Persaingan Dimulai

Jari jemari Dea masih sibuk menekan tombol-tombol keyboardnya, sedangkan Indri sudah mulai mengoleskan lisptik pink ke arah bibirnya sambil tangan yang satu lagi memegang sebuah kaca berbentuk kotak.

"De makan siang yuk!" ajak Indri

"Duluan aja kak, aku masih mau lanjut ini biar nanti lemburnya nggak kemaleman." jawab Dea tanpa memindahkan pandangannya dari layar komputer

"IIh, lu mah kerajinan. Yaudah gue turun dulu ya mau makan di bawah sama yang lain. Mau nitip nggak?"

"Enggak kak, tadi aku udah nitip OB buat beliin nasi padang."

"Oke deh, bye!" Indri meninggalkan Dea sendiri di meja kerjanya

"Bye!"

Ponsel Dea berdering, sebuah pesan dari Rian muncil di layar.

"Dea belum istirahat?"

Dea hanya membacanya tapi tidak membalas. Dirinya masih asik dengan setumpuk pekerjaan di depan matanya. Sampai akhirnya Rian datang dan duduk di sebelahnya.

"Sibuk banget ya?" suara Rian sedikit mengagetkan

"Kak Rian ngagetin. Kenapa kak?" tanya Dea

"Aku chat kamu nggak dibales jadi aku samperin ke sini. " kata Rian menatap wajah polos gadis di sebelahnya

"Iya maaf ya kak, hari ini masuk aplikasi banyak banget jadi aku mau selesaikan secepatnya biar nggak kemaleman." jawab Dea masih serius

"Udah makan?"

"Belum, tapi udah dibeliin kok sama OB tuh." Dea menunjuk sebuah bungkus makanan di sampingnya

Tiba-tiba Rian mengambil kedua tangan Dea dari papan keyboard. Dea sangat terkejut ketika telapak tangannya dipegang oleh Rian.

"Sekarang makan dulu, kerjaannya nanti lagi. Kalo sakit kamu nggak bisa kerja." kata Rian menatap mata Dea

"Iya, iya,, bentar kak aku save dulu." Dea menjadi sangat gugup

Rian merebut mouse dari tangan Dea dan menyingkirkannya, lalu menariknya untuk segera beranjak dari tempat duduk. Rian mengajak Dea untuk makan di pantry agar lebih leluasa. Dea pun mengikutinya. Beberapa kali Dea terlihat memijat lehernya yang terasa kaku.

"Nah, tuh kan pusing ya?" tanya Rian melihat Dea menyandarkan ke meja makan

"Dikit kak," jawab Dea tertunduk

"Makanya, kerja di sini tuh jangan dibikin capek. Kerjaan kita emang banyak, tapi bisa kok kita kerjain dengan santai, kalo waktunya istirahat ya istirahat dulu!" kata Rian lalu berdiri menyeduh secangkir teh hangat kepadanya

"Makasih ya kak Rian, aku mau minta tolong Meli deh buat beliin obat," Dea menekan handphonenya lalu mengirimkan sebuah pesan pada Meli.

"Ada yang perlu aku bantu lagi nggak buat ngurangin pusingnya?"

"Nggak kak, aku nunggu Meli sebentar lagi ke sini kok."

"Yaudah kalo udah makan istirahat ya, aku mau keluar dulu nih ada yang nyariin." kata Rian setelah melihat layar ponselnya

"Oke, thank you kak."

Tak berapa lama Meli datang menghampiri membawakan obat dan minyak angin untuknya.

"Kamu kenapa De?" tanya Meli membuka kantong plastik berisi obat yang dipesan Dea

"Pusing banget nih," jawab Dea masih tertunduk

"Kita ke klinik aja yuk kalo pusing banget.." ajak Meli

"Nggak nggak, kerjaanku banyak banget hari ini, kamu tahu kan? amplop-amplop yang tadi pagi itu harus segera GoL hari ini." jelas Dea, tangannya membuka obat dan meminumnya

"Iya sih, sabar ya Dea,, kamu pasti bisa!!" Meli memberi semangat, "Eh, aku pijit sinih." Meli mengangkat lengan kemejanya lalu menyentuh leher Dea

"Nah, cocok." Dea tersenyum lalu meminum obat yang diberikan Meli.

"Yah, De, badanmu panas nih." kata Meli

"Nanti kalo obatnya udah jalan juga sembuh." suara Dea mulai lemas

Dea merasa ngantuk setelah meminum obat. Dia menempelkan kepalanya di atas meja. Sampai waktu istirahat selesai, Meli pergi membiarkan Dea tertidur di meja makan di pantry usai di pijit. Ponsel Dea bergetar dari dalam saku kemeja.

"Halo," jawab Dea lirih merasa getaran dari dalam sakunya.

"Eh, lu dimana? udah masuk nih, ayok." kata Indri mengajak Dea kembali bekerja

"Hah? Oiya, aku ketiduran kak." Dea terkejut langsung berdiri dan memakai sepatunya berjalan menuju ruangannya

Saking kagetnya telinganya tiba-tiba berdenging, keringat dingin keluar dari telapak tangan, kaki, dan kening. Dadanya berdebar, kepalanya berputar, pandangan kabur, lalu menjadi gelap.

Dea jatuh tersungkur di depan meja Giro saat sedang menuju area kerjanya. Beberapa rekan yang melihatnya pingsan pun menjerit segera menolong. Abi menjadi yang pertama panik melihatnya jatuh. Sudah sejak masuk ruangan Abi melihat wajah Dea pucat dengan langkah terhuyung.

"Eh.. bantuin dong angkat!" suara Nina meminta seseorang mengangkat tubuh Dea karena terjatuh tepat di depan meja Nina

Dea dilarikan ke klinik di lantai satu, ditemani Indri,Nina, Abi dan seorang lagi yang membantu mambawa Dea

Indri mengoleskan minyak kayu putih ke kaki Dea yang dingin sembari memperhatikan perawat mengecek tekanan darah dan denyut nadinya.

"Indri, gue naik dulu ya. Kerjaan gue banyak" kata Nina

"Oke kak, makasih banyak ya." jawab Indri

Abi menyilangkan tangannya di depan dada memperhatikan baik-baik wajah Dea yang masih pucat berkeringat.

"Abi, lo nggak naik.?" tanya Indri

"Nggak nanti nunggu Dea siuman." jawab Abi

"Cie, setia amat. Lo suka ya sama Dea?" Indri mencoba menggoda

"Apa si In." Abi mengelak gugup

"Ngaku deh lo, Lo suka kan sama Dea. Kalo nggak suka mana mungkin lo tadi panik trus nungguin gini sampai siuman." Indri semakin menyudutkan

Abi hanya tersenyum dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kalo lo nggak naik gue yang naik balik kerja gimana? Kerjaan gue banyak banget. Mau akhir bulan nih." kata Indri

"Yaudah balik aja nggak apa-apa. Biar aku yang jagain." jawab Abi

"Tuh kan happy kan gue tinggal." Indri menunjuk Abi dan tertawa geli

"Apa sih, dah sana kerja kerja." Jawab Abi

"Awas lo jangan diapa-apain anak orang." Indri tak kunjung pergi

"Kan ada perawat juga di sini mana mungkin diapa-apain."

Indri meninggalkan Abi berdua dengan Dea yang belum sadar. Abi menarik kursi dan mendekatkan ke samping ranjang. Menatap gadis di depan matanya tak sadarkan diri dan pucat pasi. Abi menaikkan selimut hingga menutup sampai pundak Dea. Setengah ragu, Abi mengusap rambut Dea yang menempel di pipi.

"De....." suara seseorang yang tiba-tiba datang, "Bi?? Ngapain lu? " tanya Rian yang kaget melihat Abi sedang mengusap pipi Dea

Abi pun ikut terkejut dengan kedatangan Rian.

"Hey, Yan. Gue nemenin Dea.'' jawab Abi sungkan

"Trus kenapa lu yang nemenin? " Rian menaruh curiga

"Nggak, tadi ada Indri sama Nina juga tapi udah balik duluan karna banyak kerjaan. Jadi gue yang nemenin." Abi mencoba menjelaskan

Rian mendekati Dea dan memegang telapak tangannya.

"Kenapa Dea?" tanya Rian

"Pingsan lah. Pake nanya." jawab Abi mencoba mencairkan suasana yang sedikit menegang

"Ya gue tahu dia pingsan." Rian duduk menghadap Abi lalu menatap wajah Abi

Abi gugup melihat sikap Rian.

"Apa sih lu, begitu. Naksir sama gue?" Abi mencoba bergurau

"Jangan bilang lu juga suka sama Dea." tanya Rian menatap mata Abi

Abi celingukan gugup mendengar pertanyaan Rian

"Heh, jawab lu!" tanya Rian menegaskan

Abi menunduk terdiam.

Rian melepaskan pandangannya, memasang muka sinis.

"Lu diem gue tahu jawabannya. Iya kan lu juga suka kan lu sama Dea? ngaku lu!" Kaki Rian sedikit menendang kursi Abi

"Enggak lah bro, gue nggak akan suka sama cewek yang lu suka." Abi menepuk paha Rian dan tersenyum

"Bener lu?" Rian tak percaya

"Bener, kita sohiban lama, jadi gue akan dukung lu." Abi tetap menyangkal

"Thank you bro. Tapi gue belum percaya sama lu!" Rian menepuk balik pundak Abi.

Meli datang di saat yang tepat bagi Abi. Abi tak ingin sahabatnya itu terus mempertanyakan perasaannya pada Dea.

"Hey kalian cowok-cowok. Dea lagi pingsan malah pada rebutan cinta. minggir-minggir" Meli menyingkirkan tubuh Abi dan Rian dari sisi Dea.

"Lu ngapain Mel?" tanya Rian

"Gue? ya jagain Dea lah dari cowok-cowok model kalian. Ha ha ha. Udah kalian balik kerja sana biar Dea gue yang jagain. "

"Emang lu di resepsionis gak ada kerjaan?" tanya Rian lagi

"Ada Novi yang gantiin gue. Udah sana balik lu pada." Meli mendorong keduanya hingga keluar ruangan.

Kedua lelaki itu berjalan kembali ke kantor. Rian masih menaruh curiga pada Abi. Di dalam lift keduanya terdiam. Abi merasa tidak enak dengan Rian.

"Kalo lu emang suka juga ama Dea, kita saingan bro." kata Rian memandang lurus ke arah pintu lift

"Apa sih lo!" Abi menjawab datar

"Gue serius. Kita sama-sama cowok, gue tahu gimana sikap lu kalo suka sama orang." lanjut Rian

"Terus mau lu apa?" Abi akhirnya meladeni

"Kita saingan siapa yang berhasil dapet hatinya Dea." kata Rian

"Nggak mau gue, gue nggak mau kita musuhan." jawab Abi santai

"Tenang bro, gue nggak marah sama lu. Kita tetep sohib. Gue sportif. Kita saingan secara sehat. Gimana?" Riang menyodorkan kepalan tangan kirinya

"Oke" Abi menyambut kepalan itu dengan kepalannya juga. " Tapi inget, gue nggak mau kita musuhan, kalo emang lo mau maju buat dapetin Dea maju aja." lanjut Abi

"Tengs, gue juga nggak mau kita musuhan cuma gara-gara cewek." Rian menepuk pundak Abi cukup keras.

Keduanya tertawa memasuki ruang kerja membahas perjanjian di dalam lift dimana dua sahabat ini ternyata menaruh hati pada gadis yang sama.

***

GIMANA PART INI GUYS?

JANGAN LUPA KOMEN YAH.

THANK YOU

Terpopuler

Comments

Ima Kristina

Ima Kristina

Abi dan Rian memang sohib..... perjanjian gak bakalan musuhan karena menyukai gadis yang sama

2024-11-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!