Baby Sitter Kesayangan Tuan Duda

Baby Sitter Kesayangan Tuan Duda

Bab 1

Malam hari, seorang pria berkepala botak datang bertamu ke rumah Hendri. Wajahnya terlihat menyeramkan, garang dan sedikit jutek. Orang itu sangat berpengaruh di desa tempat Hendri tinggal, jadi dia menyambutnya dengan penuh kehati hatian.

"Hendri, jangan terlalu kaku padaku. Kita berdua kan teman," ucap Agus sambil menyunggingkan senyum kecil.

"Iya juragan. Ngomong ngomong apa yang membawa juragan datang berkunjung ke rumah kecilku ini?" Hendri begitu sangat penasaran.

"Aku datang kesini membawa lamaran untuk putri semata wayangmu Malika. Aku ingin melamarnya untuk putraku Dede," sahut Agus singkat dan jelas.

Hendri merasa sedikit terkejut, seorang juragan empang yang kaya raya menginginkan gadis biasa untuk menjadi menantunya. Tapi Hendri tidak heran jika Agus dan putranya tertarik dengan Malika. Malika adalah gadis yang terkenal cantik, pendiam dan lembut. Banyak pria yang datang untuk melamarnya kerumah, tapi selalu Hendri tolak karena Malika masih terlalu muda untuk menikah.

Malika masih 20 Tahun, dia juga baru belajar bekerja mencari uang untuk masa depannya sendiri. Mana mungkin Hendri membiarkan Malika menikah begitu saja.

"Emhm... Bagaimana ya juragan, aku bingung," Hendri nampak menundukkan sedikit wajahnya. Dia merasa tidak enak jika menolak lamaran itu secara langsung.

"Aku menawarkan seratus hektar kebun dan seratus hektar sawah untuk mas kawin. Aku juga akan memberikan Malika sejumlah uang tunai, dan beberapa Empang milikku untuknya. Asal Malika mau menikah dengan putraku Dede," bujuk rayu seorang Agus mulai dikeluarkan. Dia tak mau Dede bersedih jika lamarannya di tolak oleh Malika.

Orang tua mana sih yang tidak ingin masa depan anaknya terjamin? Hidup berkecukupan, bahkan bergelimang harta. Mendengar tawaran dari Agus hasrat ingin cepat kaya dalam jiwa Hendri meronta.

"Aku akan mencoba bicara dengan Malika dulu nanti, jika sudah mendapatkan jawaban aku akan langsung menghubungi nomor juragan," janji Hendri.

"Oke, aku akan setia menunggu jawaban darimu." Agus kembali menyunggingkan sebuah senyum kecil.

***

Keesokan harinya saat sedang sarapan bersama. Hendri mengajak Malika berbincang dan mengutarakan keinginan Agus pada gadis muda itu. Malika kaget, tanpa banyak berpikir dia langsung menolak lamaran dari keluarga Agus.

"Aku tidak mau menikah dengan Dede!" Ucap Malika lantang.

"Pikirkan baik baik Malika. Jika kamu menikah dengannya, masa depanmu dan anak cucumu kelak akan terjamin," Hendri sedikit memaksa. Dia tau betul bagaimana rasanya hidup miskin, dia sangat ingin Malika lepas dari zona kemiskinan yang melilit keluarga kecil mereka.

"Dede mungkin anak orang kaya Ayah, tapi dia preman pasar. Kerjanya setiap hari mabuk mabukan, malak pedagang dan orang orang tidak mampu. Sangat memalukan memiliki suami seperti itu!" Tegas Malika.

Setiap wanita pasti memiliki impian menikah, begitu juga dengan Malika. Tapi dia ingin menikah dengan pria yang berkelakuan baik, bertanggung jawab dan mencintainya dengan tulus.

Menikah itu untuk sekali seumur hidup, Malika tidak mau salah memilih pasangan dan menyesal dikemudian hari. Sosok Dede sungguh tidak layak dijadikan calon imam apa lagi Ayah bagi anak anaknya kelak.

"Kamu ini keras kepala sekali, dinasehati orangtua membangkang. Pokoknya mau tidak mau kamu harus mau menikah dengan Dede, Ayah tidak mau tau itu!" Hendri tetap pada pendiriannya. Dia tidak merasa bersalah telah memaksakan kehendak pada putrinya, karena dia menganggap semua yang dia lakukan demi kebaikan putrinya sendiri.

Mata Malika berkaca kaca menahan tangis, dia merasa kecewa dan sakit hati pada Ayahnya. Satu satunya anggota keluarga yang dia miliki di dunia ini, malah menyesatkannya dan tidak mau mendukung keinginannya.

Malika langsung teringat pada mendiang Ibunya yang baru meninggal beberapa bulan lalu. Andai saja Ibunya masih hidup, wanita itu pasti akan mendukung Malika dan menolak dengan tegas keinginan suaminya.

"Ayah jahat! Aku benci Ayah!" Ucap Malika dengan penuh emosi. Dia membanting sendok diatas piring kemudian meninggalkan ruang makan dengan segera.

"Tunggu Malika! Ayah masih ingin bicara dengan kamu!" Hendri tak terima ditinggal pergi begitu saja oleh anaknya. Sayang, Malika tak peduli dengan panggilan Hendri, bahkan menoleh kearahnya saja tidak.

Malika masuk kedalam kamarnya, dia menutup pintu dan menguncinya. Dia menjatuhkan tubuhnya keatas kasur dan memeluk bantal guling sambil menangis. Malika tak peduli jika suara tangisnya itu terdengar oleh tetangga sekitar rumahnya, yang penting emosi yang ada dalam diri Malika saat ini bisa tersalurkan.

"Apapun yang terjadi aku tidak mau menikah dengan Dede, jika Ayah tetap bersikukuh lebih baik aku pergi dari rumah saja." Gumam Malika lirih.

Tok... Tok... Tok...

Suara pintu di ketuk berkali kali, Hendri belum mau menyerah membujuk Malika agar mau dijodohkan dengan Dede. Kesempatan emas seperti itu tidak akan pernah datang dua kali, dan Hendri sangat ingin memiliki menantu dari keluarga kaya juga terpandang.

"Malika, tolong buka pintunya!" Seru Hendri.

"Aku tidak mau. Berhentilah memaksaku, aku menolak untuk menikah dengan preman pasar itu titik!" Teriak Malika dengan nada tinggi.

***

Pagi buta, Malika membuka jendela kamarnya lebar lebar. Dia melempar sebuah tas keluar jendela, kemudian dia melompat dengan tergesa gesa. Pagi masih buta, semua orang termasuk Hendri masih terlelap dalam tidurnya.

Hendri tidak tau kalau Malika kabur dari rumah. Hal itu terpaksa Malika lakukan karena dia tidak mau menikah dengan putra juragan empang.

Malika naik ojeg pangkalan, dia pergi kearah stasiun kereta api. Malika berencana menyusul Yeni teman dekatnya ke jakarta tanpa sepengetahuan siapapun, termasuk Yeni sendiri.

"Ayah, maafkan aku. Aku harap Ayah bisa mengerti arti kepergian ku suatu saat nanti," batin Malika.

Setelah menempuh perjalanan sekitar delapan jam naik kereta api, Malika tiba di stasiun tujuan. Dia naik Taxi menuju sebuah alamat rumah kontrakan yang pernah Yuni berikan padanya.

"Baru dari kampung ya neng?" Tanya supir Taxi bertampang ramah itu.

"Iya Pak," sahut Malika singkat.

"Kampungnya mana Neng?" Tanya pria tua itu lagi.

"Gandrungmangu, Cilacap Pak,"

"Bapak juga orang Cilacap, tapi dari daerah Sidareja,"

"Ah, aku tidak menyangka bisa bertemu tetangga jauh disini," Malika tertawa kecil.

"Disini mah orang kampung banyak Neng, dari mana mana ada. Semua campur aduk jadi satu, bersaing meraih rupiah,"

"Semoga saja aku bisa bersaing dengan lainnya mencari rupiah dan bisa menjadi sukses," celetuk Malika.

"Amin..."

Obrolan singkat antara Malika dan supir Taxi itu berakhir saat mobil itu tiba didepan sebuah rumah kontrakan khusus perempuan. Jalan kenanga nomor lima, komplek kontrakan melati.

"Akhirnya aku sampai juga," Malika menarik nafas lega.

Usai membayar ongkos sesuai tarif dia langsung keluar dari Taxi dan berjalan menuju sebuah pintu nomor sembilan. Baru saja Malika mau mengetuk pintu, pintu kamar itu terbuka lebar dan sosok Yeni keluar dari dalamnya.

"Hallo, Yeni..." Malika meringis. Yeni melongo, dia kaget bukan main saat mendapati Malika sedang berdiri didepan pintu kamar kontrakannya.

"Tolong carikan aku pekerjaan, kerja apa saja aku mau yang penting dibayar pakai uang," ucap Malika. Dia sama sekali tidak memberi tahu Yeni kalau dia kabur dari rumah untuk menghindari perjodohan.

Yeni menatap Malika Iba, jelas sekali wanita muda itu sedang membutuhkan pekerjaan. Tiba tiba saja dia teringat pada Bosnya yang sedang mencari Baby sitter untuk anaknya. Sepertinya Malika cocok dengan pekerjaan itu.

"Kalau jadi Baby sitter anak tujuh tahun mau tidak?" Tawar Yeni.

"Anak tujuh tahun ada yang masih memakai baby sitter?" Malika sedikit terkejut.

"Ada, dia anak Bosku. Namanya Jessika biasa dipanggil Jessi. Anaknya manja sekali, apa apa minta dilayani, maklum anak orang kaya," jelas Yeni.

"Aku mau jadi Baby sitter anak itu," Malika nampak begitu bersemangat.

"Baiklah, nanti malam aku akan antar kamu kesana. Sekarang kamu istirahat saja dulu," ucap Yeni.

"Oke, terimakasih atas bantuannya ya Julaeha," sebuah senyum mengembang di wajah manis Malika.

"Sama sama. Kita kan teman, sesama teman wajib saling membantu bukan?"

Malika dan Yeni telah berteman sejak kecil, rumah mereka juga lumayan dekat. Hubungan keduanya terjalin dengan baik, bahkan hampir tidak pernah memiliki konflik atau masalah apapun. Mungkin karena Malika dan Yeni memiliki watak dan kepribadian lumayan mirip, jadi mereka bisa saling cocok.

Memiliki teman yang baik adalah sebuah rezeki dari Tuhan yang perlu disyukuri. Di jaman serba moderen dan juga sulit seperti sekarang ini jarang ada orang yang mau membantu temannya, apa lagi secara cuma cuma. Malika benar benar beruntung memiliki teman seperti Yeni.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

LISA

LISA

Aq mampir Kak

2024-05-12

0

Firman Firman

Firman Firman

Alhamdulillah 🤲kmu GK kesasar neng😂

2024-04-01

1

Praised94

Praised94

terima kasih

2024-03-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!