk ke dalam lift kemudian menekan angka 7.
"Giro dan catatannya udah dibawa?" Abi mencoba memulai percakapan
Dea mengangkat map merah yang ia pegang, "Udah nih."
"Astaghfirullahal'adzim! Mana gironya? Kok isinya begini." Dea terkejut setelah membuka isi mapnya yang ternyata bukan berisi lembaran Giro.
"Kenapa?" Abi penasaran.
"Ini mas, kayaknya aku salah map deh, isinya bukan punyaku. Ya ampun, kenapa aku nggak teliti dulu sih." Dea terlihat panik
"Coba lihat!" Abi mengambil map dari tangan Dea, "Ini berkas laporanku tadi sih yang aku kasih ke mbak Nina."
"Jangan-jangan ketukar mas." belum selesai mereka bicara lampu lift sudah terbuka.
Mereka berdua keluar lift di lantai 7.
"Sebentar coba aku hubungi Nina dulu." Abi mengambil alih map merah itu lalu menyalakan panggilan di ponselnya
"Iya Bi,kenapa?" terdengar suara dari seberang panggilan
"Nin masih di luar? map isi laporanku tadi kayaknya ketuker deh sama punya Dea." Kata Abi lalu melirik ke arah Dea yang masih terlihat panik.
"Ya ampun, iya Bi, Aduuh sorry banget gue nggak teliti. Gue masih di luar nih belum sempet liat isi map lo tadi. Ini mapnya malah kebawa sama gue. Gimana dong? Lo udah ketemu Pak Tatang yah?" tanya Nina
"Udah di depan kantornya si tapi belum masuk. Urgent banget nggak sih itu gironya?" tanya Abi
"Iya, soalnya tadi orangnya udah marah-marah ke Tia katanya, itu kan kesalahan admin yang dulu digantiin Dea, makanya harus selesai hari ini." jelas Nina
"Terus gimana? Lu masih lama nggak di luar? Di mana si?" Abi sedikit menekan Nina
"Iya, aduh bego banget sih gue. Bentar lagi gue balik sih. Lo mau nunggu gue nggak?"
"Ya mau nggak mau harus nunggu lah, kan gironya sama lu." Abi melihat Dea sedikit lega
"Gimana mas?" tanya Dea
"Mapnya ketuker, kita tunggu Nina balik." kata Abi
Mereka saling berpandangan sekian detik, lalu Dea menunduk membuang muka. Abi mengajak Dea bersantai sebentar di kantin sembari menunggu kedatangan Nina. Tidak ada percakapan, keduanya asyik dengan minuman masing-masing. Abi ingin memulai percakapan tapi tidak ada ide untuk menanyakan lebih dulu, begitu pun Dea. Hatinya berkecamuk. Semakin sering dia bertemu Abi semakin dia teringat mantan kekasih yang sedang ia usahakan pergi dari pikirannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Ima Kristina
ini novel isi ceritanya ringan ya Thorr konfliknya
2024-10-31
1
yeqi_378
Puas banget!
2023-11-25
1