.
.
Setelah mengistirahatkan tubuhnya beberapa saat, Lithera mulai memiliki sedikit tenaga. Setidaknya untuk menanyakan sesuatu pada dua anak kecil yang terus khawatir padanya. Dia masih berbaring di tempat tidurnya. Dia terus melihat ke arah langit-langit rumah itu tanpa tahu harus melakukan apa.
"Jadi, siapa aku?" Tanya Wulandari.
"Mama adalah mamaku, mama kami." Jawab anak perempuan dengan begitu polos.
Hufh...
Wulandari menghela nafasnya pasrah.
"Apa kalian tahu siapa namaku?" Tanya Wulandari lagi, Wulandari menggaruk kepalanya dengan tersenyum kaku, "sepertinya sesuatu memukul kepala ku. Aku tidak bisa mengingat sesuatu." ucapnya kacau.
"Nama mama? Bukankah seharusnya mama bernama Lithera." Jawab anak perempuan yang masih terlihat begitu polos tanpa curiga sedikitpun.
'dia bahkan tidak tahu kalau ibunya yang asli sudah mati. Poor child...'
"Lithera?" Wulandari segera bangun dan menatap ke arah anak perempuan yang terus duduk di tepi tempat tidurnya.
"Lalu, siapa namamu? Nama kalian?" Tanya Wulandari lagi
"Aku Ashley. Dan ini Vion." Jawab anak perempuan yang memperkenalkan dirinya bernama Ashley.
Wulandari melihat dua anak manis yang terus menemaninya sejak tadi. Dia memegangi kepalanya yang terasa kembali berdenyut sakit.
'Ah... Sepertinya aku benar-benar sudah mati, dan jiwa ku masuk ke tubuh wanita bernama 'Lithera' ini, dan 'Lithera' ini wanita yang sudah memiliki dua anak.' Ucapnya dalam hatinya.
'entah aku ini beruntung atau apa... Aku bahkan tidak tahu harus bagaimana...' Wulandari kembali mendesah pasrah.
"Lalu... Dimana suamiku? Maksudnya... Dimana ayah kalian berdua?" Tanya Wulandari lagi.
Ashley dan Vion terdiam. Mereka hanya terus menatap satu sama lainnya.
"Kalian tidak memiliki ayah? Aku tidak memiliki suami?" Gumam Wulandari.
"Mama bilang ayah meninggal saat kami masih bayi." Jawab Ashley.
"Haaa..." Wulandari menghela nafasnya pasrah.
'bukan hanya menjadikan aku seorang ibu dari dua anak kecil... Tapi juga menjadikan ku janda... Bukankah ini sudah sangat keterlaluan!' Wulandari hanya bisa berteriak-teriak dalam benaknya mengutuki nasibnya saat ini.
"Argh!" Lithera menjambak rambutnya dengan kasar dan frustasi.
"Apa mama baik-baik saja?" Tanya Vion yang mulai kembali menangis.
Wulandari menghela nafasnya, dia segera memeluk Vion dengan hangat.
"Jangan menangis. Aku hanya... Sedikit... Frusta...." Lithera menghentikan kata-katanya, dia memaksakan senyumnya pada dua anak manis yang sangat khawatir padanya saat ini.
"Aku baik-baik saja. Jangan khawatir." Lithera tersenyum lebar seraya menatap hangat dua anak mungil di hadapannya.
Dia tahu persis bagaimana kehidupannya tanpa ada orang tua bersamanya. Bahkan mungkin neraka jauh lebih baik daripada kehidupannya. Untuk itulah dia tidak ingin membuat khawatir anak-anak malang itu.
"Aku... Ekhemm!" Wulandari mencoba untuk mencairkan suasana, dia merasa kesulitan untuk menyebut dirinya sendiri dengan sebutan 'mama' untuk kedua anak kecil di pelukannya itu.
"Mama tidak apa-apa." Ucapnya dengan kaku.
"Hanya saja, mama sedikit sakit kepala." Tambahnya seraya mengusap lembut kepala Vion dan Ashley, "maaf sudah membuat kalian khawatir." Wulandari tersenyum lebar pada dua anak manis yang kini entah bagaimana menjadi anaknya.
"Apa mama sekarang baik-baik saja?" Tanya Vion yang masih terlihat sangat khawatir.
"Memangnya apa yang terjadi pada ku kemarin-kemarin?" tanya Wulandari. Dia ingin tahu bagaimana Lithera asli meninggal.
'Tidak mungkin dia juga di bunuh, kan?'
"Mama tiba-tiba tidak sadarkan diri beberapa hari yang lalu... Mungkin satu, dua, tiga..." Vion menghitung jari-jari mungilnya, "tiga hari... Mama tidak sadarkan diri selama tiga hari." Jelasnya dengan senyum bangga. Karena dia bisa menghitung jumlah hari dimana Wulandari atau Lithera tidak sadarkan diri.
"Jadi, Lithera mati saat itu. Syukurlah bukan dibunuh." Gumamnya.
Dia melihat ke arah Ashley yang terus menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa di ketahui apa maksudnya.
Wulandari tersenyum lebar seraya mengelus rambutnya dengan lembut, "mama sudah tidak apa-apa lagi. Mama hanya kehilangan sedikit ingatan mama sejenak tadi. Sekarang mama sudah jauh lebih baik." Ucapnya dengan lembut. Dia tidak ingin melihat ekspresi seperti itu di wajah anak mungil yang sepertinya sangat ketakutan untuk kehilangannya.
"Kami sangat ketakutan saat mama tiba-tiba tidak sadarkan diri." Ashley memeluk Wulandari dengan erat, dia kini terisak di pelukannya.
"Tidak apa-apa Ashley. Entah seperti apa Lithera, sekarang ini aku adalah mama kalian berdua. Akh akan berusaha semampu ku untuk menjaga dan merawat kalian berdua dengan penuh cinta. Entah kehidupan apa yang akan terjadi di depan kita nantinya, aku tidak akan pernah melepaskan tangan kalian berdua. Kalian adalah anak-anak Lithera, karena aku adalah Lithera saat ini, aku akan menjadi ibu terbaik di dunia, walaupun aku belum pernah melakukannya sebelumnya. Kalian bisa percaya padaku, bukan?"Wulandari tersenyum lebar. Dia terus mengusap lembut kepala Vion dan Ashley.
Dia yakin Vion dan Ashley tidak akan mengetahui apa yang dia katakan barusan. Mengingat mereka adalah anak-anak kecil.
"Mulai hari ini aku akan hidup sebagai Lithera, sebagai ibu kalian. Percaya padaku, kalau aku akan membuat kalian menjadi anak-anak paling bahagia di dunia ini." Ucapnya dengan penuh semangat.
"Sepertinya aku akan terjebak selamanya di sini, jadi akan jauh lebih baik kalau aku menerima semuanya dengan lapang dada. Akh tidak mau menjadi cepat tua karena kekonyolan takdir ku ini... Mulai sekarang tidak ada lagi Wulandari, yang ada hanyalah Lithera!" Gumamnya lagi
"Jadi, ini rumah kita?" melihat ke sekelilingnya. Dia baru menyadari kalau tempat tinggalnya sangat sederhana atau bahkan bisa di bilang sangat bobrok untuk di sebut sebagai rumah.
Dia juga melihat potongan ubi jalar berwarna ungu yang sudah entah beberapa hari ada di sana. Karena lalat buah sudah beterbangan di sekelilingnya.
"Haaaa... Sepertinya Tuhan benar-benar suka bercanda denganku..." Desahnya pasrah.
Lithera beranjak dari posisinya. Dia menuntun Ashley dan Vion untuk keluar dari rumah mereka.dia ingin melihat seperti apa kehidupan di tempat barunya.
Lithera membuka pintu rumahnya yang seakan-akan roboh ketika dia menariknya dengan kekuatan penuh. Namun dia tidak memperdulikannya. Dia membuka pintunya, membuat cahaya matahari yang begitu menyilaukan mengenai matanya.
Lithera melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu, dia melihat ke sekelilingnya, dimana dia hanya melihat pepohonan besar yang seolah-olah menjadi tetangganya selama ini.
"Haaa... Tidakkah ini keterlaluan?! Bukan hanya aku menjadi janda dengan dua anak! Kamu juga membuat ku hidup dengan payah di rumah yang akan roboh hanya dengan satu sentuhan! Dan kini kamu juga membuat ku hidup bertetangga dengan pepohonan besar?! Astaga! Benar-benar sialan!" Teriak Lithera dengan muak. Dia tidak peduli dengan ekspresi wajah Ashley dan Vion yang kebingungan. Saat ini dia hanya ingin melontarkan segala macam kekesalannya.
Lithera masih mencoba mengatur nafasnya yang memburu setelah meneriakkan semua kekesalannya tadi. Dia melihat ke sekelilingnya, dimana dia berada di tengah-tengah sebuah hutan tanpa ada satu orangpun selain dirinya dan kedua anaknya.
"Grrrrhhhh..."
Lithera terkejut saat mendengar suara binatang buas yang sepertinya sedang bergerak mendekat kearahnya.
"Apa itu?" Dia melihat ke arah Ashley dan Vion yang justru tampak biasa saja seolah-olah itu bukan apa-apa.
"Sepertinya ada harimau lagi." Jawab Vion dengan polosnya.
"Lagi?" Lithera masih tidak percaya pada apa yang di dengarnya.
Dia semakin tidak mengerti setelah melihat Ashley yang terburu-buru masuk ke dalam rumah, setelah beberapa saat keluar lagi dengan pedang panjang di tangannya.
"Mama... Ini." Ucapnya seraya menyerahkan pedang panjang itu kepadanya seolah-olah itu ada sebuah kebiasaannya.
"Pedang? Apa yang harus aku lakukan dengan ini?" Lithera menatap wajah kedua anaknya yang justru tampak senang dan bersemangat.
'bukankah mereka aneh? Anak-anak kecil sepertinya akan ketakutan setengah mati saat mendengar auman harimau... Tapi mereka justru sangat senang dan bersemangat?'
"Kita akan makan daging malam ini , iya kan ma?"
"Ayo mama! Kalahkan harimau itu" Tambah Ashley yang semakin bersemangat.
"Ha ha ha.... Bukankah kalian terlalu menilai ku dengan sangat tinggi." Lithera tertawa pasrah seraya mengambil pedang panjang dari tangan Ashley, "kalian bahkan menyerahkan nyawa kalian pada gadis yang baru pertama kalinya memegang pedang..." lagi-lagi Lithera menghela nafasnya dengan pasrah.
"Sepertinya bukan hanya aku hidup susah sebagai janda dengan dua anak. Tapi aku juga hidup berdampingan dengan pepohonan besar dan binatang buas. Dan lagi, sepertinya aku sangat terbiasa menghadapi harimau dengan pedang ini untuk di jadikan sebagai makan malam kami."
Lithera mengangkat pedangnya bersiap-siap, saat dia melihat harimau yang sangat besar berjalan dengan sombongnya ke arahnya, "entah siapa yang akan menjadi makanan di sini... Tapi yang jelas sepertinya aku yang akan menjadi makan malamnya nanti." Lithera tersenyum pasrah pada Ashley dan Vion yang justru tampak begitu bersemangat.
"Aah sialan!" Kesal Lithera.
"Ah! Situasi macam apa ini?!" Teriaknya keras.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Noni Noni
𝒂𝒅𝒖𝒉𝒂𝒊...𝒔𝒆𝒏𝒚𝒖𝒎 𝒔𝒆𝒏𝒚𝒖𝒎 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖
2024-05-08
0