.
.
Di istana timur.
Istana timur merupakan kediaman Ratu Elish Gillian dan putranya, Rezef.
"Salam Yang Mulia Ratu..." Viscount Darek Evan membungkukkan badannya memberikan salam dengan seluruh loyalitasnya.
"Kamu tahu kenapa aku memanggil mu?" Tanya Ratu Elish. Suaranya terdengar begitu dingin.
Darek Evan menggelengkan kepalanya.
"Sepertinya kamu sudah hidup dengan begitu nyaman selama sepuluh tahun terakhir..."
"Itu berkat bantuan Yang Mulia Ratu." Jawab Darek.
"Sepertinya kamu lupa, kenapa aku membantumu..."
Darek masih tidak mengerti apa yang sebenarnya Ratu sedang bicarakan dengannya.
"Hamba tidak mengerti, Yang Mulia."
"Itu karena kamu berfikir jika semuanya sudah berakhir..."
Lagi-lagi Darek Evan masih tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang Ratu Elish bicarakan.
"Kamu yakin putrimu akan menjadi ahli waris dari Duke Cahir Neutswand?"
"Tentu saja Yang Mulia. Tidak ada orang lain yang bisa mewarisinya selain putriku. Dan seperti rencana kita, aku akan membunuhnya setelah Lily menjadi Duchess di sana. Dan dia juga akan menjadi putri mahkota, dan ratu kerajaan ini nantinya."
"Pffft...."
Ratu Elish tertawa.
Melihat itu, Darek Evan justru semakin tidak mengerti.
"Kamu tahu kenapa aku meminta mu untuk menyingkirkan putri Cahir saat itu?"
"Tentu yang Mulia. Itu karena Yang Mulia sangat tidak menyukai mereka. Dan Duke Cahir Neutswand adalah penghalang besar bagi pangeran Rezef untuk bisa naik tahta. Dan jika putriku yang menjadi pewaris mereka nantinya, aku akan menyingkirkan mereka bagaimana pun caranya. Dan aku akan menjadi. Duke(Adipati) berikutnya menggantikannya. Dengan begitu hamba akan bisa melayani Yang Mulia Ratu dengan segenap kemampuan hamba! Dan jika itu terjadi, pangeran Rezef akan bisa naik tahta. Setelah itu terjadi, Lily akan menjadi ratu dengan menikahi pangeran Rezef. Tentunya setelah kita berhasil membunuh pangeran Maximilian."
"Pffft"
Lagi-lagi Ratu Elish tertawa.
"Hanya itu yang bisa kamu katakan?"
"Hamba tidak mengerti Yang Mulia..."
"Kamu... Bukankah seharusnya kamu membunuh Lithera Aurellian Neutswand?"
"Hamba sudah membunuhnya..."
"Benarkah?"
Crasssshhh
Ratu Elish melempar cangkir teh di tangannya ke kepala Darek Evan, darah segar mengucur dari pelipisnya.
"Kamu tidak membunuhnya! Kamu hanya dengan bodohnya meminta seseorang menculiknya!" Teriak Ratu Elish geram.
"Apa kamu yakin orang suruhan mu membunuhnya?!"
Viscount Darek Evan segera berlutut di hadapan ratu Elish.
"Yang Mulia, hamba memang menyuruh seseorang untuk menculiknya. Tapi hamba juga memintanya untuk membunuhnya!" Ucapnya seraya terus berlutut memohon.
"Tapi kamu tidak memastikan, apa dia mati atau tidak?!"
Darek Evan terdiam. Dia memang tidak memikirkan tentang itu saat itu. Dia hanya fokus membawa putrinya masuk ke keluarga itu dengan memanfaatkan rasa kehilangan yang di alami oleh kakaknya, Melissa Neutswand saat itu setelah mereka kehilangan Lithera.
"Tapi hamba yakin kalau Lithera sudah mati!"
"Bodoh!!!" Teriakan Ratu Elish membuat Darek tidak bisa mengatakan apapun lagi.
"Sepertinya pangeran Max tahu di mana dia berada."
Darek Evan membelalakkan matanya.
"Bagaimana mungkin!"
"Itu karena kebodohan mu!"
"Jika sampai anak itu benar-benar kembali! Kamu pikir Lily akan bisa menjadi penerus mereka?! Atau bahkan bisa menjadi ratu kerajaan ini?!"
"Itu tidak mungkin terjadi!"
"Max tidak akan pernah mengatakan sesuatu yang tidak dia yakini!"
"Setidaknya mereka tidak tahu kalau kamu yang sudah menculik putri mereka saat itu... Tapi jika mereka tahu, bahkan aku tidak bisa menyelamatkan mu."
"Yang Mulia... Ampuni hamba Yang Mulia... Hamba benar-benar ceroboh."
"Bodoh! Melakukan hal seperti itu saja tidak becus!" Ratu Elish mencoba untuk menenangkan dirinya. Dia memijit pelipisnya yang terasa pusing karena ulah Viscount Darek Evan.
"Cari orang lain sebagai kambing hitam! Siapapun itu! Buat bukti palsu atau apapun itu! Lakukan dengan baik kali ini! Atau aku sendiri yang akan menguburmu hidup-hidup!"
"Baik Yang Mulia Ratu." Darek masih berlutut di hadapan ratu Elish. Dia sama sekali tidak berani bergerak dari posisinya. Terlebih setelah melihat bagaimana emosi Ratu Elish saat ini.
"Keluar! Urus secepatnya! Aku yakin Max sudah membicarakan ini dengan Cahir! Kita juga harus bersiap!" Ratu Elish menggerakkan tangannya, memberikan instruksi pada penjaga agar segera membawa Viscount Darek Evan keluar dari ruangannya.
"Bodoh!" Geram Ratu Elish.
Ratu Elish kembali memijit pelipisnya yang kembali berdenyut sakit.
"Sialan!!!"
Praaaaang!!!
Ratu Elish melempar vas bunga yang ada di depannya ke lantai.
Di luar ruangan itu, seorang anak laki-laki yang berusia sekitar sepuluh tahunan terduduk sambil menutupi mulutnya dengan kedua telapak tangannya.
Dia mendengar semua yang terjadi di dalam ruangan itu.
"Ssshhhh..." Mata anak itu terbelalak saat dia melihat Max mendekatinya.
Max meletakkan jari telunjuknya di bibirnya. Dia menganggukkan kepalanya pada anak itu, kemudian menuntun tangganya untuk pergi bersamanya.
"Rezef... Kamu tidak apa-apa?" Tanya Max setelah mereka jauh dari ruangan Ratu Elish.
"Kakak... Aku..."
"Tidak perlu mengatakannya. Aku sudah tahu." Jawab Max.
Anak laki-laki itu hanya mengusap air matanya dengan lengan panjang pakaiannya.
"Pakai ini." Max memberikan sapu tangannya.
"Terimakasih, kakak Max."
Max melepaskan tangannya dari tangan mungil Rezef.
"Sampai di sini saja." Ucapnya.
"Kakak Max marah padaku? Pasti kakak sangat membenciku." Max menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak pernah membencimu, tapi aku sangat membenci ibumu." Jawabnya
"Oh... Aku tahu..." Rezef terlihat sedih. Walaupun begitu dia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi pada Max. Dia takut kalau Max akan membencinya nantinya.
"Tapi aku mungkin akan membencimu, kalau kamu sampai menjadi raja!"
"Aku tidak pernah ingin menjadi raja. Aku hanya ingin menjadi adikmu."
"Kamu sudah menjadi adik ku." Max mengacak-acak rambut hitam Rezef.
Rezef memiliki rambut berwarna hitam pekat, seperti Ratu Elish Gillian. Sementara Max memiliki rambut yang berwarna merah darah, seperti warna rambut Raja Regis Audreyh Retum. Walaupun mereka berdua sama-sama memiliki warna bola mata yang sama, yaitu merah. Namun rambut Rezef sangat berbeda dengan warna rambut Raja Regis. Itu sebabnya Ratu Elish merasa gusar. Dia ingin menjadikan putranya sebagai raja berikutnya, namun jika di lihat dari penampilan mereka, Maximilian lah yang memiliki rupa wajah sama persis seperti Raja Regis, terlebih Max adalah putra pertama dari raja Regis.
"Masuk ke kamar mu, dan jangan memikirkan apapun lagi. Lupakan apa yang kamu dengar tadi." Rezef menganggukkan kepalanya dengan cepat.
Max mengerutkan keningnya saat melihat Rezef yang justru memegangi ujung pakaiannya.
"Kenapa tidak juga bergerak?"
"Itu..."
"Itu? Itu apa?" Max kebingungan.
"Nona Lily Evan... Aku tidak menyukainya."
"Aku lebih tidak menyukainya!" Jawab Max.
Mendengar itu Rezef tersenyum lebar.
"Kakak menyukai gadis lain, kan?"
"Gadis lain?" Max memegangi dagunya sambil berfikir keras.
"Siapa yang aku sukai? Semuanya terlihat sama dan membosankan..."
[Idiot!]
Max terkejut sendiri saat tiba-tiba mengingat bagaimana Lithera mengatakan hal itu padanya.
"Bagaimana bisa dia muncul di ingatanku?"
"Siapa dia, kak?"
"Gadis aneh!" Jawab Max seraya berjalan pergi meninggalkan Rezef, "masuk ke kamar mu. Makan makanan mu, dan istirahat dengan baik! Jika tidak, aku tidak mau menjadi kakakmu! Karena kamu bukan anak ibuku! Dengar kata-kata ku, mengerti?"
Rezef dengan cepat menganggukkan kepalanya. Dia juga tersenyum lebar.
"Mengerti, kak!" Jawabnya dengan senang dan penuh semangat.
"Kakak adalah yang terbaik! Tapi kenapa ibunda selalu menginginkan aku menjadi sepertinya... Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menjadi seperti kakak ku. Karena aku bukan dia yang terlalu sempurna..."
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments