Bahagia Setelah Menikah
"Bi, lusa aku sudah mulai kerja,jadi besok udah harus nyari kost dekat tempat kerja." kataku sambil mendekati Bibi di dapur.
"Oh gitu," sahut Bibi, namun terlihat wajahnya tak senang. Tangannya sibuk mengiris sayur tanpa menatapku.
"Tolong beritahu Paman ya Bi, soalnya aku ngga takut ngomong langsung, kalo Bibi kan udah terbiasa gimana caranya ngomong biar Paman ngga marah." Lagi ku bujuk Bibi biar mau menuruti keinginanku.
Ya meskipun aku tau tabiat Bibi yang tak memihak padaku,namun tetap saja saat ini aku membutuhkannya untuk membujuk Paman. Ia isteri pamanku,aku rasa Bibi sudah terbiasa membujuk Paman dalam hal-hal yang penting.Apalagi aku sudah dianggap sebagai anak kandung oleh mereka semenjak Bapak dan Ibu meninggal.
Pamanku memiliki watak yang keras,merasa bahwa yang dipikirkannya adalah yang terbaik. Paman memiliki pikiran anak harus patuh pada keputusan orang tua,merasa bahwa orang tua yang harus menentukan pilihan hidup kedepannya.
Pemikiran seperti inilah yang paling tidak kusukai dari Paman. Pemikiran zaman dulu yang aku rasa sangat mengekang anak,yang pada akhirnya membuat para anak tidak bebas mengekspresikan diri.
Melihat Bibi seperti itu,segera kutinggalkan ia di dapur. Biarlah nanti esok ku bicarakan langsung pada Paman. Apapun resikonya akan aku hadapi. Tekadku sudah bulat untuk langsung bekerja.
Malamnya ku tata semua pakaian yang akan digunakan nanti di tempat kerja,sekalian pakaian rumah. Setelahnya aku memberi kabar pada Ken pacarku bahwa besok aku tetap akan berangkat. Ken sudah sedikit tahu tentang tabiat Paman dan Bibi. Jadi ia sedikit ragu aku bisa langsung bekerja.
Ken sudah mempersiapkan semua keperluanku di sana. Mulai dari kost sudah ia bayar untukku,bahkan kerjaan ia yang telah mencari peluang untukku.
Pagi-pagi sekali aku bangun,bergegas ke dapur memanaskan air untuk mengganti air termos sekalian untuk masak. Ku bereskan semua kerjaan di dapur agar tak diomelin Bibi atau kadang tak diberi muka. Hal seperti ini juga yang membuatku tak betah di rumah. Inginku cepat-cepat pergi dari rumah dan segera bekerja.
Bibiku adalah seorang guru di sebuah Sekolah Dasar sedangkan Paman hanyalah seorang petani. Mungkin karena ia guru makanya tak ingin bekerja di dapur. Ia memiliki pemikiran bahwa tugasnya mencari duit. Sisanya orang di rumah yang bekerja mulai dari memasak,mencuci dan pekerjaan rumah yang lain.
Setelah semua pekerjaan dapur beres aku bergegas ke kamar sambil menunggu Paman bangun. Beberapa menit kemudian terdengar Paman sudah bangun,dan tengah bersantai di teras rumah. Aku merasa inilah waktu yang tepat untuk meminta izin. Segera ku hampiri Paman di teras.
Mendengar langkah kaki mendekat,Paman segera menoleh padaku, sedikit terkejut melihatku pagi-pagi sekali menghampirinya dengan wajah serius namun sedikit takut.
"Paman,hari ini aku harus berangkat ke kota tempat pekerjaan yang baru. Soalnya besok sudah mulai bekerja. Hari ini aku sudah harus membereskan kost dan membeli perlengkapan selama tinggal di sana."
"loh,ngapain kamu kerja ke sana? Bukankah sudah Paman katakan nanti kamu buka usaha aja di rumah? Nanti dikasih modal sama Bibimu." jawabnya dengan wajah yang sudah terlihat marah.
"kok gitu? Kan dari awal aku udah bilang sama Paman dan Bibi,aku pulang dari Bali mungkin hanya beberapa hari di rumah akan langsung bekerja di kota. Pekerjaan itu sudah dipersiapkan untuk aku. Mana mungkin aku biarkan begitu saja. Sedangkan orang susah-susah cari kerja,kenapa aku sekalinya cari langsung dapat malah ku sia-siakan." balasku dengan rasa kesal.
"kamu itu kenapa susah sekali diberi saran? Paman sama Bibimu punya rencana yang baik buat masa depan kamu biar nanti ngga susah kerja sama orang."
"Aku tetap akan berangkat hari ini Paman,aku tak akan menyia-nyiakan pekerjaan yang sudah aku dapatkan."
"Terserah kamu,Paman tidak setuju dengan pekerjaanmu itu. Lebih baik kamu di rumah sambil jualan kecil-kecilan dari pada jauh-jauh ke kota bekerja."
"Jualan kecil-kecilan Paman bilang?terus siapa pembelinya?sedangkan tetangga kita semua rata-rata adalah penjual. Lagian mau dapat modal darimana Paman?" bantahku lagi.
Pengalaman dari bekerja di Bali membuatku bisa membaca keadaan di sekitar kami tidak memiliki peluang bisnis. Dan aku benar-benar tidak setuju dengan ide Paman. Lagian mau dapat modal dari mana? Buat makan kami serumah saja tidak cukup. Anak Pamanku sangat banyak. Gaji seorang guru sekolah dasar mana cukup membiayai kami semua. Apalagi mau modalin aku buka usaha,sangat tidak memungkinkan.
"Kalo kamu tetap bersikeras untuk bekerja di sana,Paman tidak perduli lagi dengan kehidupanmu. Atur saja semua sesuai keinginanmu. Paman sudah tidak mau tahu denganmu lagi." terlihat Paman semakin marah,ia terlihat mengepalkan tangan menahan amarah agar tak menamparku.
Melihat Paman seperti itu,segera aku ke kamar. Di sana ku tumpahkan tangisku yang sempat ku tahan saat berdebat. Aku merasa betapa Paman sangat egois. Bukannya merasa senang aku memperoleh pekerjaan di kota,malah dihalangi masa depanku.
setelah puas meluapkan emosiku lewat tangisan,segera ku tenangkan diri dan mulai berpikir jernih. Apakah aku harus patuh pada Paman atau tetap pada pendirianku untuk bekerja di kota dan mandiri.
Dalam keadaan kalut,tiba-tiba teringat akan Ken pacarku. Bergegas ku raih handphone yang ku tinggalkan di atas tempat tidur. Ku ceritakan masalahku pada Ken,bahwa Paman tidak ingin aku bekerja di kota.
"kamu sudah dewasa Kin,sudah saatnya kamu memutuskan sendiri untuk masa depanmu tanpa terpengaruh dari orang lain sekalipun itu Pamanmu. Kamu punya hak penuh atas masa depanmu. Pekerjaan yang aku cari untukmu saat ini tidak semua orang berkesempatan mendapatkannya. Kamu beruntung langsung bisa diberi kesempatan. Pikirkan lagi baik-baik sebelum nanti kamu menyesal." begitulah balasan pesan WhatsApp dari Ken ketika ku ceritakan perdebatan ku bersama Paman.
Mendapat balasan seperti itu dari Ken,semakin membuat aku yakin dengan keputusanku dari awal bahwa aku akan tetap berangkat kerja. Ku raih tas berisi pakaian yang telah tersusun rapih di samping tempat tidur dan ku letakkan di motor.
Paman terlihat masih setia duduk di teras rumah,segera ku hampiri dan berpamitan. Aku tak peduli dengan raut wajah penuh kemarahan itu.
"Paman,aku pamit berangkat sekarang."
"Terserah,itu pilihanmu aku tak perduli lagi denganmu yang tak mau mendengarkan ku." sahutnya tanpa menoleh padaku.
Aku diam saja tanpa membalas. Ku cari Bibi ,ternyata lagi tidur di kamar.
"Bi,aku pamit berangkat sekarang."kataku sambil memandangi punggung bibi.
"Ya." hanya itu jawaban bibi tanpa menoleh padaku.
Tak mau buang-buang waktu lagi,ku hidupkan motor dan segera pergi dari rumah. Dalam hati aku berdoa pada Tuhan,semoga keputusan yang aku ambil saat ini benar. Saat ini yang terpenting adalah bekerja dan tidak membebani Paman dan Bibi ku.
sebelumnya aku sudah terbiasa hidup mandiri bekerja di Bali.
Lagi asik dengan pikiranku,tiba-tiba bunyi notifikasi hp pertanda ada pesan masuk. ku hentikan motor di pinggir jalan, dan segera kuambil handphone yang ku letakan dalam saku jaket, siapa tau itu pesan WhatsApp dari Ken.
Ternyata DM masuk dari akun baru dan bukan salah satu follower ku,terlihat ada permintaan persetujuan mengizinkan pesan atau tidak. Segera ku tekan mengizinkan.
"Halo kak,maaf sebelumnya,aku hanya ingin bertanya,apakah kakak Kin adalah pacarnya Ken?" begitulah bunyi pesan dari akun baru.
Terlihat itu adalah akun wanita.
sejenak perasaan gelisah menghantuiku,namun untuk sementara waktu segera ku tepis. Masih ada hal penting yang harus ku selesaikan saat ini. Nantilah baru kutanyakan pada Ken siapa pemilik akun itu.
langsung saja ku balas DM dari akun tersebut.
"iya."hanya itu balasanku. Saat ini aku tak ingin ribet. Fokusku adalah segera tiba di kota tempat bekerja.
"Oke baik kak.terima kasih."langsung dibalas oleh pemilik akun.
Balasan DM itu hanya ku baca....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Salmon Udju
Hubungan keluarga yang harmonis adalah hubungan keluarga yang tidak pernah lari dari masalah dalam keluarga, tetap saling menghargai dam saling mengayomi😇
2024-02-07
0