" Jadi gimana Yang, tanggapan Paman dan Bibi?" Pertanyaan Ken saat aku duduk bersantai di rumah peternakan bersamanya.
Sambil menghela napas berat ku ceritakan semua. Termasuk sikap Paman yang sangat tak menyukai Ken. Sengaja ku ceritakan semua tanpa ada yang ku sembunyikan. Aku ingin tau sebesar apa cinta Ken padaku ketika mengetahui Paman dan Bibi tak merestui hubungan ku bersamanya.
Ku lihat Ken tampak tenang setelah mendengar kejujuran ku. Ia masih diam seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Hatiku deg-degan. Aku takut Ken akan menyerah dan mungkin saja akan memilih melanjutkan hubungannya dengan Tania. Atau mungkin Ken akan memutuskan hubungan dengan ku. Berbagai prasangka buruk berkecamuk dalam diriku.
"Aku punya ide Yang,tapi ini sedikit gila menurutku. Namun ini satu-satunya jalan agar bisa mendapatkan restu dari Paman sama Bibimu." Tiba-tiba Ken bersuara membuyarkan ku dari semua pikiran buruk.
"Tapi sebelum ide ini digunakan,kita coba sekali lagi mencari cara agar mendapat restu. Bagaimana kalau aku yang mencoba untuk menemui Paman dan Bibi untuk mengambil hati mereka ? Anggap saja sebagai bentuk permintaan maaf ku."
Mendengar Ken berkata seperti itu aku sangat terharu. Ternyata Ken tak serta merta langsung menyerah ketika tahu hubungan kami tidak direstui. Ia masih mau memperjuangkan hubungan ku dengannya meskipun terhalang restu. Aku semakin yakin akan kesungguhan Ken yang benar-benar ingin berubah.
"Tapi ide yang kamu maksud tadi apa Yang ? Aku penasaran ide yang akan diutarakan Ken. Sedikit was-was ku tunggu jawaban dari Ken.
"Tapi janji jangan marah ya ? Kalau kamu tak setuju kita cari ide lain."
"katakan saja,aku ingin tau sebelum memutuskan." Ku desak Ken untuk segera menutupi rasa penasaranku.
"Kamu harus hamil agar bisa direstui." Dengan hati-hati Ken mengutarakan idenya. Suaranya terdengar sangat pelan.
Mendengar ide dari Ken,aku terdiam. Jujur aku sangat syok. Namun sengaja aku tak ingin Ken tau dengan perasaanku saat ini.Ada ketakutan juga yang kurasakan. Hamil di luar nikah bukanlah perkara gampang. Apa kata orang terlebih tetangga rumah Paman dan Bibi yang ku kenal sangat julid. Hal ini juga yang membuat Paman dan Bibi semakin mengekang ku karena tak tahan dengan para tetangga yang julid jika aku membuat kesalahan.
"kalau kamu ngga setuju kita cari ide lain Yang. Aku tak memaksa untuk menggunakan ide itu." Takut-takut Ken mencoba membujuk ku.
"Aku setuju. Tapi sebelum itu kita coba dulu meluluhkan hati Paman dan Bibi." Aku mengiyakan ide dari Ken.
Saat ini yang aku pikirkan adalah umurku yang sudah menginjak 28 tahun. Aku takut jika terlambat menikah maka tak bisa hamil atau bisa jadi Ken akan menyerah dan meninggalkanku karena lelah memperjuangkan hubungan kami. Aku sudah tak perduli dengan perkataan orang. Aku bukan anak sekolahan yang harus takut jika hamil. umur ku sudah matang,sudah sangat siap untuk berumah tangga.
"Baiklah. Kapan kamu libur Yang? Biar bisa bareng aku ke rumah Paman dan Bibi. Aku harus coba mengambil hati Paman dan Bibi." Mata Ken berbinar bahagia menyambut persetujuanku atas idenya tadi.
"Lima hari lagi aku libur. Aku akan menyiapkan buah tangan. Aku tau apa kesukaan Paman dan Bibi." Tak kalah semangatnya dengan Ken aku mendukung penuh keinginan Ken. Aku bahagia Ken rela mengalah pada Paman dan Bibi dengan cara mengambil hati mereka. Andaikan pria lain mungkin saja akan pergi meninggalkan ku. Apalagi bertemu Paman dan Bibi yang pikirannya masih kolot.
Akhirnya tiba juga hari libur yang ku tunggu-tunggu bersama Ken. Sedari malam Ken menyuruh ku cepat tidur agar besoknya tak terlambat bangun. Pagi-pagi sekali Ken sudah tiba di kost. Aku juga sudah siap untuk berangkat. Sengaja kami berangkat pagi-pagi sekali agar nanti banyak waktu bersama Paman dan Bibi. Rasa tak ada yang kami lupa, kami pun segera berangkat. Dalam hati aku berdoa pada yang Kuasa semoga dilancarkan tujuan kami.
Seperti biasa,setelah dua jam menempuh perjalanan kami tiba di rumah Paman dan Bibi. Sangat kebetulan Bibi berada di rumah mungkin lagi izin tak masuk sekolah. Namun Paman tak terlihat. Bibi hanya di temani sepupu ku Glen yang sedang membantu Bibi merawat bunga.
"Pagi Bi." Ku sapa Bibi dan mencium tangannya. Ken juga mengikuti ku dan melakukan hal yang sama.
Bibi tersenyum menyambut kami. Dalam hati aku merasa lega. Sepertinya Bibi maupun Paman sudah tak marah lagi padaku.
"Paman mana Bi ?" tanya ku pada Bibi sambil celingak-celinguk mencari keberadaan Paman.
"Lagi berkebun sama temannya. Ayok masuk Ken."
"Glen tolong buatkan minum untuk kakakmu."
Bibi mempersilahkan kami masuk dan segera ke belakang mencuci tangan.
Aku dan Ken masuk ke dalam. Buah tangan yang sudah ku siapkan ku serahkan pada sepupuku Glen. Ia sangat senang menerimanya.
Tak lama Bibi kembali ke depan menemaniku bersama Ken,di ikuti Glen yang membawa nampan berisi minuman air putih hangat dan teh. Glen sudah tahu bahwa Ken tidak menyukai minuman manis.
"Silahkan kak minumannya." Glen mempersilahkan dan kembali ke belakang.
"Paman jam berapa pulang Bi?" Tanya Ken mencoba membuka percakapan bersama Bibi. Aku tersenyum melihatnya. Baguslah Ken mulai mengakrabkan diri pikirku.
"Ngga tau Nak. Kadang balik,kadang juga ngga. Sepertinya Paman sangat ingin menyelesaikan kerjaannya. Sudah dari empat hari yang lalu Paman sibuk di kebun." Sambil tersenyum Bibi menjelaskan kegiatan Paman akhir-Akhir ini.
"Oh, gapapa Bi, biar aku sama Kinly nunggu Paman biarpun sampai sore gapapa." Ken dengan cepat menjelaskan pada Bibi bahwa ia tak menyerah
"Sepertinya Paman sampai gelap baru balik ke rumah Nak. Kasian nanti kalian kemalaman pulangnya." Lagi Bibi berusaha mematahkan semangat Ken yang tak ingin menyerah.
"Kita coba tunggu saja Bi,siapa tau nanti Paman balik." Sekali lagi tak ingin menyerah Ken berusaha menjelaskan bahwa ia tetap menunggu.
Bibi hanya tersenyum mengangguk pada Ken.
Aku yang dari tadi hanya menyimak mulai tersadar. Sepertinya Paman tak ingin bertemu aku dan Ken. Masa dari pagi sampai malam baru Paman balik ke rumah. Biasanya Paman tidak seperti itu .Aku mulai kecewa. Ku lihat Ken juga sudah menyadari hal itu. Wajahnya sudah terlihat kecewa.
"Biar kami duduk di bangku di bawah pohon saja Bi sambil menunggu Paman." Ku ajak Ken ke tempat bersantai. Sengaja ingin jauh dari Bibi karena ingin berbicara berdua.
"Baiklah. Bibi mau melanjutkan merawat bunga. Untuk makan siang sudah Bibi masak. Nanti Kin ajak Ken ya makan siang. Bibi juga mau ke tempat teman ada keperluan sedikit." Setelah berkata,Bibi langsung beranjak pergi.
"Iya Bi." sahut ku. Segera ku ajak Ken duduk di bawah pohon yang sudah tersedia bangku untuk bersantai atau sekedar berbaring karena cukup panjang dan lebar.
"Ken,Sepertinya Paman dan Bibi menghindari kita. Gimana ini ." Ku utarakan kecurigaanku pada Ken.
"Gapapa Yang, kita coba aja tunggu sampai sore. Jangan dulu menyerah." Ken menguatkan ku yang ingin menyerah
"Okelah,tapi nanti kalau sampai sore Paman belum juga balik kita pulang aja Yang. Aku ngga sukah Paman dan Bibi memperlakukan kita seperti ini." Aku menggerutu kesal. Aku saja sebagai ponakan kandung merasa sangat tersinggung diperlakukan seperti ini. Bisa ku rasakan bagaimana perasaan Ken saat ini diabaikan oleh Paman dan Bibi ku.
Akhirnya aku dan Ken memutuskan menunggu Paman. Siang sampai sore kami menunggu Paman tak kunjung pulang. Bibi juga belum terlihat. Aku sudah mengajak Ken untuk pulang saja. Namun Ken masih ingin menunggu hingga gelap.
Hingga hari gelap tak ada tanda-tanda Paman dan Bibi pulang. Akhirnya dengan berat hati aku dan Ken pamit pulang pada sepupu ku Glen yang seharian di rumah menemani kami.
Membawa rasa kecewa yang mendalam aku dan Ken pulang. Terlebih Ken terlihat jelas di wajahnya bahwa ia sangat kecewa. Sepanjang perjalanan kami hanya diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku masih takut mengajak Ken bicara.
Hingga akhirnya kami tiba di kost. Ken menurunkan ku tanpa ikut ke kost.
"Yang,aku langsung pulang ya,sampai bertemu besok. Ngga usah dipikirkan apapun tentang tadi. Kita masih punya cara lain. Yang terpenting kita sudah mencoba untuk berusaha." Ken menenangkan ku,padahal harusnya ia yang di tenangkan karena Paman dan Bibi ku yang tak menghargainya.
Berusaha terlihat tegar aku tersenyum pada Ken dan melambaikan tangan ketika Ken akan melajukan kendaraannya. Rasanya lemas dan tak ingin lagi berkata banyak saat ini. Aku sangat kecewa pada Paman dan Bibi. Mengapa mereka setega ini padaku. Aku sangat menghargai mereka dengan membawa Serta memperkenalkan Ken pada mereka. Namun setelah ku perkenalkan mereka tak menghargainya.
Aku sudah lelah menghadapi sikap Paman dan Bibi. Akan ku pikirkan cara lain untuk menghadapi sikap keras mereka. Aku tak mau lagi di perlakukan seperti anak kecil.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments