.
.
Di hutan pinus rumah Lithera.
Lithera sedang memasak untuk sarapan pagi mereka.
"Hari ini kalian berdua harus makan sayuran! Tidak boleh makan daging setiap hari. Apa lagi daging harimau!" Ujar Lithera.
"Sayur apa, ma?" Tanya Vion sambil mengucek matanya. Dia baru saja bangun dari tidurnya. Sementara Ashley sudah bangun terlebih dahulu. Dan sedang membantu Lithera menyiapkan sarapan pagi untuk mereka.
"Pagi tadi aku berkeliling mencari sesuatu yang bisa di makan." Jawabnya seraya menunjukkan sebakul sayuran segar yang baru saja di petiknya.
Ada bermacam-macam sayuran liar yang dia temukan di pinggiran sungai.
"Apa itu bisa di makan?" Tanya Ashley yang juga meragukannya.
"Tentu saja bisa! Aku sudah memastikannya!" Jawab Lithera dengan yakin.
"Bagaimana mama memastikannya?" Tanya Ashley yang masih sama sekali tidak percaya.
"Entahlah... Aku hanya mencicipinya sedikit tadi." Lithera menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia sendiri tidak tahu apa rumput di tangannya itu bisa di makan atau tidak.
"Ma..." Ashley menunjukkan jari telunjuknya ke arah luar rumah mereka, "Sejak kemarin, aku merasa ada seseorang yang mengawasi kita." Bisiknya.
"Kamu juga merasakannya?" Ashley menganggukkan kepalanya.
"Tapi, siapa yang mengawasi kita? Mereka kawan atau lawan?" Lithera berfikir keras. Dia sama sekali tidak memiliki ingatan apapun tentang Lithera yang sebenarnya. Dia juga tidak tahu menahu tentang siapa musuh ataupun temannya.
"Ah! Ini membuat ku sakit kepala!" Lithera membuka sedikit tirai lusuh yang menutupi jendela rumahnya. Dia ingin tahu siapa orang yang mengawasinya sejak kemarin.
"Aku tidak melihat siapapun..." Ucapnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.
"Akan lebih baik kalau hari ini kita tidak pergi kemanapun!" Lithera menuntun tangan kedua anaknya dan mengajak mereka duduk di kamarnya.
"Sepertinya ada sesuatu yang akan terjadi. Kita hanya perlu bersembunyi di sini." Ucapnya seraya memeluk Ashley dan Vion.
"Siapa mereka, ma?" Tanya Ashley.
"Entahlah... Mama juga tidak tahu. Sepertinya mereka adalah orang-orang yang berhubungan dengan orang-orang yang datang kemari kemarin. Entah itu musuh mereka atau bagian dari mereka. Yang jelas, kita sudah di anggap sebagai bagian dari mereka." Ashley menganggukkan kepalanya. Dia selalu memiliki pemikiran yang jauh ke depan seperti orang dewasa.
Berbeda dengan Vion yang masih seperti anak-anak pada umumnya.
"Kalian berdua di sini dulu. Mama mau lihat apa yang sebenarnya terjadi." Lithera mengambil pedangnya yang tergeletak di sudut kamarnya.
"Hati-hati, ma." Ucap Vion.
"Tentu! Mama sangat kuat. Jadi jangan khawatir." Lithera mengusap lembut puncak kepala Vion dan Ashley, setelah itu dia berjalan keluar dari kamarnya.
Lithera kembali mengintip dari celah jendela rumahnya. Dia ingin tahu orang seperti apa yang berani mengintai rumahnya.
"Sepertinya aku harus keluar untuk melihat secara langsung siapa orang yang begitu ingin mati!" Lithera mengikat rambutnya, setelah itu membuka pintu rumahnya. Dia berjalan beberapa langkah, kemudian dia berdiri tepat di depan rumahnya.
"Keluarlah! Sebelum aku membunuhmu!" Teriaknya ke arah atap rumahnya.
"Kamu tidak tahu kalau atap rumah ku tidak untuk duduk dan bersantai?"
Lithera mengarahkan pedangnya ke pada dua orang yang berpakaian sangat tertutup, mereka bahkan menutupi wajah mereka. Lithera bahkan tidak bisa melihat wajah mereka.
"Mereka seperti ksatria bayangan yang ada di TV." Gumam Lithera.
"Turunlah!" Perintahnya dengan keras seraya mengarahkan pedangnya ke arah mereka berdua.
Namun mereka sama sekali tidak bergerak. Lithera melompat dengan bertumpu pada potongan kayu yang ada di depan rumahnya. Tidak terlalu sulit untuk bisa naik ke atap rumahnya. dia sendiri cukup terkejut dengan itu.
'sepertinya aku memang terlahir dengan kekuatan yang luar biasa.' ucapnya dalam hatinya.
"Siapa kalian?! Kenapa kalian berdua ada di sini?!" Lithera mengarahkan pedangnya ke leher salah satu dari mereka, "aku mungkin akan membunuhmu, kalau kamu tidak memberikan jawaban yang aku mau!" ancamnya.
Namun keduanya justru membungkukkan badan mereka seolah-olah memberikan salam.
"Dari sikap mereka, mereka sepertinya bukan musuh..."
"turun!" Lithera menendang mereka dengan kuat agar mereka segera turun dari atap rumahnya.
Setelahnya, Lithera juga melompat dari sana, mendekati dua orang yang baru saja turun dari atap rumahnya.
"Siapa kalian?"
Mereka tidak menjawabnya. Mereka hanya kembali membungkukkan badan mereka, seolah-olah memberikan salam padanya.
Lithera mengernyitkan keningnya.
"Itu artinya kalian berdua bukan musuh ku, kan?" Mereka berdua menganggukkan kepalanya.
"Sepertinya kalian memang bersama mereka." Gumam Lithera lagi, "tapi, apa yang kalian lakukan di sini?"
Lithera kembali mengernyitkan keningnya saat mereka sama sekali tidak membuka mulut mereka untuk berbicara.
"Sepertinya kalian memang di setting untuk tidak berbicara..."
Lithera berjalan membuka pintu rumahnya.
"Masuklah. Di luar sangat panas." Ucapnya.
Mendengar itu, kedua orang itu saling menatap satu sama lain, seolah-olah bertanya; apa kita boleh melakukannya?
"Aku tidak tahu kenapa kalian berdua ada di sini, tapi firasat ku mengatakan kalau kalian berdua tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan kami." Ujar Lithera seraya menjaga pintu rumahnya agar tetap terbuka.
"Jadi, masuklah!"
"Oh! Tenang aja! Aku tidak akan membunuh kalian berdua! Kami masih punya banyak daging harimau!"
Keduanya kembali saling menatap, namun kemudian mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah Lithera.
"Duduklah senyaman mungkin... Kalian juga boleh berbaring di lantai jika kalian mau." Lithera meletakkan pedangnya di meja, kemudian duduk setelah dia mengambil air minum untuknya sendiri.
Tatapan mata Lithera masih terus mengarah ke kedua orang mencurigakan di hadapannya. Dia yakin kalau mereka adalah orang-orang yang bersama Max.
Namun pertanyaannya adalah; kenapa mereka di sini? Untuk apa? Mengawasi ku? Atau apa?
Lithera menghembuskan nafasnya
"Aku sama sekali tidak mengerti." Ucapnya pasrah.
"Kalau kalian mau makan, atau minum. Ambil aja sendiri. Di sana!" Lithera menunjuk ke arah dapurnya.
Klak!
Lithera melihat pintu kamarnya terbuka. Ashley dan Vion membuka sedikit pintu kamarnya, dan melongok keluar.
Lithera tertawa kecil, "kemarilah! Mereka bukan orang-orang jahat! Walaupun kalau mereka memang jahat, mama akan membunuh mereka semua untuk kita jadikan makan malam kita." Lithera melemparkan tatapan tajam pada keduanya
"Kami hanya menjalankan perintah untuk tetap berada di sini!" Pada akhirnya Lithera bisa mendengar suara mereka, "kami tidak memiliki niat jahat."
"Laki-laki..." Gumam Lithera setelah mendengar suara keduanya.
"Baguslah kalau begitu. Bermainlah dengan anak-anak. Aku akan membuat makanan untuk kita semua." Dengan santainya Lithera berjalan ke arah dapurnya.
Kedua orang itu kembali saling menatap seolah-olah mereka memiliki pemikiran yang sama; apa dia percaya begitu saja?
"Paman... Apa wajah paman jelek? Kenapa paman memakai penutup wajah?" Tanya Vion dengan polosnya.
"Sudah pasti jelek! Orang jelek selalu menutup wajah mereka agar tidak menakuti orang yang melihatnya." Jawab Ashley tanpa menunggu kedua orang asing di hadapannya menjawabnya.
Vion menganggukkan kepalanya setuju dengan perkataan kakaknya.
"Jangan buka penutup wajah kalian, aku sangat mudah ketakutan. Terlebih saat melihat wajah yang jelek!"
"Pffft!"
Lithera tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Ucapan Vion benar-benar mengocok perutnya.
"Memang anak-anak selalu jujur."
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments