Kelimanya turun dari karet dengan wajah bahagia dan gelak tawa kecuali Dea yang masih menahan rasa pahit di tenggorokannya.
Dea terduduk di atas pasir sambil melepas rompinya. Lalu kepalanya tertunduk di atas kedua lututnya.
"Kenapa de?" Tanya Meli
"Pusing, banyak minum air laut."
"Ha ha ha.. makanya kalo pas nyebur tuh mingkem.. jadi gak masuk tuh air" ledek Meli
"Dea nggak papa?" tanya Abi menghampiri
"Cie perhatian amat bang." sindir Meli senyum-senyum.
"Nggak papa mas, cuma pait aja tenggorokan aku kayak mau muntah." jawab Dea masih menunduk.
"Gue tinggal ya Bi.. mau bersih bersih. Jagain tuh anak orang kasian baru pernah naik banana boat" kata Meli berjalan menuju toilet umum.
Abi mengacungkan jempolnya ke arah Meli lalu duduk di sebelah Dea, menunggunya mengangkat kepalanya.
Dea menyadari keberadaan Abi di sampingnya. Ia merasa canggung, kepalanya tetap tertunduk.
"Kenapa nggak pergi-pergi sih ni orang." umpatnya dalam hati
"Nih, ada air minum. Minum dulu deh biar paitnya hilang." Abi memberikan sebotol air mineral kepada Dea dan diterima dengan posisi masih menunduk.
"Dea mau minum sambil nunduk?" tanya Abi menahan senyum.
Terpaksa Dea mengangkat kepalanya lalu minum.
"Makasih ya." ucap Dea
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa,,,,,, toloooong." tiba tiba terdengar suara seorang wanita menjerit dari arah toilet umum.
"Meli??" Dea mengenali suara itu lalu berpandangan dengan Abi
Dea dan Abi pun segera berlari menuju toilet, disusul beberapa orang yang mendengar. Mereka berkerumun ke arah datangnya suara.
"Mel... kenapa Mel.. ini Dea, coba buka pintunya." Dea menggedor Meli yang terkunci di dalam toilet.
Meli pun keluar dari toilet dengan wajah ketakutan disambut pelukan Dea dan beberapa teman-teman wanita yang lain
"Kenapa?" tanya Dea penasaran
"Ada yang ngintip gue dari luar pas gue mandi.. kamar mandinya berlubang De, tangannya juga sempat colek punggung gue. Gue takut,," meli menahan tangis
"Sialan... bisa-bisanya kamar mandi umum begini?" kata salah satu karyawan laki-laki menendang pintu toilet
"Tapi kamu nggak telanjang kan Mel?" tanya Dea
"Enggak, untung enggak. Gue cuma mau bersihin pasir, gue udah buka baju atasan, gue cuma pake bra doang."Jelas Meli setengah berbisik
"Kita harus kejar pelakunya." kata yang lain
Kerumunan pun semakin ramai karena kepo dengan apa yang sedang terjadi.
"Mel, ayok kita balik ke kamar." Nina menyelimuti Meli dengan handuk
Keributan ini segera bubar. Hari hampir gelap, acara sore selesai. Beberapa karyawan kembali ke fila masing-masing. Tapi Dea ingin menikmati sorenya di tepi pantai. Memburu senja, favoritnya. Sayang untuk melewati rona langit secantik hari ini.
Dea duduk sendiri di bawah pohon kelapa, matanya lurus ke depan menyaksikan warna jingga yang sedang berbaur menjadi ungu, biru, kuning, dan kemerahan. Ada juga karyawan lain yang asyik bermain air, atau duduk di sisi lain pantai menikmati sore hari seperti dirinya. Senyumnya mengembang kala angin menyapu rambutnya.
"Boleh ikut duduk di sini?"
Dea mengadah ke atas, Abi rupanya. Dea pun hanya mengangguk dan tersenyum.
"Suka sunset ya?" tanya Abi
"Iya," jawab Dea lirih dengan tetap menatap langit di depannya
"Kenapa suka sunset?" tanya Abi basa basi
"Hm?" Dea menoleh ke arah Abi
"Kenapa suka sunset?" Abi mengulangi pertanyaan
"Indah, sunset itu magic hour, mengandung banyak warna yang indah, gak cuma oranye. Lihat aja itu." Dea menunjuk warna matahari yang hampir tenggelam.
"Iya, Cantik." kata Abi yang justru menatap wajah Dea
Dea menengok ke arah Abi malu-malu. Lalu melanjutkan pandangannya ke langit di depannya.
Senja selalu memberi warna dan suasana yang tenang. Hatinya merasa tenang setiap melihat langit senja. Teringat kisahnya di masa lalu, Dea buru-buru mengedipkan mata dan menggeleng. Angin pantai berhembus lirih, tidak terlalu kencang tapi cukup membuat rambut Dea berkibar. Abi masih menatap wajah Dea yang mengarah lurus ke depan menikmati pergeseran sang surya yang semakin turun ke dalam laut.
Dea juga melihat ke arah Abi, dan untuk beberapa saat keduanya bertatapan tanpa suara. Hanya terdengar deburan ombak yang tenang. Lalu keduanya salah tingkah. Dea menundukkan wajah gugupnya. Saat hendak beranjak berdiri, Abi menahan pergelangan tangannya.
"Jangan pergi dulu." kata Abi mencegah, "Maaf, maksudnya boleh nggak Dea di sini dulu?" Abi pun melepaskan tangannya
Dea menurut dan kembali duduk di sisinya.
"Dea nggak nyaman ya kalo ngobrol sama aku?" tanya Abi
"Em.. enggak kok. Cuma udah mau gelap aja." jawab Dea ragu
"Tapi kenapa aku merasa setiap kita bertemu Dea seperti menghindar?" pertanyaan Abi membuat Dea kembali menatapnya untuk beberapa saat
"Enggak ada apa-apa kok. Perasaan mas Abi aja." jawab Dea
"Jangan panggil mas dong.. panggil Abi aja."
"Tapi, lidah jawaku nggak enak nyebut orang yang lebih tua pake nama aja."
"Emang Dea umur berapa?"
"23.. Mas Abi?"
"Oh, pantes kamu panggil semua yang di kantor pake sebutan kak yah?"
"Iya,, rasanya nggak sopan aja kalo langsung sebut nama. Apalagi kan mereka senior yang udah lama kerjanya."
"Iya emang lebih tua aku sih.. aku 27. Tapi nggak apa-apa kok kalo kamu panggil Abi aja tanpa mas. Biar lebih santai di dengar."
"Oke deh aku coba ya.."
"Udah enakan pusing dan tenggorokannya?"
"Udah,, tapi masih agak pait-pait aneh gitu sih." kata Dea
"Emang baru pernah naik banan boat kayak tadi?"
"Iya. Hehehe kampungan yah?" Dea tersenyum kecil
"Enggak kok, wajar. Tapi enak nggak?"
"Lumayan, tadinya deg-degan siih. Apalagi waktu kita nyebur. Tu rasanya aduuh, enak tapi pusing. Air laut masuk lewat hidung."
"Dea bisa berenang nggak?"
"Emm.. Dikit. Kenapa"
"Enggak, papa pantes aja td gelagapan waktu nyebur di air."
"Hemh, iya.. Untung tadi dipegangin. Makasih ya Bi.. Eh Aku balik dulu ya, udah mau gelap"
"Oke, boleh aku antar ke fila?" tanya Abi
"Boleh." Dea mengangguk
Keduanya berjalan dengan hening, tanpa ada obrolan satu sama lain. Dea masih merasa canggung bertemu dan bersama Abi karena masa lalunya. Hatinya seperti tidak bebas, tidak seperti ketika dia bersama teman yang lain.
Hatinya seperti berperang. Dea memikirkan kata-kata Meli. Bukan salah Abi kalau fisiknya terlihat seperti Rey. Kenapa dia harus mendapatkan perlakuan berbeda hanya karena mirip? Namun Dea masih menyimpan pecahan-pecahan rasa sakit atas kisahnya bersama Rey. Dan rasa sakit itu selalu muncul ketika Dea menatap wajah Abi yang mengingatkannya pada Rey.
Masih sulit baginya memisahkan masa lalu.
Abi berjalan di samping Dea. Mengajaknya bercerita untuk memecah keheningan. Langkah mereka berhenti sampai di depan pintu fila. Abi kembali setelah Dea masuk ke dalam pintu filanya. Langkahnya kakinya menapaki tanah kering menuju fila.
Susah sekali rasanya menembus dinding yang ada padamu Dea. Hal apakah yang membuat kita begitu canggung sedangkan aku sering melihatmu begitu lepas kala bersama yang lainnya. Apakah kamu tahu, betapa bahagianya aku saat kita bisa saling bicara walau hanya satu kata?
Abi tenggelam dalam pikirannya.
Di sisi lain,
Rupanya Rian memperhatikan Dea sedari tadi. Dari saat dia bermain banana boat hingga pulang ke fila bersama Abi. Rian tak bergeming, matanya tertutup kacamata hitam menyimpan kekesalan. Hari ini dia merasa kalah tidak dapat berdekatan dengan gadis pujaannya. Meski Rian melihat Abi berusaha mendekati Dea, namun ia tak menyimpan marah sedikitpun pada Abi. Hatinya lapang, Rian sangat memaklumi bahwa perasaan Abi terhadap Dea memang sama seperti perasaannya. Mereka menjalani persaingan yang fair tanpa saling menjatuhkan.
Api cemburu berkobar dalam hatinya. Rian memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Berjalan di tepi pantai. Menendang pasir di hadapannya.
***
EMANG ADA PERSAINGAN SETENANG INI?
DUH ABI ATAU RIAN YAH?
JANGAN LUPA KOMEN, LIKE N FOLLOW YAH
LOVE...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments