Aku Seorang Ibu?
.
.
"Apakah aku akan mati seperti ini?" Ucap seorang gadis muda yang tengah terbaring di aspal jalanan. Dia memegangi perutnya yang mengeluarkan banyak darah. Hingga warna merah darahnya membasahi tangannya.
Nafasnya mulai terdengar lemah, pandangan matanya pun mulai terlihat sayu.
Tidak ada satupun orang di sekitarnya. Semuanya terlihat gelap dan sunyi.
Dia tersenyum pasrah dengan begitu lemah, "sepertinya aku akan benar-benar mati di sini tanpa seorangpun yang menemani ku. Dan dengan mengenaskan seperti ini... nasibku benar-benar buruk." Dia menarik nafasnya yang terasa semakin berat dan perlahan memejamkan matanya.
"Aku hanya ingin hidup dengan keluarga yang hangat. Dan yang pasti mereka akan selalu menyayangiku.... Setidaknya seharusnya aku memiliki satu orang yang akan selalu bersamaku"
Langit malam yang terasa semakin gelap tanpa adanya satu bintang pun di sana, dan angin malam yang terasa begitu dingin hingga terasa menusuk sampai ke tulang. Di tambah dengan tetes air hujan yang mulai turun membasahi apapun yang ada di bawahnya. Hingga warna merah dari tubuhnya mulai menyebar terbawa air hujan.
Nafas gadis muda itu mulai terasa semakin lemah dan berat. Dia juga terlihat sangat kesulitan untuk membuka matanya, seolah-olah matanya sudah tidak mau mendengar keinginannya. Dia membayangkan hidupnya yang terasa begitu singkat. Dia bernama Wulandari.
Gadis muda itu baru berusia 17 tahun. Hari ini bahkan hari ulang tahunnya. Dia hidup sendiri setelah kedua orang tuanya bercerai di usianya yang saat itu baru 7 tahunan.
Awalnya ibunya membawanya bersamanya, namun setelah ibunya menikah lagi, dia meninggalkannya sendirian untuk hidup dengan suami barunya. Dia hidup menyedihkan di panti asuhan.
Dengan berbagai kesulitan dia sampai di titik dia mulai bisa menikmati keindahan hidupnya setelan beberapa bulan yang lalu dia mendapatkan pekerjaan yang layak di salah satu perusahaan besar di kotanya. Walaupun dia hanya bekerja sebagai cleaning service di sana. Mengingat dia hanya memiliki ijazah SMP. Walaupun begitu dia tidak menyerah tentang pendidikannya. Dia terus melanjutkan sekolahnya setelah dia selesai melakukan pekerjaannya. Untungnya banyak cara yang bisa di lakukan untuk bisa mendapatkan pendidikan yang setara, meskipun dia harus bekerja lebih keras dari yang lainnya.
Namun kejadian tidak terduga terjadi saat dia pulang dari tempat kerjanya. Dimana saat dia sedang berjalan kaki untuk menuju ke tempat tinggalnya, seseorang dengan tiba-tiba menyerangnya dengan pisau yang tanpa aba-aba menusuk perutnya. Setelah itu orang itu membawa kabur tas punggungnya, dan meninggalkannya begitu saja di sana.
"Aku seharusnya akan memulai masa mudaku dengan indah...." Ucapnya dengan suara yang lemah.
Wulandari mulai kehilangan kesadarannya, karena rasa sakit di perutnya yang terasa menggerogotinya di setiap tarikan nafasnya. Air matanya terus mengalir membasahi wajahnya yang terlihat semakin pucat.
Dengan suara yang lemah dan bahkan sama sekali hampir tidak terdengar dia berkata, "Padahal aku selalu berusaha menjadi orang baik. Tapi kenapa kamu melakukan ini padaku Tuhan... Jika aku diberikan hidup kembali, biarkan aku hidup dalam keluarga yang baik dan menyayangi ku..."
Matanya terpejam rapat setelah dia mengatakan semuanya itu. Nafasnya pun tidak lagi terdengar. Dan tubuhnya kini tidak lagi bergerak. Sementara air hujan terus membasahi tubuhnya yang makin lama semakin dingin.
Suasana di tempat itupun semakin mencekam dengan kegelapan yang seakan-akan menelannya.
.
.
'klantaaang!'
Suara dentang keras terdengar memenuhi gendang telinganya. Dia terbangun dengan keterkejutannya.
"Mama!" Wulandari terkejut saat tiba-tiba dua orang anak berlari kearahnya dan segera memeluknya dengan erat. Mereka bahkan terus menangis tersedu-sedu.
"Apa yang dia katakan? Walaupun terdengar aneh tapi sepertinya aku tahu maksudnya. Dia mengatakan 'mama' tadi kan?" Gumam Wulandari.
"Mama!" Anak laki-laki itu terus memanggilnya dengan sebutan itu.
"Mama?" Gumam Wulandari dengan berbagai macam pertanyaan di kepalanya.
"Mama, apa mama baik-baik saja?" Tanya anak laki-laki sembari mengusap air matanya.
"Apa mama masih sakit?" Tanya anak perempuan yang juga mengusap air matanya.
Mereka berdua masih sangat kecil. Mereka berdua berusia sekitar lima atau enam tahunan.
'siapa anak-anak ini? Kenapa mereka memanggilku 'mama'?' Wulandari memegangi kepalanya yang terasa sakit.
'Dan kenapa aku sepertinya sangat terbiasa dengan bahasa mereka yang sangat aneh. Aku sama sekali tidak kesulitan untuk mengartikannya. Dan sepertinya apa yang aku keluarkan dari mulutku juga berbunyi sama seperti bahasa mereka. Wulandari masih kebingungan dengan semua itu. Namun dia tidak begitu memikirkannya.
"Mama kenapa? Apa masih sangat sakit?" Tanya anak perempuan dengan ekspresi wajah khawatir.
Wulandari juga melihat anak laki-laki di hadapannya yang terlihat khawatir dan sepertinya sangat ketakutan.
"Aku hanya merasa sedikit sakit kepala." Jawab Wulandari seraya tersenyum kecil. Dia tidak mau membuat anak-anak kecil di hadapannya ketakutan seperti itu. Walaupun dia tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini di hadapannya.
Wulandari terbelalak saat dia menyadari sesuatu yang aneh di hadapannya. Dia menggerakkan tangannya menyentuh rambut anak perempuan itu, "apa ini? Kenapa rambutmu berwarna biru?" Ucapnya dengan nada yang bergetar. Matanya kembali terbelalak saat dia juga menyadari kalau rambut anak laki-laki itu juga berwarna biru, sama seperti anak perempuan itu.
"Mama kenapa? Apa rambut ku tidak bagus?" Tanya anak laki-laki dengan begitu polos, "mama bilang mama sangat menyukainya..." Anak laki-laki itu mengerucutkan bibirnya.
"Hah! Matamu... Mata kalian juga biru?" Ucapnya begitu terkejut.
Wulandari mencoba mengucek matanya, dia yakin ada yang salah dengan penglihatannya. Namun, walaupun berkali-kali dia melakukannya, tetap saja dia melihat warna rambut dan warna mata anak itu berwarna biru.
"Astaga... Dunia macam apa ini? Kenapa anak-anak kecil sudah memakai pewarna rambut, mereka bahkan memakai softlens berwarna. Sepertinya hanya aku yang tidak bisa mengikuti perkembangan zaman." Wulandari menjambak rambutnya dengan keras.
Wulandari kembali terbelalak saat melihat rambut panjangnya yang ternyata berwarna pirang.
"Pirang? Blonde?"
"Waaah... Apa yang sebenarnya terjadi padaku?!" Wulandari terus melihat ke arah rambut panjangnya yang berwarna pirang dan bersinar keemasan saat terkena sinar matahari dari celah jendela yang terbuka. Dia juga melihat ke arah telapak tangannya yang berbeda dari telapak tangannya yang biasanya.
"Aah!"jeritnya membuat kedua anak kecil di depannya terkejut dan panik
"Mama... Apa mama sakit lagi?" Tanya anak perempuan dengan ekspresi wajah yang kembali khawatir.
Wulandari melihat ke sekelilingnya. Dia melihat cermin retak yang ada di dekatnya. Dia segera berlari ke sana dan segera melihat bayangan dirinya yang ada di sana.
"Aaaah!" Wulandari menutupi mulutnya dengan kedua telapak tangannya, "siapa ini?! Siapa aku?!" Ucapnya dengan sangat terkejut. Bagaimana dia tidak terkejut saat dia melihat bayangan orang lain di sana, dan bukan dirinya sendiri.
Seorang wanita yang cantik dengan rambut panjang berwarna pirang. Di tambah dengan matanya yang berwarna merah seperti permata ruby yang begitu jernih dan indah seperti kilauan berlian. Kulitnya yang putih terlihat pucat, walaupun begitu, dia bisa melihat kecantikan wanita muda di bayangan cermin itu adalah wanita yang sangat cantik.
"Ini bukan aku, ini bukan tubuhku... Lalu, di mana aku? Siapa aku?" Wulandari melihat ke arah dua anak kecil yang terus menatapnya dengan ekspresi khawatir dan kebingungan, "dan siapa anak-anak itu? Apa dia anak wanita ini?"
"Haaaaa..." Wulandari merasakan lemah di kakinya, dia terduduk lemas di lantai seraya menyandarkan tubuhnya di dinding dingin di dekatnya.
"Mama... Apa mama baik-baik saja?" Tanya anak perempuan itu seraya bergerak memeluknya, diikuti oleh anak laki-laki yang juga segera memeluknya.
"Ha ha ha...." Wulandari tertawa pasrah. Dia sama sekali tidak memiliki tenaga untuk mengatakan apapun lagi.
"Sialan! Sepertinya aku mati dan jiwa ku masuk ke tubuh wanita ini." Ucapnya dengan pasrah. Dia tidak peduli dengan ekspresi khawatir dari anak-anak yang masih terus memeluknya dengan erat.
"Parahnya adalah... Sepertinya aku sudah memiliki dua anak!" Desahnya pasrah.
"Tuhan, apa kamu sedang bercanda dengan ku? Bagaimana bisa kamu membuat ku menjadi seorang ibu dengan dua anak?! Aku bahkan masih bisa di bilang remaja! Aku memang mengatakan kalau aku ingin keluarga yang menyayangi ku... Tapi bukan seperti ini juga kali! Mengurus hidup ku sendiri saja aku tidak bisa, bagaimana aku harus mengurus dua anak ini... Aaargh sial!" Desahnya lagi dengan pasrah.
'Aku bahkan tidak memiliki kekuatan untuk sekedar menjerit... Untuk menangispun sepertinya aku tidak bisa melakukannya...'
'Aah!! Fvck you!!! Jeritnya dalam hatinya.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Dede Mila
mampir...
2024-03-22
1
Murni Dewita
mampir smga crtax mnrik thor
2024-02-09
0
Ibuk'e Denia
aq mampir thor
2024-02-02
0