Sudah beberapa bulan ini aku sibuk dengan pekerjaanku sambil membantu Ken di rumah peternakan. Usaha Ken semakin membuahkan hasil. Terlihat dari permintaan untuk penjualan ayam potong semakin tinggi. Ken semakin banyak memiliki pelanggan tetap entah dari warung bahkan restoran serta untuk kebutuhan makan per rumah tangga sehari-hari.
Ibu dan Bapak Ken semakin senang melihat kemajuan usaha anaknya. Mereka mendesak aku dan Ken menemui keluargaku untuk lamaran. Aku mulai kepikiran akan Paman dan Bibi yang tak menyukai Ken. Selama ini Sibuk dengan pekerjaan di tambah dengan hubunganku bersama Ken yang mengalami masalah,membuatku melupakan membereskan satu hal penting lagi,yaitu mendapatkan restu dari Paman dan Bibi.
Aku berpikir keras bagaimana caranya membuat alasan pada orang tua Ken agar menunda sebentar sambil aku meluluhkan hati Paman dan Bibi. Belum lagi Ken tidak mengetahui akan ketidaksukaan Paman dan Bibi terhadapnya. Entah apa respon Ken setelah tahu. Aku belum siap menerima keputusan Ken jika ia tahu bahwa Paman dan Bibi tak menyukainya.
Akhirnya aku menemukan alasan untuk menunda lamaran dari Ken. Aku katakan pada orang tua Ken bahwa Paman dan Bibi masih sibuk mengurus pernikahan sepupuku. Anak dari saudara ibu ku di kampung. Kebetulan saat itu benar-benar semua keluargaku disibukkan dengan acara tersebut.
"Acara lamaran tak memakan waktu lama,dan lagi pihak kita yang menyiapkan semuanya,mereka hanya tinggal menyambut kita di rumah. Kenapa tidak di terima saja ?" ibu Ken bertanya pada bapak Ken dengan sedikit rasa curiga.
"Mungkin saja mereka ingin fokus menyelesaikan acara nikahan saudaranya Bu biar ngga terganggu." Ucap bapak Ken menenangkan.
Aku mendengar semua percakapan calon mertuaku dari luar saat baru saja tiba di rumah peternakan. Pura-pura baru tiba dan tak mendengar percakapan calon mertua aku sengaja memutar arah mencari Ken yang sedang berada di kandang yang sedang di steril.
Sebenarnya aku mulai panik. Aku rasa orang tua Ken sudah mulai mengendus bahwa aku sengaja menunda lamaran dari Ken karena ada sesuatu hal. Aku harus secepatnya membicarakan hal ini bersama Paman dan Bibi. Nanti bagaimanpun hasilnya aku harus jujur pada Ken.
Dengan hati yang gundah karena kepikiran akan percakapan calon mertua ku tadi,ku temui Ken yang sedang memantau kandang yang sedang di steril. Melihat kedatanganku Ken segera tersenyum hangat. Aku sedikit tenang melihat Ken menyambutku dengan baik. Ken selalu bisa membuatku merasa nyaman di kala aku merasa seperti seorang diri saat menghadapi masalah.
"Wajahnya kenapa seperti tak bersemangat Yang? Ada masalah?" Ken segera mengulurkan tangannya dan menggandeng tanganku. Ken menuntunku duduk di rumah kecil tempat bersantai.
"Besok libur aku ingin menemui Paman dan Bibi Yang." Jawabku lesu
"Apa perlu ku temani ke sana Yang ? Kalau kamu takut sama Paman dan Bibi,biar aku temani besok."
"Ngga usah Yang,aku bisa sendiri. Kamu pantau saja jalannya usaha ini,apalagi sekarang permintaan lagi meningkat."
"Baiklah,kalau kamu butuh aku temani kesana nanti tinggal bilang aja,aku siap menemani Yang." Ken tersenyum sambil mengelus kepalaku.
diperlakukan seperti itu oleh Ken,sejenak rasa nyaman menyelimuti ku.
Mendapat dukungan hangat dari Ken,semangatku mulai bangkit untuk berjuang mendapatkan restu dari Paman dan Bibi. Aku bertekad untuk tidak mengecewakan orang tua Ken. Mereka sudah sangat baik dengan memiliki niat melamar ku untuk anaknya. Besok aku harus menemui Paman dan Bibi. Apapun keputusannya aku harus berhati besar menerimanya.
Berbincang-bincang sebentar bersama Ken dan orang tuanya,aku pamit pulang. Kebetulan hari sudah sore. Aku harus cepat beristirahat karena besok akan menempuh perjalanan jauh sendiri menemui Paman dan Bibi.
Besoknya pagi-pagi sekali aku bangun. Membuat sarapan sebentar,setelahnya aku bergegas mandi. Aku harus berangkat pagi menghindari teriknya panas matahari di jalan.
Selain itu sengaja berangkat pagi agar sorenya bisa langsung balik lagi karena besoknya aku harus bekerja.
Setelah semua siap,aku berangkat. Tak lupa aku mengabari Ken bahwa aku berangkat sekarang.
Dua jam menempuh perjalanan,akhirnya aku tiba di rumah Paman dan Bibi. Ku lihat rumah sangat sepi. Sepertinya Bibi masih di sekolah bersama sepupuku dan Paman entah ke mana. Mungkin Paman hanya pergi sebentar ke tetangga sebelah,ku lihat pintu rumah tak di kunci.
Benar saja dugaan ku tak lama Paman datang bersama temannya.
"Eh,kapan sampainya Kin ?" ku lihat Paman terkejut mendapati ku di rumah.
"Baru beberapa menit yang lalu Paman."Jawabku sambil membawa masuk tas berisi buah tangan yang sudah ku beli saat di perjalanan tadi.
"Oya,Bibi dan adikmu Glen masih di sekolah. Tolong masak makan siang ya Kin."
"Iya Paman." Aku segera bergegas ke dapur untuk memasak. Ku lihat Paman keluar lagi bersama temannya entah pergi ke mana.
Setelah setengah jam berkutat dengan alat masak di dapur,aku berhasil menyiapkan makan siang. Tinggal menunggu Bibi dan sepupuku Glen pulang dari sekolah.
Sambil menunggu ku cek hp yang sedari tadi ku simpan di dalam tas. Ada pesan WhatsApp dari Ken yang menanyakan apakah aku sudah tiba di rumah. Segera ku balas pesan dari Ken dan mulai berselancar di Facebook.
Tak lama kemudian,terdengar bunyi motor memasuki pekarangan rumah. Sepertinya Bibiku dan saudaraku Glen telah pulang. Aku menyambut mereka di depan.
"Kinly kapan sampai ?"tanya Bibi terkejut sama seperti Paman.
" Sudah dari beberapa jam yang lalu Bi." ku ulurkan tangan menyalami Bibi.
" Kak Kinly." Glen tiba-tiba langsung datang memelukku setelah tadinya memarkirkan motor.
Aku tersenyum menyambut pelukan adik ku Glen. Glen baru duduk di SMP kelas dua. Anak Paman dan Bibi ku yang satu ini sangat menyayangiku. Terlihat dari caranya yang selalu membantuku di saat melakukan pekerjaan rumah. Ia tak akan membiarkan ku sendiri saat melakukan pekerjaan rumah. Tanpa di minta ia akan siap membantu ku sambil mengajakku bercerita.
Sementara itu sambil menunggu Bibi dan Glen berganti baju,aku segera menyiapkan makan siang di meja. Tak lupa buah yang ku bawa tadi, ku letakkan di meja sebagai pencuci mulut.
sementara menata makan siang di meja,terdengar Paman sudah pulang,namun tak bersama temannya lagi. Mungkin temannya tak mampir lagi dan langsung pulang.
Merasa semuanya sudah lengkap Bibi mengajak kami semua untuk makan. Bibi sudah sangat hafal jika aku di rumah maka makanan sudah pasti tersedia di meja makan. Bibi tak akan repot-repot lagi memasak saat tiba di rumah.
Kami bertiga makan dengan santai sambil sesekali Paman dan Bibi bertanya tentang pekerjaanku. Aku menjawab seadanya. Pikiranku saat ini sedang mencoba mencari cara bagaimana memberitahu Paman dan Bibi bahwa Ken akan datang melamar.
Selesai makan kami bertiga masih duduk bersantai di ruang makan. Paman dan Bibi saling bertukar cerita. Bibi menceritakan bagaimana teman gurunya di sekolah ada yang baik dan menjengkelkan menurutnya. Kebiasaan Bibiku jika kesal pada temannya,ia akan berbagi cerita pada Paman. Paman akan menanggapi dengan cara menenangkan namun kadang juga ikut menambah kemarahan. Begitulah kebiasaan Paman dan Bibiku yang terkadang membuatku tak nyaman.
Merasa suasananya kondusif,aku segera berbicara.
"Paman,Bibi,aku ingin mengatakan sesuatu."
Paman dan Bibi langsung menatapku.
"Katakan saja Kin,apa itu?" jawab Paman penasaran. Bibi hanya diam dan menungguku berbicara selanjutnya.
"Begini Paman,Bibi." Aku menjedah ucapanku takut Paman dan Bibi akan marah,karena aku sangat tau sifat mereka.
"Ken akan datang melamar ku dalam waktu dekat." ku selesaikan ucapanku dengan susah payah.
Paman dan Bibi langsung terdiam dan saling memandang. Bisa ku lihat roman wajah Paman yang berubah merah. Sedangkan Bibi terlihat menundukkan wajah tak peduli namun terkesan marah.
"Paman saat ini sibuk dan banyak urusan. Katakan padanya Paman tak punya waktu."
Kata-kata yang diucapkan Paman sejenak membuatku terkejut. Tak ku sangka Paman masih juga tak menyukai Ken.
Aku terdiam tak bisa lagi berkata-kata. Bibi juga terlihat diam saja tanpa menatap padaku. Aku berharap Bibi memiliki pendapat lain membujuk Paman. Namun sepertinya dari sini bisa ku tangkap sepertinya Bibi yang sangat tak menyukai Ken.
Sejenak keheningan tercipta di antara kami bertiga,aku berusaha menguatkan hati. Sedangkan Paman ku lihat sangat kesal. Entah mengapa ia sangat marah padahal aku hanya mengatakan bahwa Ken ingin melamar.
"Orang tua Ken sudah menyiapkan hal ini Paman dari jauh-jauh hari. Mereka sangat ingin aku menyampaikan niat mereka sebelum datang." Tanpa perduli kemarahan Paman ku utarakan lagi maksud ke kedatanganku hari ini.
Paman semakin terlihat marah. Tangannya mengepal kuat dan menatapku nyalang.
"Katakan pada Ken dan keluarganya,aku sibuk dan tak punya waktu. Sekalipun mereka memaksa untuk datang aku tak perduli."
Selesai berkata seperti itu,Paman beranjak bangkit dari tempat duduk dan masuk kamar. Bibi juga menyusul Paman tanpa menghiraukan ku .
Aku terdiam memikirkan sikap Paman dan Bibi yang menurut ku tak menunjukkan sikap sebagai orang tua. Kali ini bukan rasa takut yang aku rasakan,namun rasa kesal karena mendapat respon tak masuk akal dari Pamanku yang menurutku malah terkesan kekanakan.
Sebenci itu kah Paman terhadap Ken ? Hanya karena kesalahan kecil yang menurutku masih bisa di toleransi dan bahkan sebagian orang mungkin tak terlalu mempermasalahkan. Paman terlihat seperti orang yang menyimpan dendam.
Mendapat respon tak terduga seperti ini aku semakin Yakin untuk hidup sesuai prinsip ku selama ini. Aku sudah yakin dengan tetap memilih Ken. Tanpa terlalu memikirkan Paman dan Bibi yang menurutku aneh aku segera beranjak untuk beristirahat. Beberapa jam lagi aku harus bersiap untuk pulang ke kota.
Saat ingin masuk ke kamar,ku lihat Glen sedang duduk di ruang tengah,sepertinya ia mendengar kemarahan Paman padaku tadi. Glen hanya diam menatapku sedih. Aku tersenyum padanya. Mungkin ia merasa tak enak melihatku di perlakukan seperti itu oleh orang tuanya.
Ku urungkan niat untuk masuk ke kamar. Ku ajak Glen untuk pergi berbelanja apapun yang ia sukai. Glen langsung gembira saat ku ajak berbelanja.
Sengaja berlama-lama di luar bersama Glen demi menunggu waktu untuk balik ke kota. Aku dan Glen bercerita sambil menikmati ice cream yang kami beli. Larut dengan cerita Glen yang menurutku lucu membuatku lupa akan perasaan marah pada Paman dan Bibi. Tak lupa aku membeli jajan untuk Paman dan Bibi,biar nanti Glen yang berikan.
"Glen ayok pulang. Kakak harus siap-siap balik ke kota." ku ajak Glen untuk segera pulang.
"Iya Kak. Kapan lagi kakak ke sini ?" tanya Glen sambil menatapku penuh harap
"Belum tau,soalnya setelah ini kakak bakalan sibuk karena banyak program."jawabku sambil beranjak pulang bersama Glen.
"Begitu ya." ucap Glen dengan lesu. Ia terlihat mulai tak bersemangat lagi.
"Ngga usah di pikirin,nanti kakak ke sini kita belanja-belanja lagi."Hibur Ku pada Glen.
Glen kembali ceria. Ia mulai bersenandung ria hingga kami tiba di rumah. Sampainya di rumah,segera ku siapkan tas yang aku bawa.
Rasa bahwa tak ada yang ku lupakan,aku segera pamit pada Paman dan Bibi. Mereka hanya mengatakan iya tanpa mengantarku sampai ke depan atau sekedar berkata hati-hati di jalan. Sejenak aku merasa sedih. Begini rasanya jika bukan orang tua kandung. Mereka tak akan perduli pada kita di saat marah. Berbeda dengan orang tua kandung semarah apapun mereka akan tetap memikirkan keselamatan anaknya.
Mengesampingkan rasa sedih yang kurasakan aku pamit pada Glen. Hanya Glen yang terlihat sedih dan mengantarku sampai di depan rumah. Anak itu membuatku merasa tak sendiri saat ini.
Kali ini aku gagal lagi mendapat restu dari Paman dan Bibi. Entah apa nanti yang harus ku katakan pada Ken dan orang tuanya. Aku tak bisa lagi menutupi apapun lagi dari Ken. Aku harus jujur. Apapun nanti tanggapan dari Ken aku harus berbesar hati menerima.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments