Pagi yang deg-degan. Aradea Elshana. Namanya benar-benar masuk menjadi salah satu karyawan baru yang ditunggu kedatangannya hari ini. Dea meremas jari jarinya di atas pangkuan sambil mengamati tiga orang senasib yang juga tegang di hari pertama mereka bekerja. Matanya berkeliling melihat-lihat ruang lobby yang tampak sejuk minim hiasan dinding. Wangi coffee dan musik klasik sedikit membuat tenang di hati meski tetap saja ujung tangan dan kaki terasa dingin saking tegangnya.
Beberapa kali Dea melihat karyawan mondar-mandir melewatinya. Dea melihat wajah-wajah karyawan yang tampak berseri. Terdengar suara obrolan dari resepsionis dengan menggunakan bahasa yang santai khas orang Jakarta. Senyumnya sedikit mengembang menikmati suasana kantor yang berada di lantai 10 ini.
Seorang wanita tinggi, langsing dengan rambut ponytail mendekati mereka.
"Pagi," kata wanita itu menyapa
"Pagi," jawab Dea dan yang lain serempak
"Kenalin, saya Tia, leader kalian di tim admin. Nanti saya akan bawa kalian masuk ruangan untuk kenalan sama beberapa staf di beberapa divisi. Karena pekerjaan kita nanti berhubungan dengan semua divisi jadi kalian wajib kenalan sama mereka. Tapi sebelumnya saya mau kenal kalian dulu. Boleh disebutkan namanya? nama panggilan aja." Jelasnya sangat tegas dan jelas
"Nama saya Dea." jawab Dea yang pertama karena Dea melihat mata Tia mengarah padanya
"Saya Ratih."
"Saya Iqbal"
"Saya Sasongko, panggil saja Oko." Jawab salah seorang dan membuat mereka semua tersenyum.
"OKe, Dea, Ratih, Iqbal, dan Oko kalian ikuti saya yah,"
Tia membawa mereka semua ke ruang yang cukup besar di mana di sana terdiri dari beberapa divisi. Yang pertama, berkenalan dengan bagian admin tempat di mana mereka akan bekerja nanti.
"Hay, ini orang barunya yah. Gue Indri, " sapa salah seorang karyawan pada mereka
"Hallo, gue Putri."
Dilanjutkan ke bagian marketing yang mana mereka adalah roda penggerak para staf admin untuk bekerja.
" Nah buat Dea nanti tempat kamu ada di sebelah Indri. Ratih nanti akan berdampingan dengan Putri yah." Tia menunjuk pada dua orang Perempuan yang tadi menyapa mereka.
"Kalo Iqbal sama Oko, kalian marketing nanti gabung sama mereka, cowok-cowok itu tadi." Lanjut Tia.
Lalu Tia membawa mereka kembali berkeliling ruangan menuju divisi yang lain. Satu persatu mereka datangi.
"Nah, terakhir kita kan ke ruangan yang kecil di sebelah ruang ini. Tempatnya operation isinya orang Bank Checking sama pembiayaan." Kata Tia sambil berjalan
Dea dan Ratih berpandangan lalu saling senyum.
"Hay, teman-teman sorry ganggu, gue bawa staf baru nih buat kenalan. Kalian harus kenal karena nanti mereka-mereka bakalan ganggu kerjaan kalian." Tia menyapa semua orang yang ada di ruangan itu.
Satu persatu Dea menyalami orang-orang di ruangan itu. Ada yang biasa saja, ada yang menyapa ramah, ada yang cuek dan fokus bekerja, ada pula yang terdiam melihat para karyawan baru itu dengan senyuman manis.
Selesai berkenalan, Dea duduk di meja kerjanya. Perasaanya sangat gugup bertemu banyak orang baru.
"Dea, hari ini kamu duduk bareng meja Indri ya biar dia ngajarin apa aja kerjaan kamu nantinya." Tia menyuruh Dea bergabung dengan Indri, seniornya
"Hay, Dea, Selamat datang di admin." Indri mengulurkan tangannya mengajak bersalaman
"Mohon bantuannya kak" balas Dea
Dea menduduki posisi sebagai staf administrasi bagian pencairan konsumen. Dia melihat teman semejanya begitu cekatan menghandle pekerjaan yang terlihat rumit.
Hari pertamanya tidak terlalu sulit. Dea banyak belajar dari Indri. Hari ini dia baru mengamati apa yang Indri kerjakan, mulai besok dia akan memegang kendalinya sendiri. Dengan seksama Dea memperhatikan setiap detil yang Indri ajarkan padanya. Pulpen hitam dan notebook tak pernah lepas dari tangannya untuk mencatat hal-hal yang penting. Beberapa kali Indri mengajaknya untuk berdiskusi dengan marketing. Lalu dia menjajal mesin fotokopi yang baru pernah ia coba seumur hidupnya.
Sebelum makan siang, Indri mengajaknya untuk memesan makanan lewat OB mereka. Lalu mereka akan makan bersama karyawan wanita yang lain di tangga exit yang berada di ujung kantor lantai 10 itu.
Kantor mereka memang berada di lantai paling atas gedung itu. Di ujungnya terdapat pintu yang bertuliskan EXIT, yang artinya pintu keluar tangga darurat. Di sanalah beberapa karyawan wanita seperti Indri dan kawan-kawan karibnya biasa menikmati makan siang mereka. Ruangan itu lebih nyaman karena tak banyak orang melewatinya. Mereka akan lebih leluasa ngobrol dari A hingga Z tanpa harus mengganggu kenyamanan orang lain karena suara yang berisik. Beberapa orang ada yang lebih suka makan di pantry juga.
Dea sudah berkenalan dengan banyak orang di beberapa divisi. Tidak susah bagi Dea untuk beradaptasi dengan orang baru karena Dea sudah terbiasa berorganisasi sewaktu SMA dan kuliah dulu. Bahkan bisa dibilang Dea adalah seorang yang supel, mudah akrab dengan orang sekalipun itu baru kenal.
Sudah satu minggu ini Dea bekerja di kantor itu. Sebagian orang di kantornya sudah dia kenal. Beberapa hal sudah mulai ia hafalkan, alur kerjanya pun sudah mulai lancar tanpa hambatan.
Hari ini pertama kalinya Dea mendapat berkas pencairan untuk ia kerjakan sendiri. Sebelumnya dia masih harus dibantu Indri dan Tia. Dea mendatangi resepsionis untuk menerima berkas dari dealer yang biasa dititipkan lewat resepsionis.
"Mbak.. maaf mau ambil berkas." Kata Dea masih malu-malu pada resepsionis.
"Oiya, Dea yah? Ini." Seorang wanita membaca sebuah map coklat lalu menyerahkan padanya
"Makasih."
"Sama-sama. Eh, Dea.. Dea.." wanita itu membuat Dea terhenti sat akan melangkah pergi
"Iya mbak.?''
"Duh, jangan panggil mbak dong. Panggil Meli aja. Gue Meli."
"Ooh, Iya Meli."
"Nah, cakep. Oiya Dea lu duduknya di sebelah Indri kan yah?"
"Iya, kenapa?"
"Titip boleh ya, ini sekalian buat Indri."
"Oke. Oiya Meli aku mau tanya. Seberapa sering kurir dari dealer datang bawa surat begini?"
"Tergantung, kalo lagi rame biasanya banyak. Tapi sering juga marketing lu yang bawa kok. Eh, nanti kita bakalan sering ketemu di sini nih kalo lu sering dapet berkas."
"Iya,, makasih ya Meli. Semoga bisa akrab sama kamu."
"Oke."
Dea kembali ke ruangan membawa berkasnya yang langsung ia diskusikan dengan marketingnya. Lalu ia mulai kerjakan sendiri.
Siang ini berkas pekerjaan Dea tidak terlalu banyak, sehingga dia bisa sesekali memainkan ponselnya. Tiba-tiba sebuah chat masuk membuatnya mematung. Jarinya ragu untuk membuka pesan yang sudah menumpuk sampai berpuluh-puluh dari satu orang. Pesan yang memang sengaja tidak dia buka, dari mantan kekasihnya. Matanya tak berkedip terus memandangi notifikasi. Ada rasa ingin membaca semua pesan itu, namun hatinya menolak. Sekian menit tak bergeming, akhirnya perlahan dia membukanya, membaca satu persatu..
Tanpa terasa ada gumpalan air yang menetes di pipinya.
"Dea, eh, kenapa lu nangis?" Indri ternyata memperhatikan dan melihat Dea menitikkan air mata.
"E... enggak kok kak. Ini mataku tiba-tiba perih aja kelamaan main handphone." Dea mencoba mengelak "Aku ijin ke toilet dulu ya kak."
"Eh,, kenapa tuh bocah?" kata seorang marketing bernama Anwar bertanya setelah melihat Dea terburu-buru pergi saat dirinya baru saja akan menghampiri.
"Mewek." jawab Indri singkat melanjutkan aktivitasnya
"Lo galak ya In?" ledek Anwar pada Indri
"Ye.... enak aja. gue mah baik. Lagi berantem kali ama cowoknya. Soalnya dari tadi kayak baca chat gitu tau-tau netes tuh air mata." Indri menjawab
"Kasian bener anak orang." Anwar meletakkan setumpuk berkas di meja Indri sedikit keras,
"Nih, daripada lo kurang gak ada kerjaan gue kasih berkas pengajuan customer. Tolong cairin ya bu Indri yang cantik, biar gue cepet dapet komisi. He hehe." Rayuan gombal marketing memang begitu, lalu ditinggal pergi begitu saja.
Indri melotot melihat berkas yang tidak ada rapi-rapinya di meja kerjanya.
"Woi, gak ada yang lebih banyak nih? Ah, gak bisa liat orang nyantai aja deh lu!" Suara Indri setengah berteriak dibalas dengan lambaian tangan Anwar seakan meledek.
Meskipun suara mereka sering keras bahkan berteriak itu sudah menjadi hal yang lazim terjadi di kantor ini. Atasan mereka pun tidak mempermasalahkannya. Beberapa marketing yang meja kerjanya memang bersebelahan dengan staf admin justru sering membuat suasana menjadi ramai dengan kekonyolan mereka.
Di sisi lain.
Dea menahan air matanya agar tidak terjatuh. Kepalanya menunduk sambil setengah berlari menuju pintu exit untuk menenangkan diri. Dea duduk di salah satu anak tangga. Telapak tangannya menutup mulutnya agar tidak bersuara, lalu ia habiskan tetes-tetes air mata yang sudah lama tergenang. Dea menenggelamkan kepalanya di antara kedua lututnya. Ia menarik nafas lalu mengeluarkan perlahan dari bibirnya yang gemetar. Perasaannya tidak enak, matanya melirik sedikit ke arah kanan, seperti ada seseorang yang sedang duduk juga di anak tangga yang lain memperhatikannya. Dea pun buru-buru mengelap wajahnya dengan ujung bajunya lalu kembali menarik nafas dan menghembuskannya mencoba untuk menenangkan diri. Ia melirik lagi ke arah kanan, tapi tidak berani menengok. Orang itu masih di sana. Setelah air di wajahnya kering, Dea pun berdiri. Tiba-tiba tubuhnya menabrak seseorang tadi saat dia mencoba berdiri.
"Eh, maaf Pak." Dea meminta maaf kepada lelaki yang juga hendak keluar dari exit.
Wajah mereka pun berhadapan.
"Enggak apa-apa kok." Kata lelaki itu tersenyum lalu keluar meninggalkan Dea sendiri.
Betapa terkejutnya Dea melihat wajah lelaki itu. Matanya tak berkedip tak percaya. Dia meremas ponsel di tangan kanannya. Dea mencoba mengikuti lelaki tadi keluar dari ruangan pengap itu, namun sudah menghilang. Langkahnya sungguh cepat. Dea penasaran, kenapa lelaki itu duduk sendiri di tangga seperti dirinya. Lalu kemana perginya.
Sebelum Dea kembali ke meja kerjanya, ia pergi ke toilet untuk membasuh muka menghilangkan sisa-sia tangisnya. Wajahnya dihadapkan pada sebuah cermin, bibirnya mencoba menerbitkan sebuah senyuman. Hembusan nafas kasar ia keluarkan untuk membuat hatinya sedikit tenang dan dea siap kembali ke dalam ruang kerjanya.
Indri bertanya-tanya kenapa lama sekali Dea pergi. Dea tidak bercerita apapun, hanya beralasan perutnya sakit sehingga butuh waktu lumayan lama di dalam toilet. Ia kembali menghadap tumpukan kertas di depannya. Hatinya sudah sedikit tenang. Dea mengacuhkan perasaannya tadi dan mencoba kembali focus pada pekerjaannya saja. Sesekali Dea perlu bertanya pada Indri hal-hal yang ia belum pahami.
Tia berjalan dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya, menghampiri Dea.
"Hay De, gimana kerjanya? udah mulai lancar?"
"Udah kak, sedikit-sedikit masih diajarin kak Indri."
"Bagus deh. Nanti kamu akan sering kedatangan kurir yang kasih berkas aplikasi dari pelanggan yah. Kurir kita namanya Juki. Kalo kamu butuh apa-apa kamu bisa minta tolong dia."
"Siap kak. Kemarin udah kenalan kok sama Juki."
"Oke gue percaya lu gampang belajar."
Tia meninggalkan meja kerjanya. Dea melihat-lihat seisi ruangan yang besar ini. orang-orang sangat serius bekerja. Hatinya berkata-kata sendiri.
"Ternyata begini jadi karyawan. Satu fase baru di hidupku yang harus aku jalani menuju kedewasaan. Bertemu dengan orang baru dan lingkungan yang baru."
"Eh, De.. besok besok lu bawa sandal aja kesini. Kita boleh kok kalo di sini pake sendal. Nanti sepatunya kita pake kalau pas keluar ruangan aja atau waktu kita mau menghadap ke bos."
"Oh,, gitu. Oke oke."
"Lu juga boleh misal bawa bantal duduk buat di kursi biar punggung lu nggak capek. Kita kan kerjanya duduk terus udah pasti panas punggungnya."
"Iya kak."
"Pokoknya kerja di sini nggak usah dibikin kaku. Orang-orangnya santai, cuma kerjaannya aja yang nggak santai."
"Iya kerjaannya nggak habis-habis."
"Ini belum seberapa. Nanti kamu akan rasain aura akhir bulan. Biasanya menjelang akhir bulan marketing bakalan bawain berkas lebih banyak lagi untuk kita cairkan. Biasanya kita akan lembur habis-habisan di tanggal 30 atau 31 karena semua berkas yang udah masuk harus clear tak bersisa."
"Paling malem lembur sampai jam berapa kak?"
"Kita pernah pulang dari kantor jam 1 malem."
"Hah??"
"Iya,, itu kalo besoknya weekend mending bisa libur. Kalo besoknya hari kerja ya tetep masuk. Pastinya capek banget laah."
"Wuaaw.."
"Tapi nggak usah takut. Kita itu kerjanya tim jadi bakalan saling bantu kalo Dea kesusahan."
"Makasih ya kak udah jelasin."
Dea mencatat beberapa hal yang diajarkan Indri agar tidak lupa dan tidak sering bertanya lagi. Pelan-pelan Dea mengerti cara mengoperasikan beberapa mesin di ruangannya. Sering kali dia disuruh untuk bolak balik memfoto kopi oleh teman-teman marketing dan para seniornya. Apapun itu, Dea selalu berusaha mengerjakan dengan suka hati. Pribadinya yang ceria dan ramah membuatnya mudah diterima oleh teman-teman satu timnya.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Ima Kristina
q belum Nemu greget dari kisah Dea .....mewek mulu
2024-10-31
1
Adrian Salsabila
novelnya bagus kok😍
2023-12-05
0
Lady_senpai
Bener-bener rekomendasi banget buat penggemar genre ini.
2023-11-25
0