ONCE UPON A TIME IN JAVA
Sore hari di tengah pematang sawah yang padinya terlihat hijau, terlihat 2 anak muda bersenda gurau sambil membersihkan belut yang mereka tangkap. Mereka seperti menikmati apa yang mereka lakukan, karena ini adalah malam terakhir bagi mereka tinggal di desa kelahiran mereka. Ya…mereka akan pergi ke kota besar untuk memenuhi panggilan kerja di Perusahaan kecil yang tergolong baru.
Ahmad dan Jatmiko adalah teman dari kecil, rumah mereka bersebelahan. Mulai dari kecil sampai lulus SMK mereka selalu di sekolah dan kelas yang sama. Dan tempat kerja yang mereka tuju pun sama. Bukan kebetulan mereka memilih perusahaan baru yang membutuhkan banyak karyawan, meskipun pekerjaan yang di dapat sedikit banyak membutuhkan otot, mereka tidak keberatan.
“Haah, tidak terasa ya Jat …. kehidupan sekolah kita sudah berakhir” Ucap Ahmad yang tangannya tidak berhenti memotong dan membuka isi perut belut dengan terampil.
Jatmiko memandang sahabatnya dan tertawa kecil.
“yaah, sebentar lagi kita akan merasakan pahit manisnya mencari uang, siapa tahu tak lama lagi aku akan menemukan jodohku” Celetuk Jatmiko dengan senyum lebar.
Ahmad memandang Jatmiko dengan tatapan kosong. “Memangnya kamu sudah ingin menikah Jat? … Eh … tunggu dulu … memangnya ada yang mau?” Ucap Ahmad.
Di bandingkan dengan Ahmad yang sederhana, Jatmiko dengan rambut ikalnya memang terlihat rupawan.
“Tenang saja Mat, kumpulin uang yang banyak nanti pasti banyak yang antri” jawab Jatmiko dengan bangga.
“Iya...iya, antri mau nagih hutangkan” kata Ahmad bercanda. Sudut bibir Jatmiko berkedut mendengar kata-kata ahmad.
“Buruan bersihin belutnya, Pak Yanto pasti sudah selesai membuat sambal extra pedasnya” gerutu Jatmiko.
Pak Yanto adalah Orangtua dari ahmad, Pak yanto, Bu Yanto dan si kecil Siska.
Sejak kecil keluarga Ahmad sudah menganggap Jatmiko seperti keluarga sendiri. Apalagi setelah kedua Orangtua Jatmiko meninggal setelah terkena pandemi, karena keluarga terdekatnya yang ada di desa merasa keberatan kalau juga harus menghidupi Jatmiko. Pak Yanto menawarkan diri untuk menjadi orangtua angkatnya, karena dia percaya setiap orang punya rejeki sendiri.
Meskipun setiap hari makan dengan lauk seadanya, tidur harus satu kamar dengan Ahmad, Jatmiko tidak mengeluh sama sekali. Rumah kecil ini malah terlihat ramai dengan canda tawa. Jatmiko juga rajin membantu Pak Yanto berjualan di pasar Bersama Ahmad sepulang dari sekolah. Sepulang dari pasar mereka berdua mencari ikan di Sungai dan sayuran segar di sekitar desa mereka. Kalau dapat agak banyak mereka menjualnya sebagian ke tetangga hanya untuk uang jajan.
“Sisa 6 ekor belut Jat” Ucap Ahmad sambil melihat ke sekelilingnya. Merasakan tiupan angin dan pemandangan padi yang bergoyang. “Haahh … udara di kota tidak akan bisa se lezat udara di desa kita Jat, kita nikmati sepuasnya” Lanjutnya sambil menarik nafas dalam dalam.
Jatmiko melihat sekeliling dan tersenyum kecut “Ya … udara di kota rasa knalpot Mat, belum lagi panas dan nyamuknya … huuft” Ucapnya mengenang waktu dia dan Ahmad interview di kota.
Ahmad tertawa mendengar perkataan temannya. “Kayak pernah makan knalpot saja kamu Jat”
Sudut bibir jatmiko berkedut mendengar ucapan Ahmad.
Setelah tidak ada belut lagi untuk di bersihkan, mereka segera memasukannya ke dalam ember plastic dan mereka berjalan pulang melewati jalan pematang sawah.
Sambil menikmati irama music dari serangga yang yang barsautan. Tarian tanaman padi yang bergoyang di tiup angin dan suara katak yang ikut meramaikan simfoni orkestra music desa.
Sambil berjalan dan memandang bulan yang mengintip di langit Jatmiko berkata “Barang-barang kamu sudah di siapkan mat?”
“Sudah … besok pagi tinggal berangkat. Kamu sendiri sudah siap? Awas jangan sampai ada yang tertinggal, Di kota semua serba mahal” Jawab ahmad tapi tidak mendengar tanggapan dari temannya.
Dia menoleh ke samping dan melihat temannya sudah tidak ada di sebelahnya lagi. Ahmad menoleh kebelakang dan melihat Jatmiko berhenti berjalan dengan muka yang agak aneh. “Kamu kenapa Jat?” Tanya Ahmad sambil berjalan mendekat.
“Lihat Mat … Ba-banaspati!!! Teriak Jatmiko ketakutan dengan jari menunjuk ke satu arah di langit.
Ahmad melihat arah yang di tunjuk oleh Jatmiko, Takjub dan heran dengan apa yang di lihatnya. Bola api kecil terlihat meluncur di langit yang gelap.
Ahmad tersenyum melihat temannya “Jat, tahun depan kita sudah mau ganti Presiden … masih percaya saja sama yang begituan, Kamu terlalu banyak nonton yutube misteri” Celetuk Ahmad sambil tersenyum ke arah temannya.
“Haah … lalu itu apa … santet?” Kata Jatmiko dengan mata masih melotot melihat ke langit.
Ahmad tersenyum kecut mendengar pertanyaan dari temannya. “Bukan banaspati, bukan santet juga, itu meteor … keren kan”
“Meteor? Kamu yakin Mat?” Tanya Jatmiko yang masih memandang bola api menyala yang terlihat semakin kecil menjauh.
“Iya 100% yakin, kita beruntung bisa melihat meteor jatuh … baru pertama kali aku melihat kejadian langka ini” Ahmad berkata sambil menatap langit “Ayo, sambal Bapak sudah menunggu … belut ini sudah meronta ingin berenang di penggorengan” Seru Ahmad mengagetkan temannya sambil meraih bahu Jatmiko dan menyeretnya agar melangkahkan kaki.
“Ahh iya …. gara-gara Banaspati, sambal extra pedas Pak Yanto terlupakan” Kata Jatmiko terkekeh sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Seolah lupa kalau dia baru saja ketakutan. Ahmad hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah temannya. Mereka pun melanjutkan berjalan kaki di pematang sawah.
Suatu tempat di dekat daerah pegunungan terdapat sebuah danau, yang di dalam danau itu terlihat kawah yang cukup besar. Terlihat di tengah kawahnya terdapat batu meteor yang berukuran sangat kecil.
Batu ini berwarna hitam dengan sesekali berkilau merah. Batu itu nampak sangat panas sehingga terlihat banyak buih-buih udara di sekitarnya yang naik ke permukaan. Selang beberapa waktu kemudian air danau kembali tenang, tampak ada beberapa ikan yang mengapung tidak bergerak di dekat jatuhnya batu tersebut.
Kembali ke kawah di dasar danau, batu meteor itu terlihat seperti mengeluarkan gelombang radiasi yang mempengaruhi lingkungan di sekitarnya.
Makhluk air yang terkena paparan radiasi terlihat bergerak tidak beraturan seperti merasakan rasa sakit yang teramat sangat. Ikan, udang dan kepiting saling berbenturan dan berlarian di dasar danau.
Setelah beberapa waktu terlihat gigi ikan yang awalnya kecil sekarang terlihat lebih besar, duri di atas kepalanya tampak perlahan memanjang dan menakutkan. Capit udang dan kepiting juga terlihat lebih besar, cangkang kulit mereka yang tadinya polos, sekarang terdapat duri-duri tajam.
Radiasi dari batu meteor seperti membawa perubahan yang besar pada makhluk hidup yang ada di air. Mereka terlihat lebih agresif, lebih mengintimidasi dan menyerang apapun yang ada di dekatnya.
Kepiting menyerang ikan besar yang lewat di depannya, udang kecil yang menggerogoti bangkai kepiting yang baru saja dia tundukan. Seakan untuk menunjukan siapa sekarang yang berdiri di puncak rantai makanan.
Di tepian danau seekor belalang berjalan mendekat, kemudian melompat ke permukaan air yang tenang. Lalu dari bagian belakang belalang tersebut terlihat cacing keluar dengan parlahan. Cacing itu kecil tapi sangat panjang, Melebihi panjang dari tubuh belalang yang dikendalikanya. Setelah cacing keluar dari tubuh serangga, makhluk aneh itu menyelam ke kedalaman danau yang gelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
ayon purdi
terimakasih komennya, maaf kalau ada salah ketik, masih baru mulai soalnya/Bye-Bye/
2023-11-09
0
Rudy Anto
wah seru
2023-11-09
0
Mabel
Waw, nggak bisa berhenti baca!
2023-11-09
0